Dalam undang-undang tentang perfilman nomor 33 tahun 2009 bab I pasal I disebutkan; film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan. Lantas mengapa perlu dibuat undang - undang tentang perfilman? Sebab sejarah sendiri telah memberikan bukti konkret melalui sarana peristiwanya, tepatnya pada tahun 1933 di Jerman, Adolf Hitler dan Menteri Propaganda nya, Joseph Goebels meyakini bahwa film adalah alat yang sangat potensial untuk menggiring opini publik. Oleh karena itu dengan dilahirkannya undang - undang perfilman, dapat digunakan sebagai pedoman dalam berkreasi, inovasi, dalam dunia perfilman.
Lebih lanjut, film merupakan salah satu dari media massa yang berbentuk broadcast, yang mempunyai orientasi mempengaruhi masyarakat umum serta menyediakan informasi dan rekreasi. Efektivitas film dalam konteks media massa begitu signifikan dalam mempengaruhi penonton atau bahkan membentuk dan memanipulasi informasi serta opini. Selain itu, muatan - muatan dalam film kerap kali berisi ideologi. Hal ini tentu beralasan mengingat film terkategorikan sebagai media massa yang mendistribusikan gagasan - gagasan, ide, konsep, yang memunculkan efek beragam pada masyarakat, serta menjadi aktualisasi perkembangan masyarakat.
Pada praktiknya, pembuatan film bisa dipelajari oleh seluruh kalangan namun spesifikasi atau penjurusan inilah yang acap kali menjadi timbangan bagi berbagai kalangan yang hendak masuk dalam dunia perfilman. Perlu diketahui bahwa modal utama dalam pembuatan film yaitu 'kerangka berfikir', mengapa demikian? Sebab dengan hadirnya smartphone turut mempermudah dalam pembuatan film.
Setelah mengulas pengaruh film, kira - kira bagaimana cara produser merekonstruksi film agar penonton dengan sadar masuk ke dalam dunia imajinasi yang telah dibentuk oleh sutradara? Pertama, internalisasi atua penghayatan yang dimana ketika penonton terserap dalam film. Oleh karenanya semua shot yang mengarah ke kamera hendak mengajak penonton dalam realitas yang dibangun oleh film tersebut. Kedua, proses proyeksi - identifikasi, dimana penonton dapat mengidentifikasi dirinya tengah berada dimana? Atau gamblang nya penonton diajak masuk dalam dunia film; seolah - olah berada dalam setting film dan melihat kejadian atau adegan dalam film.
Adapun struktur dalam film terbagi dalam tiga kategori, diantaranya; Shoot, merupakan proses pengambilan gambar yang pendek maupun panjang, pengambilan shoot biasanya dimulai ketika kameramen telah merekam hingga berhenti merekam. Scene, merupakan suatu adegan yang memperlihatkan aksi pada cerita, dalam scene terdapat tokoh atau peran, waktu, latar, elemen lainnya. Biasanya dalam scene terdapat beberapa shoot. Sequence, merupakan satu peristiwa yang utuh, yang umumnya di dalamnya sudah terdapat shoot, scene, sehingga menjadikan cerita yang telah jadi dalam sequence memiliki beberapa adegan yang saling berhubungan.
Film sendiri terbagi dalam tiga jenis bagian diantaranya: film dokumenter; merupakan film yang menyajikan sebuah fakta, biasanya jenis film ini merupakan film yang bercerita tentang tokoh, peristiwa, dan juga lokasi. Film ini tidak memiliki plot dimana alur cerita yang umumnya berdasarkan tema dari objek tersebut. Film fiksi, merupakan film yang berangkat dari sebuah karangan, baik itu cerita rekaan diluar kejadian nyata. Cerita fiksi juga biasanya mempunyai dua peranan yaitu protagonis dan antagonis, mempunyai masalah konflik, dan penutupan. Jenis film ini biasanya harus dimulai dengan persiapan matang disertai dengan peralatan yang memadai. Film eksperimental, jenis film ini sangat berbeda dengan kedua jenis film diatas, pasalnya produksi film eksperimental dibuat independen dan tidak bekerja pada industri perfilman.
Dasar Pembuatan Film Dokumenter dan Fiksi
Dalam pembuatan film terdapat prosedur dan sistematika alur pembuatan yang harus dipenuhi dalam perfilman yaitu, pra -- produksi -- produksi -- pasca produksi. keberhasilan film bergenre fiksi sangat di tentukan sejak tahap pra -- produksi, mengapa demikian? Sebab film dengan genre fiksi harus menyiapkan triangle system yaitu produser, sutradara, dan penulis naskah, lebih jauh lagi pada tahap pra -- produksi ini perencanaan -- perencanaan seperti perencanaan biaya, sasaran penonton, penjadwalan, analisis naskah yang dibagi menjadi (analisis karakter, analisis wardrobe, analisis setting dan property), master breakdown, hunting yang dibagi menjadi (hunting lokasi dan penetapan lokasi, hunting property dan wardrobe, casting, perekrutan kru dan penyewaan peralatan) dan yang paling terakhir adalah desain produksi.
Perlu diketahui bahwa pra -- produksi menjadi acuan dalam pembuatan film bergenre fiksi, presentase pra - produksi dalam film genre fiksi sendiri sebesar 60%. Alhasil, pra -produksi menjadi kunci keberhasilan film dengan genre fiksi. Sebaliknya, dalam pra -- produksi film dokumenter kunci keberhasilan film dokumenter terletak pada akurasi investigasi data, cerita, yang hendak dihimpunkan dalam bentuk naskah.
Memasuki tahap produksi, film dengan genre fiksi bersifat inkontrol adapun film dokumenter bersifat adanya kontrol, mengapa demikian? Hal itu dikarenakan dalam persoalan teknis film dokumenter berjalan apa adanya baik itu ketika merekam secara continuous dan lain sebagainya. Pemilihan tipe kamera dalam pembuatan film baik itu yang bergenre dokumenter dan fiksi bergantung pada kapastias dan ketepatan yang diambil oleh sutradara serta kameramen.
Menginjak tahap pasca produksi, film yang telah selesai harus melewati beberapa prosedur seperti editing offline dan online. Berikut tahap-tahap editing offline; manajemen file, loader Menyusun stock file per -- scene nya menjadi satu folder, pada tiap file ditandai dengan catatan pengambilan gambar yang baik, gagal, maupun pilihan berdasarkan catatan yang dilakukan oleh script continuity. Sinkronisasi, menggabungkan file video dengan audio yang sesuai. Assembly, tahapan pengurutan gambar setelah proses pengumpulan materi video, berdasarkan isi naskah dan berfungsi untuk mengetahui struktur global yang diharapkan. First Cut, tahapan pemotongan gambar secara kasar dan tidak presisi. Penyambungan gambar masih memungkinkan untuk berubah baik cutting, struktur maupun plotnya. Fine Cut dan Trimming, pada tahapan ini sudah tidak ada lagi perubahan mengenai struktur. Fine Cut bersifat merapikan, menajamkan dan menyambung secara presisi gambar -- gambar yang telah disusun, dan juga menentukan durasi tayang.