Lihat ke Halaman Asli

5 Centimeters per Second

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Original Title: Byôsoku 5 senchimêtoru Director : Makoto Shinkai Writers : Steven Foster, Alex Von David Stars : Kenji Mizuhashi, Yoshimi Kondou, dan Satomi Hanamura Saya lagi kepingin meresensi film. Hitung-hitung sekalian mengingat-ingat film yang berkesan yang pernah saya tonton, tapi belum saya tuliskan komentar saya tentang film itu. Setelah semalam sempat me-republished “Never Let Me Go” (di tumblr pribadi saya), kini saya akan mem-press release review saya tentang film “5 Centimeters per Second.” Film ini sudah saya tonton lebih dari setahun yang lalu. Sebuah anime dari Jepang yang menarik perhatian saya, selain karena banyak kometar positif mengenai film ini, judulnya juga menggelitik, “5 Centimeters Per Second: a chain of short stories about their distance”, nah lho ada kata-kata distance-nya coba, hahahaha. Saya yang waktu itu sedang menjalani hubungan jarak jauh dengan seorang laki-laki jadi penasaran dengan film yang menceritakan mengenai “jarak” ini ;) The movie is named 5 Centimeters Per Second for the speed at which cherry blossom petals fall, petals being a metaphorical representation of humans, reminiscent of the slowness of life and how people often start together but slowly drift into their separate ways. Yup. 5 sentimeter per detik adalah kecepatan waktu kelopak bunga sakura jatuh ke tanah menurut perhitungan fisika. Bunga sakura disini merepresentatifkan manusia, betapa manusia sering memulai sesuatu (dalam hal ini umumnya sesuatu yang berhubungan dengan hati, perasaan, dan komitmen) secara bersama-sama, namun seiring waktu, mereka mulai terpisah dengan jalan kehidupan masing-masing. Kecepatan kelopak bunga sakura jatuh ke tanah. Bagi yang pengetahuan fisikanya cukup baik, pastilah ingat mengenai rumus “v = s/t”. “Kecepatan” adalah “jarak” yang dibagi dengan “waktu tempuh”. Dapat dianalisis, waktu dan jarak merupakan variabel dari kecepatan itu sendiri. Waktu dan jarak. Jarak dan waktu. Dua komponen utama film ini. “5 Centimeters per Second” menawarkan suatu perpaduan cerita utuh yang terbagi dalam 3 kisah mini yang saling berkaitan dan memiliki sudut pandang yang berbeda-beda. Kisah dibuka dengan kisah cinta antara Takaki dan Akari, dua manusia yang dipertemukan di elementary school. Keduanya akrab karena memiliki background yang mirip. Namun, kisah mereka terpisah ketika keluarga Akari pindah ke kota lain. Selepas Akari pindah, jarak antara mereka masih bisa dijembatani dengan surat. Keakraban mereka masih tidak berubah, mereka saling bertukar cerita dan berbagi mengenai kehidupan mereka. Bahkan, Takaki pun berusaha keras untuk datang ke kota tempat Akari tinggal. Tak pernah ada kata cinta yang lantang mereka ucapkan, atau tertulis gamblang di surat-surat mereka, tapi jelaslah sudah mereka saling mencintai satu sama lain. Kisah kedua diawali dengan Takaki yang pindah ke kota lain. “Jarak” mereka semakin terbentang, ditambah dengan kehadiran Kanae, teman sekolah Takaki yang diam-diam menyimpan cinta pada Takaki. Meskipun Takaki dan Akari berusaha setengah mati untuk tetap menjaga hubungan persahabatan yang mereka bangun, namun perlahan tapi pasti, jarak mulai menelan rajutan hubungan ini. Surat yang semakin jarang datang, Takaki dan Akari yang semakin tenggelam dengan kehidupan masing-masing, dan hadirnya Kanae yang berusaha untuk menarik perhatian Takaki. Takaki yang di sekolahnya cukup dekat dengan Kanae dan hampir setiap hari pulang bersama, tidak menyimpan rasa apapun terhadap Kanae selain pertemanan. Meskipun mereka pernah meluangkan waktu berdua untuk menonton pemandangan luar biasa indah dari atas bukit, namun perasaan Takaki tak pernah jatuh pada Kanae. Perasaan Takaki melanglang buana tak tergapai oleh Kanae. “Jarak” yang diciptakan oleh Takaki terhadap Kanae, merupakan jarak yang bias, karena sekalipun mereka berdua sering menghabiskan waktu berdua bersama, Kanae sadar dia tidak bisa “dekat” dengan Takaki. Kisah ketiga merupakan kisah akhir sekaligus penutup dari kisah Takaki dan Akari. Takaki sudah bekerja namun masih terbayang-bayang oleh Akari, sedangkan Akari sendiri sudah bertunangan. Bagaimana ya, buat saya kisahnya itu nyesek, bukan termasuk a good old fashioned Hollywood happy ending story yang mungkin diinginkan banyak orang. Ya jelas yah, ini Japanese movie yang memiliki sudut pandang sendiri. Tapi senyesek apapun cerita akhirnya, buat saya cerita ini realistis. Bukan cerita macam Disney fairy tale yang ditutup dengan kalimat “live happily ever after”, namun cerita cinta di kehidupan yang sesungguhnya. Cerita cinta tanpa lucky circumstances, atau happy-strange moments. Cerita cinta realistis yang terkadang, berakhir dengan menyedihkan, atau dalam kosakata saya, nggerus. Meskipun begitu, kisah nggerus ini tidak melulu diisi dengan ke-gloomy-an. Makoto Shinkai agaknya tahu bagaimana cara membungkus cerita yang melodrama ini agar tidak bersifat terlalu sentimentil. Malah sejujurnya, cerita ini indah. Animasinya indah, jalan ceritanya tidak kompleks, visual effect-nya pun magnificent. Shinkai juga tampaknya cukup pakar dalam membuat suatu visualisasi dengan detail-detail indah yang “Jepang bangeetttzzz”. Sesuatu yang mampu membuat saya terhanyut dengan kepolosan kisah cinta yang pure dan terbangun dari ketulusan. Untuk mereka yang menyukai drama-drama romantis namun memiliki pikiran terbuka dan tidak mudah terperangkap dalam fantasy moments, saya merekomendasikan film ini. Yes, it might be sad. Yes, there might be no happy ending. But there will be something much better, a real life love story that will blow you away. Keep my words, it’s well worth a watch. -RAF-




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline