Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Rizki

Pekerja, Mahasiswa, Penulis

Potensi Pelanggaran Monopoli atas Keberadaan Investment Holding Company Sektor Gas Bumi PT Perusahaan Gas Negara Tbk dan PT Pertamina Gas

Diperbarui: 8 Maret 2022   02:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada dasarnya, dasar hukum menjadi acuan untuk dilakukannya holding company sektor minyak dan gas bumi ialah Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2018 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Pertamina (selanjutnya disebut PP No 6/2018). Di dalam PP tersebut, memuat mengenai pemindahan saham milik negara di PT. Perusahaan Gas Negara tbk dan kontrol Perusahaan PT. Perusahaan Gas Negara atas saham Seri A Dwiwarna sejumlah satu lembar oleh pemerintah. Kemudian, pasca dikeluarkannya PP No 6/2018 dilanjutkan aksi korporasi akusisi PT. Pertamina Gas oleh PT. Perusahaan Gas Negara Tbk yang hanya dilakukan sebatas perjanjian pengalihan kepemilikan saham. Perjanjian pengalihan kepemilkan saham tersebut tertuang pada Perjanjian Jual Beli Saham Bersyarat (Conditional Sales Purchase Agreement, selanjutnya disebut CSPA).

CSPA tersebut mengalihkan saham Seri B milik Negara PT. Perusahaan Gas Negara Tbk kepada PT. Pertamina (Persero) kemudian PT. Perusahaan Gas Negara mengakuisisi anak perusahaan PT. Pertamina Gas dimana kedua perusahaan tersebut bergerak dalam bidang usaha bisnis yang sama. Sebelum dikeluarkan PP No 6/2018, pemerintah melalui Kementrian Badan Usaha Milik Negara memiliki saham 100% PT Pertamina (Persero), dan PT Pertamina Gas dimiliki saham 99% oleh PT. Pertamina. Kemudian, Pemerintah melalui Kementrian Badan Usaha Milik Negara memiliki saham 57% dan sebesar 43% saham PT. Perusahaan Gas Negara dimiliki oleh publik, baik internasional atau domestik dan baik pribadi maupun individu.

Namun, setelah dikeluarkannya PP No 6/2018, PT. Perusahaan Gas Negara Tbk menjadi anak perusahaan BUMN PT. Pertamina (Persero), Kemudian setelah dikeluarkannya PP No 6 Tahun 2018 ini, PT. Perusahaan Gas Negara yang sebelumnya ialah BUMN yang berdiri secara entitas mandiri, menjadi anak perusahaan dari PT. Pertamina (Persero) dan statusnya sebagai BUMN telah menjadi Perseroan Terbatas (PT).

Pada tahap selanjutnya, adalah aksi korporasi (corporate action). Aksi korporasi tersebut merupakan bentuk inisiatif masing -- masing korporasi sebagi bentuk tindak lanjut pembentukan induk perusahaan atau holding company memiliki transaksi saham tersebut adalah Rp. 16.604.312.010.201 (16 Triliun) atau setara dengan 51% dari seluruh modal ditempatkan dan disetor dalam PT. Pertamina Gas. Dengan harapan peran posisi perseroan dalam usaha hilir (downstream business) terkait distribusi dan transmisi gas bumi terlebih juga untuk menghindari dualisme infrastruktur gas bumi kepada end user sehingga menghemat biaya perusahaan. Oleh karena itu, PT. Perusahaan Gas Negara Tbk memiliki kendali atas PT. Pertamina Gas dengan kepemilikan saham 51% tersebut.

Setelah dikeluarkan PP No. 6 Tahun 2018, PT. Perusahaan Gas Negara Tbk melalui CSPA atau perjanjian , atau akusisi PT. Perusahaan Gas Negara Tbk terhadap PT. Perusahaan Gas Negara kemudian dilakukan, mengingat untuk membentuk suatu holding company sektor minyak dan gas bumi. CSPA ini merupakan bentuk inisiatif aksi korporasi (corporate actions) yang tidak diatur dalam PP No. 6 Tahun 2018 mengingat PP No. 6 Tahun 2018 ini hanya mengatur mengenai pengalihan saham milik negara. Setidaknya dapat berimplikasi terhadap potensi pelanggaran atas prinsip -- prinsip persaingan yang sehat yang diatur dalam Undang -- Undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Substansi PP No. 6 Tahun 2018 tidak mengatur mengenai akuisisi yang dilakukan PT. Perusahaan Gas Negara Tbk Terhadap PT. Pertamina Gas. Tidak adanya pengaturan akuisisi tersebut dapat dilihat isi Peraturan Pemerintahnya. Kemudian, dapat disimpulkan bahwa aksi korporasi tersebut hanya perbuatan business to business yang menjadi faktor pendukung rencana strategis holding company sektor minyak dan gas bumi. Adapun potensi yang dapat penulis jabarkan yang akan menimbulkan pelanggaran terhadap prinsip persaingan atas akuisisi ini adalah pelanggaran terhadap abuse of monopoly sections, yakni terhadap monopoli usaha, harga , dan pipa transmisi dan distribusi gas bumi.

