Lihat ke Halaman Asli

Ada Apa Dibalik Payung?

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam ini, giliran payung yang tergeletak di atas lemari bagian pinggir yang menginspirasi saya untuk menulis. Payung itu saya beli ketika masih aktif bekerja pada sebuah institusi. Namun sekarang batang pegangannya sudah patah, karena sering dijadikan objek “penelitian” peri-peri kecil di rumah yang sedang hobi mengeksplor apa saja yang ada disekelilingnya.

Entah mengapa mata ini memang sulit diajak terpejam. Meski sudah lebih dari lima belas menit merebahkan badan di atas dipan, namun tetap saja mata ini tidak mau diajak untuk rehat walau sejenak. Akhirnya ajakan payung untuk kembali menulis menjadi pilihan saya menghabiskan waktu malam ini.

Payung sering kita gunakan untuk melindungi diri kita dari guyuran hujan atau sengatan matahari. Posisi paying yang terbuka lebar barulah akan terasa fungsinya. Tapi dalam kondisi menguncup rasanya tak terlalu berarti nilai manfaatnya.

Jika kita sandingkan payung dengan diri kita, mungkin ada pelajaran yang dapat kita ambil. . Bahwa saat kita membuka diri dengan lingkungan yang ada disekitar kita, seperti halnya payung yang dibuka dari ikatannya, mungkin akan ada banyak manfaat yang didapat.

Sikap membuka diri terhadap lingkungan sekitar kita akan banyak melahirkan sikap positif. Seperti rasa percaya diri dalam pergaulan, rasa ingin memenuhi kebutuhan aktualisasi diri , danrasa ingin menjadi bagian dalam kegiatan kemasyarakatan yang bertujuan untuk kemaslahatan bersama. Yang pada akhirnya menjadikan hidup kita lebih bermakna.

Tapi sebaliknya sikap menutup diri hanya akan melahirkan energi positif dalam diri kita, seperti rasa minder, tidak diterima dalam pergaulan, tidak bermanfaat dan mungkin pada titik klimaksnya akan menggiring kita menjadi sosok yang aneh dalam pergaulan. Seperti tidak peduli, apatis terhadap kehidupan lingkungannya, dan terkadang ia menjadi sombong sebagai usaha untuk menutupi rasa minder dan rasa tidak bermanfaat, kadang ia juga berusaha mendominasi perbincangan, dan berusaha menonjolkan kelebihan – kelebihan yang dianggap melekat pada dirinya. Dan biasanya orang yang menutup diri akan lebih senang berbicara dengan orang yang lebih rendah status sosialnya. Ketika bertemu dengan orang yang lebih tinggi status sosialnya ia akan gusar, tidak nyaman dan menghindar.

Jadi mari kita sama-sama belajar untuk terus membuka diri dengan lingkungan sekitar kita…..




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline