Usulan penundaan pemilu 2024 terus ramai di media sosial dan menjadi topik hangat di kalangan masyarakat. Gagasan ini bermula dari Muhaimin Iskandar atau lebih akrab dipanggil dengan Cak Imin yang merupakan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang mengusulkan penundaan pemilu dengan alasan menjaga kestabilan pertumbuhan ekonomi akibat pandemi, selain itu ia menggagas usulan tersebut karena mengacu pada analisis big data di media sosial dimana dari 100 juta subjek, sebanyak 60% setuju atas usulan tersebut dan 40% lainnya menolak.
Tak dapat dihindari, isu ini menyebar dengan cepat dan memicu berbagai reaksi dari masyarakat serta menimbulkan kecemasan dari banyak kalangan.
Penundaan pemilu selama 2 tahun artinya presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menjabat lebih lama dari yang seharusnya yaitu selama 7 tahun dan menjadikannya presiden dengan jabatan terlama sejak lahirnya era reformasi. Hal ini tentunya memicu perdebatan dan tanggapan pro-kontra dari banyak kalangan.
Berikut beberapa tanggapan mengenai usulan penundaan pemilu 2024:
- Penundaan pemilu melanggar konstitusi
Pelaksanaan pemilu untuk memilih presiden, wakil presiden, beserta anggota parlemen telah diatur secara konstitusional di dalam Pasal 22E ayat 1 dan ayat 2 UUD 1945, dalam pasal tersebut telah diatur bahwa pelaksanaan pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
Oleh karena itu, usulan penundaan pelaksanaan pemilu ini jelas melanggar pembatasan masa jabatan yang diatur undang-undang dan tidak menaati konstitusi.
- Usulan diajukan hanya merujuk pada media sosial
Seperti yang sudah disebutkan tadi, gagasan penundaan pemilu ini diambil merujuk pada hasil survei dari media sosial yang memperoleh banyak dukungan atas gagasan penundaan pemilu.
Banyak pihak yang menentang alasan ini, karena sebagai negara demokrasi usulan penundaan harus tetap meminta persetujuan dari rakyat karena bisa saja hasil survei tersebut dimanipulasi. Apalagi sekarang sudah banyak pelaku survei abal-abal dan penggunaan bot di media sosial.
- Keuntungan bagi pihak-pihak terkait
Penundaan pemilu 2024 ini tak hanya memperpanjang jabatan presiden dengan wakilnya saja, namun juga memperlama jabatan anggota parlemen dan kabinet pemerintah. Hal ini mengundang banyak tanda tanya dan kecurigaan masyarakat karena banyak yang berpikir jika upaya penundaan pemilu 2024 merupakan salah satu trik oligarki bagi para elit politik untuk mengawetkan kekuasaannya.
Pada sejatinya negara demokrasi adalah negara yang sistem pemerintahannya diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Namun, tentunya kita sebagai masyarakat harus cerdas dalam berpikir dan bertindak sehingga tidak mudah dipecah belah oleh isu-isu yang tersebar. Karena pada faktanya hingga tulisan ini dibuat, belum ada keputusan formal terkait penundaan pemilu 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H