 

Aksi korporasi tersebut menimbulkan beberapa implikasi. Yakni implikasi terhadap strategis bisnis dan sinergi antar perusahaan dan potensi pelanggaran terhadap prinsip - prinsip persaingan usaha. Dalam strategi bisnis dan sinergi antar perusahaan, PT. Perusahaan Gas Negara Tbk dan PT Pertamina Gas akan difokuskan pada masing -- masing jenis usaha. Sebelum dilakukan akuisisi, dalam strategi bisnis, PT. Perusahaan Gas Negara Tbk dan PT. Pertamina Gas merupakan kompetitor di lapangan. Kedua perusahaan tersebut merupakan kompetitor pada wilayah bisnis: (1) Produksi / Impor, (2) Regasifikasi dan Transmisi, (3) Distribusi, dan (4) Konsumen (End User)

 

Pemain BUMN dalam wilayah bisnis hulu dan hilir sebelum dilakukannya akuisisi adalah PT. Pertamina (Persero) dan PT. Perusahaan Gas Negara Tbk. Tetapi, Setelah dilakukannya akuisisi kedua perusahaan tersebut, kompetitor ini sepakat untuk melakukan pembagian kewenangan bisnis (supply chain) pada wilayah produksi atau impor, regas dan transmisi, distribusi, dan konsumen. PT. Perusahaan Gas Negara Tbk selaku anak perusahaan PT. Pertamina (Persero) akan memiliki otonomi tersendiri untuk melakukan pengembangan dan strategis bisnisnya.

Koordinasi antara PT. Pertamina (Persero) dan PT. Perusahaan Gas Negara dalam holding company Tbk pasca akuisisi kedua kompetitor tersebut, dalam kajian dan paparan tentang holding company sektor Minyak dan Gas Bumi, pembagian kewenangan bisnis tersebut ialah : (1) PGN akan berkontrak langsung dengan pemasok gas domestik, (2) Regasifikasi atau pemrosesan gas akan dilakukan oleh PGN; (3) Semua kontrak pipa transmisi akan dilakukan dan dialihkan oleh PGN; dan (4) Semua kontrak pipa distribusi akan dilakukan dan dimiliki oleh PGN.

Sebagai bentuk Investement Holding, PT. Pertamina (Persero) sebagai induk perusahaan tidak melakukan kegiatan operasional. Dalam strtukur holding company sektor minyak dan gas bumi, akan dibagi dan difokuskan pada setiap jenis usaha hulu dan hilir. Sebagai konsekuensi invenstement holding, PT. Perusahaan Gas Negara Tbk dan PT. Pertamina Gas sebagai anak perusahaan PT. Perusahaan Gas Negara Tbk terbebas dari kegiatan operasional induknya. Oleh karena itu, pembentukan holding company diharapkan tercipta bisnis yang saling menguatkan antar hulu yang sebagian besar dikelola PT. Pertamina (Persero) dan hilir yang sebagian besar dikelola oleh PT. Perusahaan Gas Negara Tbk.  PT. Pertamina (Persero) sebagai induk holding, lebih fokus pada ladang -- ladang dan wilayah kerja hulu dan PT. Perusahaan Gas Negara Tbk menjadi pengelola gas domestik yang memiliki fleksibilitas dan pengembangan gas akan disetujui oleh PT. Pertamina (Persero). Tetapi, Disamping pengelolaan bisnis hulu oleh PT. Pertamina (Persero), PT. Perusahaan Gas Negara Tbk tetap dapat melakukan bisnis dengan pemain pada bisnis hulu lainnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline