Lihat ke Halaman Asli

Zaman Modern, Saatnya Hidup Tanpa Pembantu Rumah Tangga

Diperbarui: 4 Juni 2016   00:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Beberapa hari belakangan ini kita sering mendengar kisa seorang baby sitter yang menganiaya anak majikannya. Videonya telah menjadi viral di jagat internet dan semua orang menghujat pelaku. Polisi pun bertindak cepat dan saat ini pelaku penganiaya telah ditangkap dan terancam hukuman penjara.

Cerita seperti itu, hampir selalu berulang setiap tahun. Beberapa tahun lalu kita masih teringat adanya kisah pencurian oleh pembantu rumah, ada juga penyekapan dan penganiayaan calon pembantu rumah oleh penyalur, dan lain sebagainya. Apa sih yang salah dengan sebuah pekerjaan pembantu rumah/baby sitterdi Indonesia?

Jika kita melihat sejarah, jenis pekerjaan membantu seorang tuan atau majikan telah ada sejak berabad abad tahun yang lalu. Di zaman pemerintahan kerajaan Majapahit, adalah hal lumrah seorang raja memiliki abdi dalem yang membantu keseharian seorang raja. Demikian juga di jaman penjajahan Belanda yang di sebut Baboe.

Setelah jaman kemerdekaan Republik Indonesia, pekerjaan pembantu rumah tangga juga masih dibutuhkan. Terlebih ketika masyarakat Indonesia mulai membangun perekonomian yang berdampak pada terjadinya urbanisasi ke kota-kota besar di Indonesia. Gelombang urbanisasi tersebut meningkatkan kebutuhan akan seorang pembantu rumah dalam merawat rumah dan membantu memenuhi kebutuhan majikannya.

Ditahun 1960-an, ketika pertumbuhan ekonomi belum merata, banyak warga desa yang berbondong-bondong pergi ke kota besar untuk mengadu nasib sebagai pembantu rumah tangga. Bagi sebagian masyarakat pedesaan, hal ini menjadi salah satu cara kelaur dari jeratan kemiskinan dan berharap suatu saat dapat sukses di Kota.

Hingga tahun 1990-an, jumlah supply tenaga kerja pembantu rumah dari daerah pedesaan masih sangat besar dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Kota. Tidak jarang kita mendengar seorang pembantu rumah yang telah ikut masyarakat kota itu sangat loyal dan tidak mendatangkan masalah.

Pada tahun 2000an, zaman mulai berubah, teknologi dengan cepat berkembang. Informasi dengan mudah didapatkan. Semua warga negara Indonesia berbondong-bondong mencari sumber penghasilan yang layak.

Dengan tersebarnya informasi, masyarakat pedesaan tidak ingin lagi ke kota dan menjadi seorang pembantu rumah. Mereka bercita-cita bekerja di pabrik atau Mal-mal yang nyaman. Dan tidak sedikit dari mereka yang juga berani mencoba peruntungan dengan bekerja ke luar negeri menjadi TKI.

Berubahnya cara pandang para pencari kerja itu menyebabkan berkurangnya supply tenaga kerja pembantu rumah.

Hingga saat ini, memang masih terdapat tenaga kerja yang mau bekerja sebagai pembantu rumah. Tetapi mind set nya berbeda. Mereka menerima pekerjaan sebagai pembantu rumah, karena tidak ada lagi yang bisa dikerjakan dan karena tuntutan hidup yang semakin tinggi. Para tenaga kerja yang memiliki kemampuan dan pengetahuan, tidak memilih pekerjaan sebagai pembantu rumah, sehingga supply pembantu rumah saat ini diisi oleh individu-individu yang memiliki keterampilan dan pengetahuan yang rendah.

Di sisi demand, jumlah nya semakin meningkat. Kebutuhan akan pembantu rumah di kota besar terus meningkat yang dipengaruhi oleh life style masyarakat perkotaan. Keterbatasan waktu dan tenaga menjadi alasan mereka mencari seorang pembantu rumah. Terkadang keadaan membuat masyarakat “terpaksa” mengambil pekerja pembantu rumah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline