Lihat ke Halaman Asli

Revolusi Mental ala Jokowi vs Budaya Politik

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apabila kita selalu mengikuti perkembangan politik khususnya selama proses PILPRES  2014 kemarin, mungkin kita tidaklah asing dengan kalimat “Revolusi Mental”. Ya benar, kalimat revolusi mental tersebut selalu disuarakan oleh salah satu kontestanya. Dalam proses PRILPRES tersebut kubu jokowi menjanjikan akan melakukan revolusi mental khususnya dalam struktur Pemerintahan yang akan dibangunya kelak.

Salah satu yang akan dilakukan dalam membangun struktur Pemerintahanya nanti diantaranya adalah,  akan membangun kabinet ramping, solid, profesional, koalisi tanpa syarat, dan tidak ada transaksional dalam pembentukan kabinetnya. Mari kita lihat apa yang dilakukan jokowi selepas beliau memenangkan PILPRES 2014 kemarin, apakah beliau benar-benar akan melaksanakan revolusi mental dalam arti sebenarnya, ataukah hanya sebatas jargon pemikat hati masyarakat saja.?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut mari kita ketahui dulu apa itu revolusi mental dalam arti sesungguhnya. Revolusi mental dapat diartikan sebagai perubahan total sikap dan watak manusia dari kebiasaan lama menuju nilai-nilai yang dianggap lebih baik. sehingga apabila jokowi mengunakan konsep revolusi mental dalam mebangunan pemerintahanya, maka jokowi harus merubah total sikap dan watak yang selama ini dianggap kurang baik menjadi sikap atau watak yang lebih baik. Sikap atau watak yang tidak baik itu diantaranya, seperti watak korupsi, watak penjilat, watak asal bapak senang (ABS) atau watak pembohong yang selalu banyak janji tapi tanpa butkti dll.

Apabila revolusi mental  diletakan pada proses penyususnan kabinet, maka  pak jokowi harus berusaha merubah  mental Presiden yang selama ini cenderung berbau politis, menjadi sikap yang lebih mementingkan kualitas individu menteri itu sendiri. Karena Selama ini kita masih disuguhkan oleh buruknya sikap mental yang ditunjukan oleh sebagian para menteri, salah satunya masih banyak para menteri yang tersandung kasus korupsi ataupun ketidak profesionalan mereka yang cenderung memiliki kepentingan ganda, baik itu kepentingan sebagai seorang menteri maupun kepentingan sebagai petinggi PARPOL.

Jokowi membawa angin segar dengan cara mengusung revolusi mental, salah satunya akan membangun kabinet ramping, solid, profesional, koalisi tanpa syarat, dan tidak ada transaksional. Tetapi upaya jokowi untuk merubah prilaku para pejabat negara dengan mengusung “revolusi mental tersebut” tidak lah berjalan mulus. Kata revolusi yang sejatinya mampu merubah atau  menguras habis budaya-budaya politis yang selama ini menghiasi proses penyusunan  kabinet  hanyalah angan-angan kosong,  dimana 16 diantara 34 susunan menteri tersebut masih diisi oleh kalangan dari PARPOL, aroma bagi-bagi kursi pun masih tercium. Memang presentase menteri yang profesional lebih banyak ketimbang dari kalangan partai, tetapi hal itu tidak mencerminkan revolusi mental dalam arti sebenarnya, yang selama ini kubu jokowi dengung-dengungkan.

Memang dalam penyusunan kabinet itu mutlak ada di tangan Presiden, tetapi sedari awal pak jokowi seharusnya memahami bahwa dalam proses perpolitikan itu lekat dengan arus kepentingan. Dimana tidak mungkin dalam peroses demokrasi seperti ini, ada seseorang atau sekelompok orang yang telah mencurahkan  harta, tenaga dan pikiranya hanya untuk memenangkan pihak yang diusungnya tetapi mereka tidak menginginkan apapun. Pastilah ada kepentingan-kepentingan politik yang mereka ingin capai, baik itu berbentuk jabatan maupun kebijakan. Sehingga kata koalisi tanpa syarat atau transaksional dalam pembentukan kabinetnya itu mustahil di hilangkan.

Terlebih apabila politik itu masih di pandang sebagai cara untuk meraih kekuasaan, cara untuk bagaimana kepentingan kelompok dan individu dapat tercapai. Setiap apa yang dilakukan oleh aktor politik pasti ada sesuatu yang ingin di peroleh.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline