Lihat ke Halaman Asli

rizka ainiyah

Mahasiswa

G30S-PKI

Diperbarui: 9 Oktober 2022   13:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Keberadaan dan berdirinya suatu negara tentunya memiliki sejarah yang sangat panjang, seperti halnya Indonesia. Setelah kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia secara keseluruhan harus berjuang untuk menjalankan kedaulatannya. Bahkan setelah merdeka, bangsa Indonesia harus mengalami berbagai gejolak. Salah satunya adalah gerakan 9/30 yang dicanangkan oleh Partai Komunis Indonesia pada tahun 1965.

Hari kesaktian Pancasila diperingati setiap 01 Oktober sesuai dengan keputusan presiden. Peringatan ini dilakukan untuk mengenang Kembali sejarah mempertahankan bangsa Indonesia, termasuk penghormatan terhadap jasa para pahlawan revolusi yang gugur dalam peristiwa G30SPKI. 

Dalam peristiwa tersebut terdapat 6 jenderal dan 1 perwira yang dibantai karena terafiliasi dengan PKI. Insiden itu terjadi dari 30 September hingga 1 Oktober 1965 di Jakarta dan Yogyakarta, menewaskan enam perwira senior dan satu letnan jenderal militer Indonesia dalam upaya kudeta yang gagal.

Pada tanggal 1 Oktober 1965, Mayor Jenderal Suharto mengambil alih kepemimpinan Angkatan Darat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Pengambilalihan ini terjadi karena panglima Anokatan Dalat gagal menjalankan misinya. Tindakan Mayor Jenderal Suharto antara lain menetralisir pasukan di dekat Lapangan Merdeka, merebut gedung RRI dan markas komunikasi yang dikuasai PKI, dan mengeluarkan pasukan G30S/PKI dari Pangkalan Udara Harum Perdanakusuma.

Gerakan G30S/PKI atau 30 September 1965/PKI bisa dikatakan sebagai pengkhianatan terbesar terhadap bangsa Indonesia. Peristiwa itu terjadi pada malam hari, tepatnya pada pergantian 30 September dan 1 Oktober. Baik Tentara Chakrabilawa maupun Partai Komunis Indonesia atau PKI terlibat dalam tragedi ini.

G30S adalah gerakan yang bertujuan untuk membubarkan pemerintahan Presiden Sukarno dan menjadikan Indonesia negara komunis. Gerakan ini dipelopori oleh DN Aidit, yang saat itu menjadi pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, Letnan Kolonel Untung, seorang anggota Cakrabirawa (Pengawal Istana), memimpin pasukan yang diyakini setia kepada PKI.

Gerakan ini ditujukan untuk perwira tinggi militer Indonesia. Tiga orang yang diserang tewas seketika di rumahnya. Lainnya diculik dan dibawa ke Ruban Bouaya. Jenazah tujuh perwira TNI AD ditemukan beberapa hari kemudian.

Keenam perwira senior TNI yang menjadi korban peristiwa ini adalah:
- Letnan Jenderal Ahmad Yani anumerta
- Mayor Jenderal Laden Soeprapt
- Mayjen Mas Tilto Darmo Haryono
- Mayor Jenderal Siswond Perman
- Brigadir Jenderal Donald Isaac Pandjaitan
- Brigjen Stoyo Siswodiharjo


Sedangkan target utama Panglima TNI AH Nasution berhasil kabur. Namun, putrinya Ade Irma Nasution ditembak mati dan ajudannya Letnan Pierre Andreas Tendin diculik dan ditembak di Lubang Buaya.

Keenam jenderal tersebut di atas dan Letnan Pierre Tendean kemudian disebut pahlawan revolusi. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009, gelar tersebut juga telah diakui sebagai pahlawan nasional.

Selain itu, beberapa orang meninggal di Jakarta dan Yogyakarta. mereka:
- Kapolsek Karel Satutu Tubun
- Kolonel Katamso Darmoksmo
- Letnan Kolonel Sugishirono Mangeunwiyoto

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline