Lihat ke Halaman Asli

Dilema Anak Guru

Diperbarui: 25 November 2020   17:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suasana kelas 9-B sunyi, semua muridnya tengah mengisi survei yang diberikan oleh guru Bimbingan Konseling tentang rencana masa depan mereka.
Gina membalikkan tubuhnya menghadap Ara. "Ara, nanti kamu mau masuk SMA mana?", tanyanya.
"Ih, pake nanya segala. Ara pasti ke SMA 1, dong! Kan ibunya guru Matematika di sana.", sambar Tanti yang duduk di samping Ara.
"Wah, nanti Ara terkenal jadi 'anak guru' dong, di sana."
"Eh, tapi aku diceritain Kak Mira, katanya di sana serba salah kalo jadi anak guru.", kata Ara.
"Contohnya gimana?"
Ara mengacungkan telunjuknya, "Yang pertama, tentang kepintaran."

***

"Mira, coba kamu selesaikan soal di depan.", perintah guru Kimia.
Mira pun maju dan mengerjakan soal tersebut dengan mudah. Karena pelajaran Kimia adalah favoritnya, maka ia sering berlatih mengerjakan soal Kimia dan cepat hapal rumus-rumus.
"Ya, jawaban kamu benar, Mira. Silakan duduk lagi."
"Wah, Mira pinter banget, deh.", bisik salah satu temannya yang duduk di belakangnya.
"Ya iya, lah. Ibunya kan guru di sini. Anak guru emang harus pinter.", teman yang duduk di sebelahnya balas berbisik. Mira hanya mendengus, pura-pura tak mendengar.


"Mira, berapa nilai PR Bahasa Jerman kamu?", tanya salah satu teman Mira.
"Ah, cuma 60. Aku masih belum ngerti bagian ini, sih.", jawab Mira.
"Hah? Masa cuma 60? Ibu kamu kan guru, masa gini aja gak bisa?", ledek temannya yang lain.
Mira hanya bisa melongo. Ibunya kan, guru Matematika. Apa nyambungnya sama Bahasa Jerman?

***

Jari yang diacungkan Ara bertambah satu. "Contoh kedua, soal perilaku."

***
Mira lagi asyik makan bakso di kantin, saat mendengar adik kelasnya membicarakan dirinya.
"Kamu tahu Kak Mira, gak? Anak kelas 11 IPA D. Dia baik banget, loh. Kemarin bantuin aku beresin buku di perpus. Terus banyak guru juga yang muji dia, katanya dia anaknya sopan sama semua guru."
"Gak heran sih, ibunya kan guru Matematika di sini. Anak guru biasanya pada baik dan sopan."
"Iya, bener. Kalo gak sopan, malu dong. Masa anak guru gak sopan?"

Mira baru saja hendak keluar dari bilik kamar mandi, kalau saja ia tidak mendengar dua suara yang membicarakan dirinya di wastafel.
"Kasihan ya Hara. Gara-gara kemarin dia dimarahin sama Kak Mira, sekarang dia gak mau masuk ekskul basket lagi."
"Loh, tapi kan, itu salahnya Hara datang telat. Kak Mira marahin gitu biar dia disiplin."
"Harusnya kan, bisa diingetin baik-baik. Gak usah marah-marah gitu. Mentang-mentang anak guru, jadi bisa seenaknya marahin orang."
"Dia ketua ekskul, tahu. Ya iya lah harus ngingetin kalo ada anggota yang gak disiplin."

***
"Yang terakhir, masalah informasi. Waktu Kak Mira duluan tahu tentang satu informasi, temen-temennya bilang, 'Ah, pasti lah dia udah tahu. Orang dikasih tahu sama ibunya'. Padahal banyak temennya yang tahu juga. Tapi, giliran Kak Mira paling telat tahu informasi, temen-temennya bilang, 'Masa anak guru gak update, sih?'.". Ara mendengus dan memutar bola matanya kesal. "Mereka maunya apa, sih?"
"Wah, parah juga ya.", ujar Gina. "Kesel ya, jadi anak guru?"
"Nggak, dong! Aku bangga banget ibuku jadi guru. Guru itu kan, pahlawan sejati.". Ara melirik kertasnya yang masih kosong sebagian. "Aku mau lanjut ke SMA 1 aja, ah. Biar bisa diajarin sama ibuku."
"Kamu gak takut nanti kayak kakakmu, serba salah gitu?", tanya Tanti.
"Gak takut. Tinggal aku galakkin aja yang ngomong gitu!"


SELAMAT HARI GURU NASIONAL
Untuk ibuku, dan seluruh guru di Indonesia 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline