Di masa pandemi seperti saat ini banyak bermunculan spekulasi-spekulasi terkait bagaimana pandemi ini berawal, apa yang menjadi penyebab, dan bagaimana ini akan berakhir.
Di tengah masa pandemi Covid 19 seperti saat ini banyak pihak yang menyatakan pendapat dan sudut pandangnya masing-masing sesuai dengan preferensi mereka.
Ada yang memandang dari sudut padang medis, ada yang memandang dari sudut padang Agama, hingga ada yang memandang dari sudut pandang konspirasi dll. Ada diantaranya yang berdasar dan disertai dengan penjelasan Ilmiah dan Logis namun ada pula yang tidak cukup berdasar dan menimbulkan disinformasi.
Tulisan ini saya buat berdasarkan preferensi saya sebagai orang Jawa yang berada di dalam masyarakat yang beberapa diantaranya masih berpegang teguh pada ajaran atau ilmu peninggalan leluhur.
Orang jawa banyak dikenal memiliki berbagai peninggalan leluhur dalam berbagai bidang, seperti arsitek, tatanan sosial, budaya, kosmik, dan astronomi.
Orang jawa memiliki kebiasaan "niteni" atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah mengingat-ingat sesuatu, bisa juga dimaknai menandai sesuatu peristiwa. Dalam tulisan ini saya ingin mengangkat bagaimana orang Jawa mengembangkan Ilmu tentang astronomi dalam "niteni" akan terjadinya suatu Pageblug.
Pageblug dalam kepercayaan orang Jawa dianggap sebagai suatu masa datangnya kekacauan, kelaparan, penyakit/wabah, dan huru-hara. Namun semakin perkembangan jaman, pageblug lebih diasosiasikan sebagai datangnya wabah atau penyakit, seperti halnya saat ini dimana pandemi virus Covid 19 yang berdampak pada berbagai bidang, sebagian mastarakat jawa percaya dan menyebut ini sebagai suatu pageblug.
Mengutip tulisan dari Risa Herdahita Putri, saking menakutkannya dampak pagebluk, orang Jawa mulai mencari pertanda atau "niteni"sebelum datangnya suatu wabah. Pada zaman Mataram Islam, pagebluk mulai dikaitkan dengan fenomena langit yaitu munculnya bintang berekor atau komet. Orang Jawa menyebutnya dengan lintang kemukus.
Menurut kepercayaan orang jawa, kemunculan komet pada arah tertentu memiliki arti tersendiri, di antaranya sebagai pertanda kemunculan pagebluk. Komet oleh sebagian masyarakat Jawa sering disebut sebagai lintang kemukus, hal tersebut karena di salah satu ujung "bintang"-nya tampak seperti mengeluarkan asap atau kukus.
Dalam bahasa Indonesia, komet dikenal sebagai bintang berekor karena asap yang muncul bisa sangat panjang seperti memiliki ekor.
Sementara itu, penyebutan lintang yang berarti bintang terjadi karena masyarakat dulu belum mengenal dan mampu membembedaan obyek langit seperti dalam astronomi modern saat ini. Saat itu, benda langit apa pun yang terlihat terang di langit kecuali Bulan, seperti planet, rasi, komet atau meteor, semuanya disebut sebagai lintang.