Lihat ke Halaman Asli

Rizal Djati Dwisepta

Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Airlangga

Menelisik Perilaku Kehidupan Masyarakat Perkotaan dan Pedesaan di Era Modernisasi

Diperbarui: 21 Mei 2021   03:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana Infrastruktur Perkotaan dan Pedesaan (Sumber Gambar arsitur.com)

Kehidupan tatanan manusia di wilayah Indonesia tiap tahunnya mengalami perkembangan khususnya lingkup perkotaan dibandingkan lingkup pedesaan, perkembangan yang paling menonjol pada era sekarang ini ialah semakin banyaknya pertumbuhan laju perekonomian di pusat perkotaan yang mengakibatkan terjadinya ketimpangan pertumbuhan ekonomi perkotaan dengan pedesaan

Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi diperkotaan banyak pembangunan-pembangunan infrastruktur yang mendukung stabilitas roda perekonomian masyarakat sehingga mengundang ketertarikan bagi masyarakat yang tinggal di luar pusat kota untuk mengadu nasib mencari pekerjaan yang layak dengan pendapatan tinggi. 

Ketertarikan kehidupan perkotaan inilah yang menyebabkan banyak urbanisasi penduduk dari desa ke kota pada tiap tahunnya yang terus meningkat dan mengalami kepadatan penduduk di wilayah perkotaan apalagi daerah pusat perkotaan metropolitan atau megapolitan. 

Namun belum tentu juga kehidupan di kawasan pusat perkotaan metropolitan atau megapolitan mengalami kesejahteraan yang merata dibandingkan kehidupan di pedesaan.

Baca juga : Kemajuan Teknologi Informasi Berdampak pada Sosiologi Masyarakat Perkotaan

Membahas lebih lanjut mengenai kehidupan masyarakat desa dan masyarakat perkotaan, terdapat sisi historisnya dalam kedua masyarakat tersebut yang berbeda lingkup wilayah tempat tinggalnya. Keberadaan desa sudah ada sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. 

Dalam cerita rakyat yang disampaikan secara lisan banyak diperoleh informasi bahwa usia desa sudah sangat tua. Seorang ahli purbakala bangsa Belanda menemukan prasasti yang diperkirakan ditulis pada pertengahan abad ke 14 atau kurang lebih tahun 1350, prasasti tersebut menginformasikan adanya desa.

Pada 7 tahun 1880 ditemukan pertulisan Walandit oleh seorang perempuan bangsa Indonesia di daerah Penanjangan Tengger Jawa Timur dan pada tahun 1899, tulisan tersebut disalin oleh Brandes. Dari piagam/tulisan tersebut diketahui bahwa warga Desa Walandit pada bulan terang (tetileman) dikenakan pungutan untuk upacara menghormati Berahma (gunung Bromo di Pegunungan Tengger).

Perintah raja mengenakan pungutan kepada wara Desa Walandit tersebut ditulis dalam piagam Loyang. Prasasti dan piagam tersebut membuktikan bahwa pada masa itu di wilayah Nusantara sudah terdapat desa.

Demikian pula dengan yang terjadi di Aceh, sistem pemerintahan desa asli Aceh sebelum pemerintahan Hindia belanda secara efektif telah menguasai Aceh. Unit pemerintahan desa di Aceh disebut Gampong, dimana sistem pemerintahan Gampong ini terdiri atas tiga unsur, yaitu: Keuchi, yang dibantu oleh beberapa wakil; Teungku, dan Ureung Tuha.

Sedangkan kota muncul untuk pertama kalinya dalam sejarah umat manusia terjadi di lembah sungai Nil dan Efrat-Tigris. Para sarjana kebudayaan melihat lahirnya permukiman berupa kota sebagai akibat telah cukupnya bahan pangan yang dihasilkan oleh perdesaan. Oleh karena itu ada sebagian penduduk desa yang terbebaskan dari pekerjaan mengolah lahan, mereka itulah yang kelak akan mulai hidup dari kegiatan non agraris.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline