Pada puncak perayaan hari guru Nasional (28/11/2024) Presiden menyampaikan bahwa, guru ASN mendapatkan tambahan untuk kesejahteraan sebesar satu kali gajih pokok dan guru non-ASN mendapatkan nilai tunjangan profesi sebesar Rp 2 juta rupiah. Sontak pernyataan beliau disambut haru dan bahagia oleh para guru.
Namun sampai Januari 2025 ini janji presiden masih menyimpan problematika dan kebingungan. Sehingga janji beliau perlu diluruskan. Mengutip perkataan Heru Purnomo selaku Sekretaris Jendral Federasi Serikat Guru Indonesia bahwa tidak semua guru ASN mendapatkan tambahan kesejahteraan sebesar satu kali gajih pokok, yang mendapatkan tambahan satu kali gajih pokok hanyalah guru ASN yang bersertifikasi Pendidik berupa tunjangan profesi. Sedangkan guru non-ASN kenaikan gajih diberikan kepada mereka yang bersertifikat pendidik pertahun 2023 dan 2024, kenaikan gajih berupa tunjangan profesi sebesar Rp 1,5 juta naik menjadi Rp 2 juta dimulai tahun 2025.
Dari problematika tersebut menandakan bahwa tidak jelasnya kedudukan guru sebagai profesi. Dan bisa dipahami juga guru belum betul-betul merdeka sehingga rentan sekali dijadikan objek politik. Mengacu pada UU Guru dan Dosen bahwa kedudukan guru dan dosen adalah profesi. Namun pada faktanya tidak seperti itu, entah sebagai profesi, buruh, atau pekerja lepas. Dan masih banyak juga mengkultuskan bahwa guru itu pahlawan tanpa tanda jasa, guru itu sebagai pengabdian dan masih banyak lagi.
Ditambah dengan banyaknya segmentasi guru di era Mentri Nadiem Makarim. Ada guru konten kreator, guru penggerak, guru pembatik, pengajar praktik, fasilitator guru dan duta teknologi. Kebijakan membuat segmentasi guru tersebut dapat menciptakan kesenjangan dan konflik horizontal.
Guru Merdeka
Mengutip kata-kata dari Dr. Amir Maliki selaku Rektor Universitas Darul 'Ulum mengatakan, "Jadilah pribadi yang merdeka, merdeka dalam berfikir dan merdeka dalam berperilaku". Namun terkadang kemerdekaan seseorang bisa dipengaruhi hal lain, misalnya kesejahteraan.
Dan berbicara pendidikan yang memerdekakan, bayangan idealnya adalah mencetak pribadi yang mampu berdiri dikaki nya sendiri dengan penuh semangat dan rasa tanggung jawab. Sejalan dengan satu istilah yang menarik, "Meskipun raga harus terkubur, tangan harus tetap mengepal keatas memegang kebenaran". Maksudnya adalah pijakan utama pribadi merdeka adalah kebenaran. Pendidikan selama ini dirasa jauh dari orientasi tersebut.
Pendidikan yang memerdekakan tidak hanya terbatas pada kelas-kelas pembelajaran saja. Tapi pada pengimplementasian apa yang sudah dipelajari. Dan harapan membuat pendidikan yang berkualitas tidak hanya terfokus ke pada peserta didik saja, tapi juga kepada guru. Karena peserta didik yang berkualitas dicetak melalui proses pendidikan yang berkualitas juga. Guru menjadi faktor fundamental dari pendidikan yang berkualitas.
Guru memiliki tugas membentuk karakter peserta didik sekaligus mencerdaskannya. Tugas yang teramat berat tersebut tidak sejalan dengan fasilitas yang diterima guru, sebut saja kualitas kesejahteraan guru. Belajar dari Singapura, Korea, bahkan Finlandia, kesejahteraan guru dijamin oleh negara mulai dari kejelasan status profesi nya, gajih nya, tempat tinggal nya dll. Sehingga wajar kualitas pendidikan di negara-negara tersebut berkualitas, karena guru disana sudah disejahterakan oleh negara.
Solusi Utama
Guru merdeka merupakan langkah penting dalam perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia. Berikut beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan: Pertama, Peningkatan Kesejahteraan. Salah satu cara melihat kesejahteraan seseorang adalah dilihat dari gajihnya, dalam hal ini ya gajih guru. Gajih yang diterima guru tidak sebanding dengan tugas yang mereka emban. Maka perlu adanya pembenahan dalam sistem gajih guru. Misal gajih guru disesuaikan dengan UMK/UMR.