Lihat ke Halaman Asli

rizkaita

Pembaca, penulis, dan kawan seperjalanan

Kepada kamu yang seperti aku

Diperbarui: 10 Februari 2021   13:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hai, apa kabar?

Tolong dijawab karena meski aku ingin sekali menentukan jawaban sendiri, pertanyaan ini milikmu. Jawabannya punyaku. Maka bagaimanapun aku akan menerimanya. Mungkin tak langsung lapang dada, tapi suaramu yang sedikit saja akan kupeluk mesra.

Kau pasti akan keras kepala memintaku menjawab duluan. Baiklah ini dia, aku masih bisa menulis dan memikirkanmu tanpa harus dibantu selang oksigen. Berjemur agak susah, karena seperti juga tempatmu, di sini kerap hujan seharian. Tapi aku berusaha memenuhi tubuhku dengan pisang, ikan pindang, jambu air, atau sesekali udang. Sesuai dengan jumlah rupiah di tangan. Lalu kamu?

Begini, kamu boleh memulainya dari beberapa hal yang membuat retak hatimu sebagian. Orang sekitar yang tak percaya lagi pandemi ini ada meski kita kehilangan beberapa orang terdekat, misalnya. Aku kerap kali juga ingin mengaburkan fakta tentang keberadaan virus yang makin nyata. Satu tahun nalar dan rasa dibentur-benturkan, tak ayal kita koyak. Menulis sampai sini saja, aku ingin berhenti dan masuk dalam dadamu yang telah berkali-kali mengalami patah sendirian.

Bulan ini keberuntungan kita masih sama, virus ini (mungkin) belum hinggap di badan kita. Dan Februari masih saja datang sebagai tukang pos yang ramah. Maka aku menitip satu surat ini kepadamu. Sebab meski aku  sudah keluar rumah, begitu pun kamu rasanya, karena kebutuhan dan kebuntuan mengimpit kita pelan-pelan. Tapi ya, kita tak bersua. Belum saatnya.

Tak ada tempat yang benar-benar aman sekarang. Di negeri ini, jangankan yang terjangkiti, mereka yang gugur karena pandemi hanya dihitung sebagai angka, bukan nyawa. Ku ingatkan jika kau lupa, kamu dan hidupmu benar-benar berharga. Di manapun kamu bertahanlah di situ sekuat-kuatnya, entah dari kuman, rasa bosan atau ajakan bupati sekalipun, apalagi untuk sebuah perayaan. Berapa tahun pun waktu yang dibutuhkan, kita tunjukan perjuangan yang tidak kenal lengah.

Maaf aku terlalu menggebu-gebu barusan. Keningmu pasti sedang berkerut jelek sekali sekarang. Kalau aku bisa menitipkan tangan pada surat ini, pelan ia akan mengusap di antara alis lebatmu agar membuat keduanya tak bertemu. Oh demi Tuhan, sekarang laci ingatan favoritku terbang berhamburan. Seharusnya aku di sana, melihatmu dari jarak  terdekat yang pasti lebih sering melipat tangan dan berfokus pada sebuah layar. Entah berita atau perhitungan apa di dalamnya, atau justru hanya game online yang membuatmu terpaku pada kursi dan meja.

Tapi mataku juga lebih lama melihat layar saat ini. Urusan kuliah, pekerjaan, sampai pertemanan sekarang pindah semua kan ke sana? Kadang aku menemukan hiburan bukan dari percakapan daring, tapi suara-suara samar dari tetangga sebelah. Satu hari aku bisa mendengar kidung pujian yang ku bayangkan dinyanyikan sampai memejamkan mata. Di hari lain aku mendengar isak tangis dan tawa dalam durasi satu percakapan. Maaf, bukan obrolan kita tak menyenangkan, aku hanya senang sekali mendapati masih ada manusia di sekelilingku dan sama seperti kita. Berusaha menjaga diri.

Sama seperti kamu, aku juga mencoba melewati tahap membenci virus menjengkelkan ini. Aku sempat mengalihkannya dengan berlama-lama di dapur, meski apa yang ku masak masih kalah jauh dari menu steak dan kopi bikinanmu. Aku mulai berjalan kaki, bersepada, mengikuti gerakan dari video. Apa saja untuk tetap hidup dan bisa kau latih berlari. Itu berarti kamu pun harus tetap hidup untuk melunasi janji, ya! Iya aku tetap tak akan menolak jika setelahnya kita makan tanpa menghitung kalori.

Ngomong-ngomong sepertinya suratku sudah terlalu panjang. Daritadi aku bisa mendengar nada pesan masuk dan panggilan bersahutan. Mungkin Februari memang akan jadi bulanmu menerima banyak pesan, aku ingin bergantian agar kamu tak kelelahan. Boleh ya aku menutupnya dengan satu permintaan?
Tolong ambil jeda setelah semua usaha, beri hari libur bagi mata dari banyak berita menakutkan, juga telinga dari mendengar ratusan ocehan yang tak selalu kamu butuhkan.
Terima kasih sudah menjaga diri sebaik ini.

Peluk dirimu untuk aku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline