Lihat ke Halaman Asli

Rizka Amalia

UIN Sunan Ampel Surabaya

Membangun Kepercayaan Publik dalam Menjaga Integritas Hakim

Diperbarui: 31 Oktober 2023   12:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebutan “Wakil Tuhan” merupakan sebutan yang sudah tidak asing lagi di dengar untuk mewakilkan penyebutan kepada seseorang yang berprofesi sebagai hakim. Sebutan ini memang tidak tertera secara tersurat dalam peraturan perundang-undangan manapun, tetapi adanya penyebutan ini memberikan gambaran besarnya peran serta tanggung jawab hakim dalam menjaga dan menegakkan suatu hukum dan keadilan di muka bumi ini.

Dibalik julukan tersebut tentulah ada banyak tantangan yang harus dilewati oleh seorang hakim. Tantangan tersebut tidak hanya berupa tantangan mental tetapi juga tantangan fisik, mulai dari adanya pengambilan keputusan yang sulit, adanya hukum yang cepat berubah sehingga menuntut hakim untuk dapat mengikuti perkembangan zaman, adanya tuntutan untuk memberikan putusan yang adil, hingga tantangan dari adanya perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim (PMKH).

Dari berbagai macam tantangan tersebut, PMKH menjadi suatu hal yang serius karena berhubungan langsung dengan marwah dan integritas hakim sebagai penegak hukum. Menurut data yang dirilis oleh Komisi Yudisial dalam lampiran Peraturan KY Nomor 1 Tahun 2020 tentang Renstra Dikompresi menyebutkan bahwa ada total 49 kasus PMKH dalam kurun waktu 2015 hingga 2020. Kemudian dalam laporan terbarunya, sampai dengan tahun 2022 ada sekitar 85 kasus dugaan PMKH (perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim) yang telah ditangani. Walau jumlah tersebut bukanlah angka yang besar, namun bilamana tidak mendapatkan penanganan dan pencegahan yang tepat, PMKH akan memberikan dampak yang cukup signifikan baik secara individual hakim itu sendiri maupun terhadap sistem peradilan secara keseluruhan.   

Bahaya PMKH (Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim)

Pasal 1 Peraturan KY Nomor 8 Tahun 2013 tentang Advokasi Hakim menyebutkan bahwa PMKH merupakan perbuatan orang perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang mengganggu proses pengadilan, atau hakim dalam memeriksa, mengadili, memutus perkara, mengancam keamanan hakim di dalam maupun diluar persidangan, hingga menghina hakim dan pengadilan. Dari adanya pendefinisian pada pasal tersebut, dapat dijelaskan bahwa PMKH bisa berupa berperilaku tercela dan tidak pantas di pengadilan, tidak mentaati perintah pengadilan, menyerang integritas dan impersialitas pengadilan, menghalangi jalannya penyelenggaraan pengadilan, hingga memberikan terror maupun ancaman terhadap hakim.

Ada berbagai faktor yang melatar belakangi munculnya perbuatan-perbuatan tersebut, mulai dari kurangnya kepercayaan publik terhadap dunia peradilan, adanya jaminan kebebasan berpendapat dan kebebasan pers yang melebihi batas rules of law nya, hingga minimnya pengetahuan masyarakat akan hukum yang berlaku.

Dari adanya berbagai macam bentuk dan faktor terjadinya PMKH tersebut ada dampak signifikan yang bisa ditimbulkan, mulai dari keraguan terhadap integritas hakim, kepercayaan publik terhadap sistem peradilan yang semakin terkikis, munculnya ketidakpastian dan keraguan terhadap keputusan hakim, melemahkan otoritas dan kekuatan hukum, hingga rusaknya karir seorang hakim.

Menghindarkan Hakim dari PMKH (Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim)

Kepercayaan publik merupakan salah satu hal utama dalam negara demokrasi, semua elemen dan komponen di negara demokrasi haruslah didukung dengan adanya kepercayaan publik yang cukup. Adanya kepercayaan publik yang cukup inilah yang kemudian akan memberikan pondasi kuat dalam penerapan dan pelaksanaan negara demokrasi.

Peran penting terjaganya kepercayaan publik haruslah disadari oleh tiap lembaga, utamanya peradilan. Adanya prinsip negara yang berdasarkan atas hukum dalam negara demokrasi membuat peradilan harus menjadi suatu lembaga yang dapat diandalkan oleh publik sebagai penjamin atas keadilan, kemerdekaan, serta keberlakuan suatu hukum di negara demokrasi.

Sesuai dengan data survei yang disajikan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI), dalam kurun waktu Oktober 2022 hingga Januari 2023 terdapat penurunan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan di Indonesia, pada awalnya (di bulan Oktober 2022) tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan ada pada presentase 61%, tetapi dalam kurun waktu tiga bulan presentase tersebut turun menjadi 58%. Namun terdapat peningkatan pada satu bulan berikutnya (Februari 2023), data yang dirilis oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan mengalami peningkatan yang cukup pesat hingga mencapai angka 66%. Hal ini tentu harus dipertahankan oleh para penegak hukum di Indonesia, utamanya lembaga peradilan. Adanya data ini menunjukan bahwa memang kepercayaan publik merupakan hal yang tidak statis, adakalanya kepercayaan tersebut mengalami peningkatan maupun penurunan, yang tentulah adanya peningkatan dan penurunan kepercayaan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline