Pembegalan adalah sebuah aksi merampas di tengah jalan dengan menghentikan pengendaranya. Hal ini biasanya dilakukan oleh para pembegal di jalan yang sepi dan jauh dari keramaian.
Faktor penyebab terjadinya aksi pembegalan di masyarakat salah satunya adalah faktor ekonomi, yang mana maraknya budaya konsumersime dan materialisme. Lemahnya penegakan hukum dan keterbatasan lapangan kerja untuk lapisan masyarakat bawah juga merupakan penyebab terjadinya aksi tersebut.
Pada bulan yang lalu, viral sebuah berita tentang seorang korban begal yang membunuh pembegal. Dalam wawancara di sebuah media massa, ia menjelaskan bahwa dia mencoba untuk membela dirinya dari serangan para pembegal. Pada saat itu, ia di hadang oleh empat orang begal dan terjadi perkelahian antara mereka dengan menggunakan senjata tajam.
Amaq Santi yang menjadi korban begal berhasil membunuh dua orang begal dari empat orang begal yang dihadapinya. Setelah kejadian itu, ia ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak Kepolisian Polres Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Dalam hal ini, pihak kepolisian menjelaskan bahwa korban begal ini dikenakan Pasal 338 KUHP yakni menghilangkan nyawa seseorang melanggar hukum maupun Pasal 351 KUHP ayat (3) yakni melakukan penganiayaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Pada pasal 338 KUHP maka korban begal tersebut di pidana dengan penjara paling lama lima belas tahun penjara.
Namun, pasal 49 ayat 1 KUHP bertolak belakang dengan kedua pasal tersebut. Dalam pasal 49 ayat 1 KUHP dijelaskan bahwa "Tidak dipidana, barangsiapa melakukan tindakan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat dan yang melawan hukum pada saat itu."
Kembali kepada kasus yang awal tadi, korban begal yang membunuh pembegal, menurut penalaran hukum yang saya tela'ah, Maka pihak kepolisian seharusnya bisa menggunakan pasal 49 ayat 1 KUHP yang telah saya tulis di atas tadi. Karena dalam kondisi seperti itu, korban begal tidak akan membunuh begal jika tidak mendapatkan ancaman yang bisa saja membahayakan nyawanya.
Untuk memperkuat argumen saya, maka dalam pasal 49 ayat 2 KHUP dijelaskan " Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung di sebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana."
Maka, di sini saya simpulkan korban begal yang membunuh pembegal itu tidak bisa dikenakan pidana, karena adanya unsur keterpaksaan untuk mempertahankan dirinya dari ancaman yang bisa membuat nyawanya hilang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H