Lihat ke Halaman Asli

Apakah Tuhanmu Mengecam Perbedaan?

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1377808570103122501

Pertanyaan itu diajukan oleh Anais, seorang gadis Amerika Serikat yang melankolik saat ia jatuh cinta pada Omar, seorang mahasiswa Indonesia yang sedang menimba kuliah pascasarjana di negeri adidaya tersebut. Mendengar pertanyaan itu, Omar menjawab, "Kita adalah pelangi. Berbeda warna, namun menuju ke langit yang sama."

Pertanyaan itulah yang coba saya eksplorasi menjadi salah satu pusat pergulatan Omar dan Anais dalam novel perdana saya bertajuk ‘Pelangi Musim Semi’ yang diterbitkan oleh Bunyan (PT Bentang Pustaka) bulan ini. Novel ini merupakan roman cinta dengan latar belakang politik dan pergerumulan tentang identitas, idealisme, dan agama.

Berikut sinopsisnya:

Alkisah, Omar memiliki hampir segalanya. Orangtua sukses, calon istri sempurna pilihan keluarganya, dan jaminan kehidupan mapan di depan mata. Namun, jauh di lubuk hatinya ia merasa hampa. Mimpi-mimpi yang menggelisahkan kerap menghampirinya di malam hari. Ia merasa masih berada dalam labirin pencarian, namun belum menemukan sesuatu. Dalam pencarian itu, ia bertemu Anais.

Keduanya memiliki karakter dan perspektif yang berbeda dalam melihat kehidupan, pun juga mereka berbeda bangsa, agama, dan negara. Namun, ketika tatap mereka tak sengaja bertaut di tengah keheningan sebuah taman kota, hati Omar retas. Perlahan, Omar merasakan cinta untuk kali pertama. Keduanya lantas dipersatukan oleh satu kata: Palestina.

Palestina adalah negeri tempat tiga agama samawi, Yahudi, Kristen dan Islam, hidup saling berdampingan dan berkonflik selama berabad-abad. Kesucian tempat ini menjadikannya arena pertarungan politik sedari dulu hingga sekarang. Ada kekayaan tradisi, sejarah, sekaligus kegetiran. Simbol penyatuan ini juga menjadi simbol pertumpahan darah.

Dalam imaji samar tentang Palestina dan idealisme kemanusiaan, Omar dan Anais berkejaran untuk membahasakan perasaan diantara mereka. Antara Tuhan, iman, dan manusia. Kebencian, perang, dan kedamaian. Tatapan yang melembut dan bergegas menuju satu sama lain, namun juga kebekuan yang menyerang ketika harus berhadapan dengan kenyataan. Cinta yang kian bersemi lantas gugur ditelan sunyi. Karena, di dunia yang hiruk pikuk menajamkan perbedaan, cinta mereka sebuah kemustahilan.

Tetapi hati Omar tak berhenti memanggil Anais.

Sebagaimana hatinya tak berhenti memanggil Palestina.

***

Novel ini sudah bisa didapatkan di Gramedia dan toko buku-toko buku di seluruh Indonesia. Selamat membaca dan semoga bisa dinikmati :)

www.facebook.com/PelangiMusimSemi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline