Lihat ke Halaman Asli

rizal fdl

Mahasiswa

Kejahatan Sosial Media Kini Semakin Wajar di Indonesia

Diperbarui: 16 Februari 2024   00:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tidak pernah ada keraguan bahwa media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan modern kita. Dengan jutaan pengguna aktif yang terhubung setiap hari, platform-platform ini menjadi tempat interaksi sosial, berbagi informasi, dan menciptakan komunitas yang luas. Namun, di balik keuntungan dan kemudahan yang ditawarkan oleh media sosial, ada pula risiko dan bahaya yang perlu diwaspadai. Salah satu ancaman yang semakin merajalela di dunia maya adalah kejahatan media sosial.

Pertama-tama, penting untuk memahami apa yang dimaksud dengan kejahatan media sosial. Kejahatan media sosial mencakup berbagai tindakan kriminal atau melanggar hukum yang terjadi melalui platform-platform media sosial. Ini bisa melibatkan penyebaran informasi palsu atau menyesatkan, penipuan, pelecehan, peretasan akun, dan berbagai bentuk pelanggaran privasi.

Salah satu contoh kejahatan media sosial yang umum adalah penipuan atau scams. Penipuan ini dapat terjadi melalui berbagai cara, mulai dari skema piramida hingga penawaran investasi palsu. Para penipu menggunakan media sosial untuk memanipulasi orang dengan janji-janji palsu tentang penghasilan besar atau investasi yang menguntungkan. Mereka seringkali membuat akun palsu atau situs web palsu yang terlihat profesional untuk menarik korban.

Kasus seperti ini tidak jarang lagi terjadi di Indonesia, salah satunya dilakukan oleh pria asal Tangerang yang telah diamankan oleh polisi pada pada selasa 12 juli 2022. Putra salah satu anggota Polsek Neglasari mengatakan kasus tersebut berawal saat pelaku menawarkan sebuah pekerjaan melalui media sosial (medsos) Facebook. 

Pelaku berpura-pura sebagai pemilik restoran yang beralamat di Condet, Jakarta Timur. Korban ditawarkan bekerja dengan nominal gaji awal sebesar Rp 2,5 juta per bulan. "Dalam waktu singkat saja, lowongan pekerjaan dari pelaku di Facebook, membuat banyak calon korban tertarik. Kemudian para calon korban berkomunikasi melalui messenger Facebook dan berlanjut japri di aplikasi perpesanan Whatsapp," ungkap Putra. 

Setelah berkomunikasi, pelaku memilih calon korban yang dianggapnya paling mudah untuk ditipu dan korban yang memiliki sepeda motor. Kemudian pada Senin (11/7/2022), korban diajak pelaku untuk bertemu di depan Rumah Sakit Harapan Bunda Pasar Rebo dengan membawa KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan KK (Kartu Keluarga) sebagai syarat administrasi. Lalu pelaku berpura-pura akan membawa korban ke restoran yang dijanjikan sebagai lokasi bekerja. 

Pelaku dan korban berboncengan menuju restoran yang dijanjikan sebagai tempat bekerja. "Dalam perjalanan pelaku bertanya ke korban apakah syarat administrasi sudah difotokopi, korban menjawab sudah difotokopi satu rangkap, kemudian pelaku meminta untuk ditambah satu rangkap lagi menjadi dua rangkap," kata Putra. 

Karena syarat administrasi kurang satu rangkap, maka pelaku mengantar korban ke warung fotokopi di Jalan Penganten H. Ali belakang Pasar Minggu, Jakarta Selatan. "Pada saat korban sedang memfotokopi administrasi persyaratan untuk melamar pekerjaan, pelaku langsung kabur membawa sepeda motor milik korban," jelas Putra. "Restoran tujuan bekerja tersebut ternyata fiktif, hanya modus pelaku untuk menipu korbannya dengan cara membawa kabur sepeda motor korbannya pada saat korban dibawa ke warung fotokopi untuk memfotokopi KTP dan KK korban sebagai syarat masuk bekerja," lanjut dia.

Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya untuk tetap waspada di dunia maya. Meskipun media sosial dapat menjadi alat yang kuat untuk berkomunikasi dan berbagi informasi, namun juga menjadi ladang subur bagi para penipu untuk menjalankan aksinya. Dengan meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan, serta kerjasama antara pihak berwenang dan masyarakat, kita dapat berupaya untuk meminimalkan risiko kejahatan media sosial dan menciptakan lingkungan online yang lebih aman bagi semua pengguna.

Memang melawan kejahatan media sosial memerlukan tindakan yang koordinatif dan terpadu dari berbagai pihak. Platform-platform media sosial harus meningkatkan sistem keamanan mereka untuk melindungi pengguna dari berbagai bentuk kejahatan. Selain itu, penting bagi pengguna media sosial untuk tetap waspada dan menghindari tindakan-tindakan yang dapat memperbesar risiko kejahatan, seperti memberikan informasi pribadi kepada orang yang tidak dikenal atau mengklik tautan yang mencurigakan.

Pemerintah dan lembaga penegak hukum juga memiliki peran penting dalam memberantas kejahatan media sosial. Mereka perlu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya dan risiko yang terkait dengan penggunaan media sosial, serta memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi korban kejahatan media sosial.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline