Lihat ke Halaman Asli

RIZKI MAULANA

mahasiswa

Tajam ke Bawah Tumpul ke Atas

Diperbarui: 19 Oktober 2021   14:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Hukum di Indonesia"

Indonesia adalah sebuah negara yang menganut sistem hukum dalam penyelenggaraan pemerintahannya.Semua aturan yang tertera dibentuk dan dirumuskan oleh orang-orang yang dianggap kompeten,sehingga masyarakat dapat merasakan adanya keadilan yang sama satu dengan yang lainnya.

Akan tetapi, melihat kondisi hukum sekarang ini dinilai berat sebelah. Ketika hukum dihadapakan dengan orang yang memiliki kekuasaan, baik itu kekuasaan politik maupun uang, maka hukum menjadi tumpul. Namun, ketika dihadapakan dengan orang-orang lemah, yang tidak mempunyai kekuasaan dan sebagainya, hukum bisa sangat tajam. Hal ini terjadi karena proses hukum itu tidak berjalan secara otomatis, tidak terukur bagaimana proses penegakan hukumnya. Hukum di Indonesia dinilai masih tebang pilih dalam penegakannya.

Dengan demikian, Ungkapan"Tajam Kebawah Tumpul Keatas" menjadi ungkapan yang sering di ungkapakan oleh masyarakat kecil. Hal ini tak lain dan tak bukan karena adanya perlakuan yang tidak adil dari segi penegakan hukum antara masyarakat kecil dengan masyarakat kelas atas.

Padahal undang-undang kita telah mengatur bahwa "setiap orang berhak atas pengakuan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum" UUD NRI 1945 Pasal 28D ayat 1. Undang-undang ini sudah sangat jelas bahwa tidak ada perbedaan didalam penegakan hukum antara masyarakat kelas atas dengan masyarakat kelas bawah.

Mereka semua sama dihadapan hukum, yang berkuasa dan tidak berkuasa itu sama. Tidak ada perlakuan khusus pagi pelanggar. Apakah mereka anak pejabat atau anak pemulung, mereka harus ditindak sesuai dengan apa yang mereka lakukan.

Namun kenyataanya, harapan mendapat keadilan dimata hukum seolah menjadi angan-angan saja. Masih ingatkah kalian tentang kasus bapak Aspuri yang dipenjara 5 tahun hanya karena mengambil kain lusuh yang sebenarnya sudah dibuang? Selain itu nenek Minah yang dituntut 1 bulan penjara dengan masa percobaan 3 bulan karena mencuri 3 buah kakao seharga Rp 2.000.

Lalu ada bapak Busrin yang dipidana 2 tahun dan denda 2 milyar, dengan alasan menebang pohon mangrove untuk dibuatnya bahan bakar memasak, dan yang paling kontroversi adalah nenek Asyani  diduga mencuri 7 batang kayu jati berukuran 15 cm milik Perum Perhutani, dan oleh karena itu beliau dipenjara 5 tahun.

Selain kasus diatas, dimasa pandemi ini ada beberapa kasus yang membuat ramai di media sosial pasalnya dianggap tidak adil dalam penegakannya. Sebagai contoh, seorang pedagang bubur ayam di Tasikmalaya yang didenda 5 juta disebabkan karena melayani empat pembeli makan ditempat. Sementara itu ada anggota DPRD Banyuwangi, Jawa Timur, yang melanggar PPKM dengan menggelar pesta pernikahan. Atas pelanggaran itu, ia hanya didenda Rp 500 ribu.

Contoh kasus-kasus diatas berbanding terbalik dengan beberpa kasus kasus besar yang dialami para petinggi negeri dan mereka hanya mendapat sanksi yang bisa dibilang cukup ringan. Salah satu contohnya yaitu dalam kasus korupsi mantan gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah yang hanya dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda 200 Juta Rupiah. Ia terbukti melakukan suap kepada mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar sebesar 1 Miliar Rupiah untuk memenangkan gugutan yang diajukan pasangan Amir Hamzah dan Kasmin.

Sungguh mengiris hati jika dibandingkan dengan mereka yang melakukan pelanggaran yang bisa dibilang masalah kecil, bahkan kerugianya tidak sampai jutaan apalagi sampai milyaran. Namun mereka harus menanggung hukuman diatas mereka yang merugikan negara bahkan sampai milyaran. Ketegasan dalam penegakan hukum itu sangat penting, namun ketegasan harus disamaratakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline