Lihat ke Halaman Asli

Sandur, Seni Tradisional yang Sempat Padam di Tengah Gejolak Politik Indonesia

Diperbarui: 7 November 2024   17:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kesenian sandur adalah kesenian khas daerah Tuban, Bojonegoro dan sekitarnya yang berbentuk dramatari dengan musik sebagai pengiring. Sesuai dengan drama-drama pada umumnya, sandur pun mengangkat cerita sederhana dari kehidupan agraris masyarakat sekitar dengan beberapa tujuan. Selain sebagai hiburan setelah lelah bekerja, sandur juga berfungsi sebagai ritual yang telah ada sejak dulu.

 Kesenian yang dipentaskan pada malam hari dan mencakup drama, tari, serta musik ini menggunakan bahasa Jawa ngoko dalam pementasannya, namun terkadang juga menyelipkan bahasa Jawa krama. 

Jumlah pendukung pementasan dalam kesenian ini berjumlah dua puluh hingga dua puluh lima orang dengan posisi berbeda. Ada yang bertugas sebagai pemain musik kendhang dan gong, panjak hore, pemain jaranan, dukun, dan empat pemeran tokoh. Pemilihan empat tokoh ini adalah anak lelaki yang belum dikhitan karena dianggap masih suci. 

Sebenarnya, kesenian sandur ini hampir sama dengan ludruk Surabaya, namun letak perbedaannya adalah pada jalan cerita yang disuguhkan di mana Sandur memiliki cerita yang lebih sederhana dengan hanya memiliki satu lakon saja.

Kesenian sandur tentunya begitu menghibur dan mengajarkan banyak sekali pesan moral kehidupan masyarakat sehingga siapapun akan dapat menyaksikan kesenian ini dengan nyaman. Dengan adanya sandur, masyarakat juga dapat dengan mudah melepas lelah setelah seharian bekerja dengan tontonan menarik yang syarat akan pesan moral. 

Sebagai kesenian yang telah lama ada, sandur turut menyumbang keragaman kesenian di Indonesia, khususnya di Jawa Timur. Selain itu, sandur juga dapat dijadikan wadah bagi masyarakat yang memiliki keahlian dalam bidang drama, tari, dan musik sehingga mereka tidak kebingungan dalam menyalurkan bakat.

Dari banyaknya fungsi dan manfaat sandur, nyatanya kesenian ini sekarang telah jarang sekali ditemui. Beberapa tempat memang masih menampilkan sandur, namun sudah tidak seramai dahulu. Apalagi, dahulu sandur pernah dilarang tampil karena dianggap berafiliasi dengan PKI yang bertujuan menyebarkan propaganda komunisme sehingga kesenian ini menjadi redup dan hampir padam. 

Baru beberapa tahun kemudian, sandur kembali mendapat izin untuk pementasan hingga sekarang. 

selain itu, faktor lain dari kemunduran sandur juga dipengaruhi oleh banyaknya hiburan lain yang lebih canggih seperti televisi dan dawai yang tentunya lebih menarik bagi sebagian besar pemuda pemudi, sangat jarang dipentaskan sehingga banyak generasi muda yang tidak mengetahui kesenian ini, dan bahkan ada yang berpendapat bahwa kesenian ini menyimpang dari ajaran agama dan memiliki makna negatif, walau sebenarnya sandur masih sama seperti seni teater tradisional lainnya.

Terlepas dari perspektif beberapa masyarakat, khususnya para pemuda yang menganggap sandur bermakna negatif, sandur tetap menjadi kesenian tradisional yang patut untuk dilestarikan. Banyaknya manfaat dan fungsi sandur nyatanya jauh lebih besar terutama untuk menambah ragam budaya di Indonesia. 

Kesenian ini juga sebenarnya dapat memberikan banyak pesan moral kepada pemain maupun penonton tentang tolong menolong, kerja keras, ikhlas, dan sebagainya. Sandur juga dapat membuka peluang dalam melahirkan bibit-bibit hebat dalam dunia teater sehingga nantinya akan dapat bermain teater di pementasan yang lebih besar dan kembali mengembangkannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline