[caption id="attachment_178416" align="alignnone" width="300" caption="Three Culture..."][/caption]
Kain batik ini sungguh unik. Menawan dan cukup mengesankan. Warnanya, biasa saja, sama dengan batik-batik lainnya. Bukan pula motif batiknya. Tetapi, coba perhatikan, dan saya mendapat penjelasan langsung dari sang pengrajinnya, bahwa batik di atas merupakan perpaduan ciri khas batik Yogyakarta, Cirebon dan Pekalongan.
[caption id="attachment_178417" align="alignnone" width="300" caption="Three Culture; Yogyakarta, Cirebon, Pekalongan..."]
[/caption]
Motif batik yang paling kiri adalah ciri khas batik Yogya. Yang tengah batik Cirebonan, dan yang paling kanan adalah batik khas pesisir Pekalongan. Ketiga karakter batik dipadukan dalam satu helai kain sutra/tenun. Perpaduan yang sangat apik dan inovatif. Sungguh sebuah karya batik tulis yang sangat mengesankan. Very…very…excellence!!!
[caption id="attachment_178418" align="alignnone" width="300" caption="Muhammad Romi Oktabirawa, Pengusaha dan Pengrajin Wirokuto Batik..."]
[/caption]
Mungkin, dan berani saya sebut, bahwa ide penggabungan batik tiga karakter ini, sangat eksklusif dan hanya ada di Pekalongan. Adalah Muhammad Romi Oktabirawa, pengrajin sekaligus pengusaha batik tulis asal Pekalongan, Jawa Tengah. Lahir di Pekalongan 30 Oktober 1973. Ia adalah generasi keempat dari pasangan pengrajin batik dari kota pesisir utara Jawa Tengah ini bernama HM Rejeki dan Hj Setyaningrum. Ia pemilik Wirokuto Batik.
[caption id="attachment_178419" align="alignnone" width="300" caption="Sosok Inspiratif di balik sukses Three Culture Wirokuto Pekalongan..."]
[/caption]
Sejak menyelesaikan studi di SMA Muhammadiyah 1 Pekajangan, Pekalongan, pada tahun 1992, ia sudah bergelut dalam dunia batik. Sejak ia pulang studi Ilmu Syariah di Universitas Al Azhar Mesir tahun 1995, ia mulai berlari kencang menggembangkan usaha batik tulis Wirokuto, warisan sang orangtua.
Tahun demi tahun usaha berkembang dengan jumlah 500 masyarakat desa yang diberdayakan. Bosan dengan mainstream batik pesisir, yang berciri khas naturalis dan kaya warna, ia membuat gebrakan spekatkuler. Hingga tahun 2005, ia mengeluarkan ide briliannya; menggabungkan tiga budaya nusantara dalam satu karya batik tulis. Pareo tenun batik Three Culture atau tiga budaya namanya.
Inilah sebagian karya Three Culture yang dikembangkan pembatik-pembatik Wirokuto.
[caption id="attachment_178421" align="alignnone" width="300" caption="Three Culture Batik; Pekalongan, Medan, Solo..."]
[/caption] [caption id="attachment_178422" align="alignnone" width="300" caption="Three Culture Batik; Bali, Pekalongan, Medan..."]
[/caption] Sangat-sangat kreatif...Ia berani mendobrak pakem batik. Semuanya dilakukan demi pembaruan dunia perbatikan. “Sebuah karya tak terbatas oleh satu kebiasaan,” tegas Romi kepada saya awal Mei ini. “Paling tidak, kita punya banyak ragam budaya yang dapat dituangkan dalam seni membatik ini,” tandasnya penuh semangat.
Tak salah, bila konsep dan ide brilliannya; Three Culture, itu mendapatkan enghargaan Seal of Excellence for Handicraft pada tahun 2006 dan 2007 dari UNESCO Asia Pasifik yang berpusat di Bangkok, Thailand. Selain itu, batik tiga budaya ini juga mendapat penghargaan khusus dari Asosiasi Promosi dan Pengembangan Kerajinan ASEAN, dan Kreasi Cipta Kriya Nusantara dari Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) untuk kategori Kriya Potensi Ekspor dan Kreasi Kriya Nusantara Terbaik. Sebuah prestasi dari kreasi yang berdedikasi.
“Kualitas dan Kerja Keras tanpa Batas. Tentunya, menghasilkan Identitas yang Berkelas….” Begitulah support saya kepada bung Romi. Kepada saya pula, si bung penggila dunia motocross dan adventure ini, sangat yakin bahwa budaya bangsa tidak akan habis terkikis oleh gaya-gaya modern. Asalkan, “Kita lebih peduli dalam mengapresiasi budaya sendiri,” ujarnya. Selamat! Teruslah BERKARYA. Sekian. Salam…(rizaldo, karpetmerah 20120522)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H