Lihat ke Halaman Asli

Investasi Boleh Datang, Tapi Jangan Eksploitasi…

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1346175530785709045

[caption id="attachment_195753" align="alignnone" width="600" caption="foto: skalanews.com"][/caption]

Kita seringkali mendengar demo buruh. Selain menuntut upah layak, mereka juga acapkali menuntut pencabutan Undang Undang tentang tenaga alih daya atau outsourcing. Puluhan kali demo digelar menolak kebijakan sistem outsourcing. Tercatat, pada medio Mei lalu, ketika perayaan May Day, ratusan buruh turun ke jalan Sudirman-Thamrin menuju Istana menggelar demo tolak outsourcing. Juga pada menjelang ramadhan kemarin, ribuan buruh tak bekerja demi tuntutan; HAPUSKAN SISTEM OUTSOURCING!!!

Inilah konsen tulisan saya kali ini. Hapuskan Outsourcing. Memang agak terdengar sedikit klise, tapi paling tidak inilah realitanya yang terjadi dalam dunia bisnis, dalam segala bidang. Sekali lagi, dalam segala bidang. Hampir ratusan perusahaan memanfaatkan sistem outsource alias tenaga alih daya. Sangat tidak mengenakan menjadi tenaga alih daya.

Perusahaan kerap berlaku sewenang-wenangnya terhadap karyawan. Dan juga ketidakadilan sering diterima buruh. Seperti, seorang sekuriti perusahaan garmen, sebut saja namanya Pudin. Ia tenaga keamanan dari perusahaan penyedia jasa keamanan di Jakarta Timur. Fatal. Benar-benar fatal. Selama ia menjadi satpam, gajinya kerap mendapat pemotongan sebesar 50 persen dari gaji semestinya yang ia terima. “Gaji saya 1,5 juta. Itu sudah dipotong oleh perusahaan 50 persen,” ungkap Pudin sedih. Semestinya, kalau tidak dipotong agen yang menyalurkannya, gaji yang ia terima sebesar 3 juta rupiah.

Ini realitanya. Dari perusahaan garmen, tercatat ada dana 3 juta rupiah untuk gaji satu sekuriti. Nah, gaji tersebut dibayarkan kepada agen penyedia jasa keamanan. Dari perusahaan penyedia jasa keamanan, turun ke Pudin sebesar 1,5 juta rupiah. Sangat miris kan???

Ada juga ibu Sumiyati. Sudah tiga tahun bekerja sebagai tenaga jahit, tidak ada pelanggaran kerja atau kesalahan sedikitpun, tiba-tiba ia diberhentikan sepihak tanpa pesangon sepeserpun. Alasannya, pengurangan karyawan. Tapi, tak lama posisinya digantikan dengan orang baru. Miris kan???

Sudah pasti untuk tingkat kesejahteraan, tenaga alih daya kalah jauh dengan karyawan tetap. Ia memberi contoh dari segi jaminan kesehatan, tenaga outsourcing tidak mendapatkannya. Padahal, seharusnya perusahaan berkewajiban menanggung kesehatan tenaga kerjanya. Tak hanya itu, pemotongan gaji tenaga alih daya juga dilakukan oleh agen perusahaan tenaga kerja. Ini menyebabkan, penghasilan mereka jauh dari upah layak.

Inilah mengapa seorang Pudin, Sumiyati dan tentunya jutaan buruh outsorcing sebuah perusahaan melakukan perlawanan untuk menuntut hak-haknya. Sebenarnya tidak ada istilah outsourcing, yang dikenal hanya dua: pemborongan pekerjaan dan jasa penyedia tenaga kerja. Jasa penyedia tenaga kerja inilah yang kita kenal dengan outsourcing.” Peraturannya sudah jelas dalam Undang Undang tapi masalahnya ada penyimpangan yang dilakukan dalam peraturan tersebut.” jelas Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dalam sebuah diskusi Reformasi Hukum dan HAM dengan tema “Bagaimana UU Alih Daya Memperlakukan Buruh Outsource?” yang saya dengar dalam saluran radio KBR 68H, belum lama ini.

Telah jelas diatur dalam Undang Undang terkait peraturan dan hak tenaga kerja alih daya. Tenaga alih daya tidak diperbolehkan untuk proses produksi langsung atau kegiatan pokok. Dalam Undang Undang, tenaga alih daya hanya dapat digunakan untuk kegiatan penunjang, seperti cleaning service, driver, catering, security dan jasa penunjang pertambangan.

Berdasarkan penelitian dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia KSPI bersama serikat buruh lainnya, lebih dari 50 persen buruh formal berstatus hubungan kerja alih daya atau outsourcing. Artinya dari 33 juta buruh formal yang tercatat Badan Pusat Statistik BPS, lebih dari 20 jutaan diantaranya adalah tenaga outsourcing. Status alih daya ini semakin merajalela karena tidak adanya ketegasan penindakan hukum dari pemerintah terhadap penegakan Undang Undang Ketenagakerjaan. “Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dinilai belum optimal. Bahkan selama ini tidak ada yang dilakukan Kementerian untuk memperbaiki kesejahteraan tenaga alih daya,” tegas Said dengan nada berapi-api.

Ia, bahkan semua kalangan pembela hak buruh, meminta pemerintah untuk segera menghapuskan sistem kerja alih daya, menegakkan peraturan yang memihak tenaga alih daya.Buruh dan tenaga kerja mengaku sudah lelah bernegosiasi dengan pemerintah. Sudah sembilan tahun mereka bergerak menuntut hak dan kewajibannya. Satu yang diminta, penghapusan tenaga alih daya yang tidak sesuai dengan Undang Undang. Pertengahan September mendatang, para buruh mengancam mogok nasional jika permintaan mereka tidak dipenuhi. Ini akan berbuntut pada penghentian proses produksi perusahaan.

”Investasi memang penting, karena dengan investasi ekonomi akan tumbuh. Dengan adanya investor maka perusahaan akan tumbuh. Namun, satu yang tidak boleh dilupakan, pencapaian pertumbuhan ekonomi adalah kesejahteraan masyarakat, adalah kesejahteraan para karyawan. Sistem kerja alih daya adalah bentuk eksploitasi negara yang membiarkan pemilik modal semena-mena terhadap buruh...,”

Itulah pesan tegas yang disampaikan Said Iqbal untuk mengakhiri polemik hak buruh outsource ini. Semoga saja, Presiden, Menteri Tenaga Kerja, para stake holder alias pemangku kepentingan, dan juga para pemilik perusahaan mendengarkan jeritan hati para tenaga alih daya ini. Segeralah HAPUS SISTEM OUTSOURCING!!! Sekian. Salam…(rizaldo, karpetmerah 20120829)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline