Dewasa kini para remaja hanya fokus akan ke hp mereka. Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang pembahasn ini, apa si yang dimaksud dengan media sosial? Nah Media sosial adalah sebuah media daring yang digunakan satu sama lain yang para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berinteraksi, berbagi, dan menciptakan isi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. kini perkembangan teknologi di era globalisasi saat ini memberikan dampak nyata bagi kehidupan manusia.
Teknologi memberikan efek baru bagi manusia dalam bersosialisasi dan telah menjadi sarana bermedia sosial bagi masyarakat (Baidu, dalam jurnal). menurut laporan terbaru dari agensi marketing We Are Social dan platform manajemen media sosial Hootsuite mengungkap bawha lebih dari separuh penduduk di Indonesia telah "melek" alias aktif menggunakan media sosial pada Januari 2021. Dalam laporan berjudul Digital 2021: The Latest Insights Into The State of Digital itu, disebutkan bahwa dari total 274,9 juta penduduk di Indonesia, 170 juta di antaranya telah menggunakan media sosial. Dengan demikian, angka penetrasinya sekitar 61,8 persen, sangat banyak dan membeludak kan sobat.
Gejala negatif yang tampak dari penggunaan Sosial media dalam dunia pendidikan, disini saya akan memberikan salah satu contohnya yaitu siswa sering larut dalam bermain Sosial media sampai melupakan kegiatan mereka sebagai seorang pelajar, bermain Sosial media sering tak kenal waktu, tidak dapat mengontrol, mengurangi atau menghentikan penggunaan, menjadi malas dalam belajar atau malas melakukan suatu kegiatan yang diharuskan seperti mengerjakan tugas karena mereka lebih tertarik untuk membuka Sosial media akibat terlalu seringnya mengecek Sosial media untuk mengetahui informasi atau berita terbaru. hal tersebut membuat para pelajaran menjadi kecanduan akan sosial media, nah dampak terburuk atau pengaruh Sosial media bagi dunia pendidikan yaitu menurunnya minat dan prestasi belajar menjadi terganggu akibat adanya kecanduan.
Dalam kacamata biologi, ada dua hal paling mendasar yang membuat manusia harus berkomunikasi. Pertama, kebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kedua, kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Namun, pendekatan biologi pada ilmu komunikasi dimulai dari aspek-aspek hayati pada diri manusia misalnya, kondisi otak, telinga, mata, dan mulut (lidah dan bibir untuk komunikasi verbal). Dengan kata lain, biologi mencoba mengangkat faktor-faktor biologis pada diri manusia komunikan untuk mempelajari perilaku komunikasinya. Kajian baru inilah yang kemudian kita kenal sebagai biologi komunikasi.
Secara ontologis, biologi komunikasi berupaya menunjukkan dan menjelaskan tentang perilaku komunikasi manusia dalam berbagai bentuk dengan pendekatan analisis biologi, khususnya telaah tentang peranan otak-otak kiri dan kanan.
Secara ontologis, biologi komunikasi berupaya menunjukkan dan menjelaskan tentang perilaku komunikasi manusia dalam berbagai bentuk dengan pendekatan analisis biologi, khususnya telaah tentang peranan otak-otak kiri dan kanan.
Dalam bukunya, Komunikasi Biologi Komunikasi Pembelajaran Berbasis Brain Infromation Communication And Technology (2009), Deni Darmawan, mengatakan bahwa secara epistemologis, biologi komunikasi harus mampu menjelaskan tentang kebenaran itu dan apa saja bukti yang dapat dipertanggunjawabkan agar ketentuan itu dapat dipercaya.
Biologi komunikasi, ujarnya, dapat ini dipetakan ke dalam bentuk perilaku internal dan eksternal. Berbagai fenomena biologi, khususnya komunikasi internal di dalam otak, dapat dijelaskan secara lebih detail, mulai dari pengondisian bagian spesifik otak hingga ia melakukan komunikasi intrapersonal. Aktifitas intrapersonal itu mewakili kegiatan biologi komunikasi yang dilakukan oleh bagian spesifik otak.
