Lihat ke Halaman Asli

Rizki Muhammad Iqbal

Suka makan ikan tongkol

Pergolakan Konsepsional Masa Depan Kita Sendiri

Diperbarui: 27 Juni 2019   01:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Instagram @iqbalrm__

Setiap orang pasti selalu mendamba masa depan. Mereka yang tidak peduli terhadap masa lalu pasti tidak akan bisa memaksimalkan potensi untuk hidup pada hari ini. Sejatinya apa yang membentuk kita saat ini adalah peristiwa yang sudah terjadi di masa lalu. Dan hari ini pun tentu akan membentuk kita di masa yang akan datang.

"Belajarlah dari masa lalu untuk hidup di masa depan" kata Einstein. Masa lalu memang peristiwa yang sudah terjadi. Garis waktu itu sudah tidak bisa diulang dan diubah jalannya. Kita hanya perlu belajar dan memahami sebab dan akibatnya. Segala permasalahan yang mendasar menuntut kita berpikir jalan apa yang akan kita ambil sebagai opsi pilihan untuk perjalanan hidup ke depannya.

Mahatma Gandhi, seorang tokoh revolusioner India pernah berkata, "Masa depanmu tergantung pada apa yang kamu lakukan hari ini". Jadi masa depan kita akan terbentuk dengan apa yang terjadi hari ini, tentunya juga karena kita telah berusaha mempelajari kehidupan kita di masa lampau.

Namun seringkali kita dihadapkan pada permasalahan yang lebih kompleks. Di titik kita berdiri, di sekeliling kita sering terjadi segala permasalahan yang meliputi semua aspek kehidupan. Bisa karena faktor lingkungan, sosial budaya, keluarga, dan lain-lain. Kita juga sering bertindak ragu-ragu ketika ada pendapat seseorang yang di rasa benar untuk diri sendiri. Padahal pendapat seseorang tidak bisa mengukur sejauh mana diri kita sanggup berkembang. 

Perasaan dan pergolakan pemikiran kita akan goyah ketika pendapat itu masuk dan mempengaruhi konsep yang sudah kita ciptakan. Malahan, mimpi yang selama ini sudah kita rancang dan upayakan akan lenyap terhapus keraguan hanya karena pendapat orang. Hal ini menyebabkan hasrat kita terus terpenjara dalam ruang pergolakan.

Pendapat orang tidak bisa menjadi acuan terhadap diri kita sendiri. Terkadang orang hanya akan menilai dari sudut kacamata sinisnya, atau melihat dari satu sudut pandang saja tanpa melakukan interpretasi dan mencari tahu diri kita yang sebenarnya. 

Mereka lebih senang mengomentari tanpa mencari tahu terlebih dahulu tentang apa yang sudah terjadi. Rata rata, mereka yang berlaku seperti itu adalah orang-orang dengan pikiran yang sempit dan daya berpikir yang dangkal. Pramoedya Ananta Toer berkata, "Seseorang harus adil sejak dalam pikiran, bahkan dalam perbuatan".

Dari kutipan tersebut kita akan lebih terbuka terhadap cara-cara untuk memandang orang lain, karena sejatinya hidup adalah cara kita dalam memandang orang lain. Jika kita selalu terjebak pada pendapat orang, ketika orang lain tersebut mengubah fokus mereka bukan kepada kita lagi, maka akibatnya kita akan kehilangan diri sendiri dan terjadi krisis identitas yang menghancurkan. 

Tentunya hal ini dapat menyebabkan kita seolah-olah hidup dalam penderitaan. Apalagi ketika kita melihat dari luar bahwa hidup orang lain itu lebih menyenangkan. Tidak! Itu hanya persepsi sementara ketika kita melihat seseorang dari satu sudut pandang saja.

Pendapat orang memang harus disaring sebelum kita memutuskan sebuah kesimpulan. Pendapat orang jangan diremehkan, juga jangan ditelan mentah-mentah. Semuanya ada dalam diri kita sendiri. Energi dalam diri sendiri yang akan membawa kita menuju kehidupan baru yang lebih baik. 

Seseorang punya hak untuk berkembang, begitupun dengan kita. Kita perlu membebaskan diri, terutama dalam kebebasan berpikir. Kebebasan berpikir akan membuat kita lebih leluasa dalam mengambil langkah yang tepat guna memperbaiki diri sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline