Beberapa orang di Indonesia mungkin akan terasa asing bila mendengar refraksionis optisien. Profesi ini cukup langka dan tidak banyak orang tahu terutama di wilayah indonesia. Namun, beberapa negara maju seperti Amerika, Australia, Singapura, dll. Profesi ini sangat dibutuhkan bahkan kalangan orang berpendapat profesi ini setara dengan dokter. Apalagi sekarang Inonesia mengalami peningkatan akibat dari kelainan refraksi maupun kelainan medis.
Refraksi optisi berasal dari 2 kata mencangkup refraksi artinya pembiasan sedangkan optik berarti ilmu fisika meliputi perjalanan sinar melalui medium atau benda. Jadi refraksi optisi diklasifikasikan sebagai ilmu fisika dalam bidang kesehatan untuk membantu penderita pada kelainan pembiasan dalam mata. Seorang ahli refraksi optisi disebut refraksionis optisien namun diluar negeri lebih dikenal dengan optometris dengan keilmuan optamology.
Seorang refraksionis optisien harus mendalami jenjang pendidikan tinggi. Di Indonesia pendidikan refraksi optisi hanya sampai jenjang DIII dengan lama pendidikan selama 3 tahun. Sekarang ini hanya ada 11 perguruan tinggi yang terdapat program studi refraksi optisi. Untuk lulusan refraksi optisi juga masih tergolong langka dengan prospek kerja terbuka lebar karena kurangnya pesaing untuk wilayah Indonesia. Saat ini jumlah refraksionis optisien kurang dari 9000 orang. Perbandingan dari tenaga ahli refraksionis optisien dengan penduduk Indonesia yakni 9:25.000, bisa dibilang masih sangat kurang untuk mencukupi kemajuan kesehatan mata di Indonesia. Selain itu, seorang refraksionis optisien dapat membuka lapangan pekerjaan dan bisa menjadi tenaga pengajar atau dosen di perguruan tinggi tertentu. Sesuai dengan aturan Kementrian Kesehatan, setiap optik di Indonesia harus memiliki satu refraksionis optisien agar bisa menerima resep pembuatan kacamata, lensa kontak, dan lensa tanam sesuai standar kesehatan. Jika tidak memiliki refraksionis optisien, maka hanya disebut toko kacamata biasa.
Dalam keilmuan refraksi optisi diajarkan materi tentang penggunaan alat refraksi untuk memahami prosedur kerja di alat refraksi. Jadi pada saat kerja di lapangan seorang tenaga ahli refraksi optisi harus mahir dalam menggunakkan alat refraksi. Disamping itu, standar keilmuan refraksi optisi juga tidak hanya bergelut pada alat-alat refraksi tetapi diajarkan juga materi tentang anatomi dan fisiologi umum, anatomi fisiologi mata, fisika dan lain-lain berhubungan dengan fisika dan biologi. Mata kuliah tersebut diberikkan agar seorang refraksionis optisien memahami antara kelainan refraksi atau kelainan medis pada pasien. Hal itu mengacu seorang refraksionis bertanggung jawab kepada pasiennya apabila pasien tersebut mengalami kelainan refraksi dan apabila pada kelainan refraksi tidak ditemukkan sama sekali setelah melakukan beberapa percobaan pada test visus mata, pada saat test ternyata seorang pasien tersebut mengalami kelainan medis maka refraksionis optisien memberikkan surat rujukan kepada pasien untuk melakukan pemeriksaan kepada dokter spesialis mata. Maka seorang refraksionis optisien harus dibekali displin ilmu agar tidak terjadi kesalahan pada saat memeriksa pasien.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka refraksionis optisien diperlukan di Indonesia untuk mewujudkan atau mengatasi permasalahan kelainan refraksi pada mata. Direkomendasikan untuk seluruh masyarakat Indonesia agar lebih mengenal lagi akan pentingnya peran refraksionis optisien pada kesehatan mata karena perkembangan teknologi begitu pesat dan dapat menurunkan kondisi kesehatan mata maupun tubuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H