Di sini saya akan memaparkan beberapa akibat dari penggunaan sosial media yang berlebihan menurut prespektif psikologi, diantaranya yaitu:
- Narcissistic Personality Disorder. Orang yang menderita gangguan ini sangat mengagumi dirinya sendiri secara berlebihan, egois, tidak punya empati dan tidak ingin mendengarkan orang lain serta tidak ingin semua perhatian lepas dari dirinya. Orang ini bahkan bisa memandangi dirinya sendiri di cermin selama berjam -- jam tanpa melihat adanya kekurangan pada fisik dan mentalnya sendiri
- Body Dysmorphic Disorder (BDD). Gangguan BDD adalah kondisi dimana penderitanya merasa tidak aman, takut atau tidak percaya diri pada tubuhnya sendiri. Buat mereka, becermin adalah cara untuk mengingatkan dirinya sendiri mengenai keburukan fisiknya dan akan selalu ada bagian tubuhnya yang tidak sempurna.
- Addiction/Kecanduan untuk mengunggah sesuatu atau mengecek media sosialnya setiap saat, menonton youtube,bermain game online, membuat status di media sosial setiap saat, dan lain -- lainnya. Kecanduan ini akan mengganggu aktivitas harian orang tersebut, kurang fokus, sulit tidur, kurang fokus, dan menjadi malas serta tidak produktif.
- Social Media Anxiety Disorder. Para penderitanya merasa tidak bisa lepas dari media sosialnya. Sehingga mereka akan selalu mengecek media sosialnya kapan saja mereka beraktivitas dan dimana saja. Mereka juga akan merasa terganggu apabila jumlah follower atau jumlah orang yang berkomentar dan menyukai postingannya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, sehingga lebih seperti terobsesi dengan media sosial.
- Borderline Personality Disorder (BPD). Kepribadian borderline atau gangguan kepribadian ambang bisa dialami karena seseorang merasa tersisih dan khawatir setiap kali ia melihat suatu acara di media sosial teman -- temannya yang berlangsung tanpa melibatkan atau mengundang dirinya. Pada awalnya, gangguan tersebut hanya sebatas kesal dan kecewa karena tidak dilibatkan, namun lama kelamaan bisa berkembang menjadi perasaan ditolak oleh lingkungannya.
- Obsessive Compulsive Disorder (OCD). Keinginan untuk terlihat sempurna setiap saat juga bisa menimbulkan gangguan jiwa akibat sosial media berupa gangguan obsesif kompulsif. Seperti yang kita ketahui, dalam bermedia sosial sebagian besar adalah mengenai pencitraan diri yang semaksimal mungkin. Orang tidak ingin terlihat jelek di mata para pengguna media sosial lainnya, sehingga menciptakan obsesi mengenai kesempurnaan diri dan rela menghabiskan banyak waktu untuk terlihat sempurna di media sosial.
- Fear Of Missing Out (FOMO). FOMO merupakan gangguan jiwa berupa perasaan atau dorongan yang berlebihan untuk mengikuti trend di media sosial. Penderitanya mengalami kecanduan akut terhadap internet dan media sosial, bahkan merasa sangat cemas jika tidak dapat terhubung dengan akun media sosialnya walaupun hanya untuk sesaat.
Nah itu tadi merupakan beberapa dampak dari pengguanaan media sosial. Bagaimana sobat? Apa soba mempunyai slah satu cirinya? Tahu tidak, banyaknya efek buruk dari penggunaan media sosial hingga dapat menimbulkan gangguan jiwa akibat sosial media perlu diwaspadai dan dipertimbangkan oleh semua pengguna. Idealnya, menggunakan media sosial perlu diimbangi dengan adanya akal sehat dan juga kebijaksanaan dalam memilah dan memilih tentang konten apa yang paling baik untuk diri kita sendiri. Dengan kata lain, pengguna media sosial haruslah seseorang yang cermat dan pintar untuk melihat keburukan atau pengaruh buruk dari media sosial tersebut.