Lihat ke Halaman Asli

Mochamad Rizki Fitrianto

Freelancer Writer

Etika Birokrasi Stafsus "Milenial" Kepresidenan Jokowi

Diperbarui: 22 April 2020   11:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Belakangan ini ramai menjadi perbicangan di sosial media, trending topic, hingga headline di berbagai platform media online tentang kinerja stafsus kepresidenan. Stafsus kepresidenan yang diisi oleh "milenial" ini ramai menjadi bahan pembicaraan karena dinilai tidak profesional dalan mengemban tugas dan tanggung jawabnya. Ketidak profesionalan tersebut didasarkan pada dugaan bahwa adanya agenda pribadi atau kepentingan yang diselipkan dalam jabatan dan tugas yang diemvan saat ini. Kepentingan tadi dilakukan dalam masa pandemi covid 19 seperti saat ini yang dianggap memperburuk citra Pemerintahan di masyarakat.

Seperti dilansir rmco.id, setidaknya terdapat tiga staf khusus kepresidenan yang menjadi sorotan. Mereka adalah Adamas Belva Syah Devara, Andi Taufan Garuda Putra, dan Billy Mambrassar. Belva dan Andi dianggap telah memanfaatkan posisinya sebagai staf khusus kepresidenan untuk kepentingan perusahaan milik mereka. Belva yang merupakan pendiri dan CEO Ruangguru dianggap memiliki konflik kepentingan karena start-up menjadi salah satu dari delapan start-up yang ditunjuk untuk pelatihan online program Kartu Prakerja.

Sedangkan Andi Taufan Garuda Putra diduga telah menyurati camat di seluruh wilayah Indonesia mengenai kerja sama antara pemerintah dan perusahaannya, PT Amartha Mikro Fintek dalam program Relawan Desa Lawan Covid-19 di bawah Kemendes PDT di area Jawa, Sulawesi, dan Sumatera. Hingga akhirnya dia menarik surat berkop Sekretariat Kabinet itu dan meminta maaf.

Billy Mambrassar yang juga sebagai salah satu staff kepresidenan mendapat sorotan tajam karena biodata LinkedIn-nya sempat menuliskan posisinya sebagai stafsus kepresidenan yang setara dengan menteri. Dia mengklaim, bisa melapor langsung kepada Presiden. 

Selain itu, dia menggambarkan posisinya setara dengan Lembaga West Wing di Amerika Serikat yang merupakan penasihat Presiden negeri Paman Sam itu. Hingga akhirnya diketahui dia mengubah bio-nya. Dalam bio barunya diamenjelaskan, dia adalah stafsus kepreaidenan yang melakukan koordinasi dan memberi masukan ke presiden terkait penyusunan kebijakan serta strategi terhadap pemerintah.

Merespon hal tersebut, banyak jokes atau ungkapan bernada sindiran yang beredar, salah satunya adalah kutipan dari bung karno yang awalnya "beri aku 10 pemuda maka akan kuguncangkan dunia" menjadi "beri aku 10 pemuda maka akan kuguncang kas negara". Mau tidak mau, suka tidak suka masyarakat kita memiliki selera humor yang cerdas, senang berkomentar terhadap segala sesuatu.

Kembali lagi ke topik utama, melihat kembali awal mula terbentuknya stafsus kepresidenan. Pembentukan stafsus kepresidenan yang ada saat ini tidak lepas dari bagaimana presiden Joko Widodo berusaha merespon dan mengakomodir kepentingan "milenial" dengan menggandeng anak-anak muda yang dianggap memiliki prestasi. Usaha presiden Joko Widodo dalam merespon dan mengakomodir kepentingan "milenial" ini di upayakan salah satunya melalui memberikan ruang terhadap anak muda dalam jajaran stafsus kepresidenan.

Stafsus kepresidenan yang diisi oleh "milenial" ini diharapkan mampu membantu presiden dalam memberikan rekomendasi atau masukan terkait kebijakan pemerintah nantinya dalam sudut pandang "milenial". Seperti yang kita tahu bersama bahwa Indonesia memiliki potensi bonus demografi yang harus dioptimalkan sebaik mungkin. Oleh karenanya, untuk merespon hal tersebut diperlukan input yang banyak dalam membuat kebijakan yang sesuai, termasuk dari kalangan "milenial" itu sendiri sebagai objek kebijakan terkait bonus demografi yang akan dihadapi.

Perlu disadari bersama bahwa mayoritas stafsus kepresidenan yang ada saat ini di dominasi oleh para profesional atau orang yang banyak beraktivitas pada bidang non birokrasi. Dengan latar belakang tersebut secara tidak langsung orientasi mereka tentang etika birokrasi masih terbatas. Dengan usia yang muda dan orientasi yang jauh berbeda dengan bidang yang mereka tekuni sebelumnya akan terdapat banyak penyesuaian baru. Penyesuaian tersebut seperti pengetahuan dasar terhadap etika profesi birokrasi dll.

Seperti yang kita tahu, bangsa kita telah mengalami perjalanan yang panjang. Salah satu yang sampai saat ini masih terekam baik dalam memori masyarakat adalah budaya KKN yang tidak dapat dilepaskan pada Pemerintahan di masa lalu. Sehingga memori tersebut terbawa sampai saat ini dan terefeksikan menjadi satu paranoid di masyarakat dan masih menjadi patologi birokrasi di beberapa bidang. 

Kesalahan yang dilakukan oleh stafsus yang ada saat ini memang tidak dapat dibenarkan dalam etika birokrasi, namun terlepas dari itu stafsus "milenial", dalam lingkup pemerintahan pelanggaran etika birokrasi juga dapat terjadi kepada orang yang telah memiliki jam terbang banyak dalam pemerintahan, terlepas itu politisi senior ataupun pejabat tinggi negara yang secara orientasi dan latar belakang telah banyak memiliki pengalaman dalam jajaran pemerintahan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline