Lihat ke Halaman Asli

Riza Hariati

Information addict

Abu Hanifah Menolak Jadi Hakim

Diperbarui: 22 Juni 2019   10:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay/iraq

Akhirnya Sidang MK selesai juga. 

Tadi saat penutupan sidang MK Pemilihan presiden 2019, Ketua sidang MK Anwar Usman dalam pidatonya penutupannya, mengingatkan kepada semua orang mengenai betapa beratnya pekerjaan seorang hakim melalui kisah Imam Abu Hanifah. 

Abu Hanifah, kata Pak Anwar, lahir di Kuffah, Irak, tahun 80 Hijriyah. Adalah seorang yang berkali-kali keluar masuk penjara karena menolak perintah untuk menjadi hakim. Itu karena dia merasa begitu beratnya pekerjaan sebagai hakim, sehingga memilih dipenjara. Bahkan dia sampai diracun, lalu akhirnya meninggal dipenjara.

Saya pun merasa tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Abu Hanifah ini lalu bertanya pada kakak google. Terutama bagian tragedi pembunuhannya itu. Dan berikut kesimpulan dari hasil laporan dari kakak google pada saya.

Imam Abu Hanifah adalah pendiri mazhab islam terbesar didunia : Mazhab Hanafi. Mahzab ini terutama dianut di sebagian Timur tengah, India, Rusia, Tiongkok, Turki, Afghanistan, Pakistan, Bangladesh dan sebagainya. Berbeda dengan kita yang menganut Mahzab Syafii.

Abu Hanifah adalah seorang Ulama sekaligus Pedagang yang sukses. Kekayaannya memberikan dia kebebasan yang cukup luas sehingga bisa berpikir secara independen.

Memiliki otak yang cemerlang, kemampuan menghafal yang kuat, disertai kemampuan debat yang sulit ditandingi, Abu Hanifah disarankan untuk memperdalam ilmu agamanya dengan berguru pada ulama setiap hari. Dia belajar dari hampir 4000 orang guru, tapi guru yang punya peranan paling besar dalam hidup Abu Hanifah adalah Syaikh Hammad bin Abu Sulaiman. Syaikh Hammad untuk pendeknya. 

Awalnya Syaikh Hammad tidak senang pada Abu Hanifah, karena dia bawel. Banyak tanya dan suka mendebat. Bahkan berani ngotot mempertahankan pendapatnya. 

Tetapi perlahan bakat dan amalannya terhadap ilmu agama akhirnya malah membuat Syaikh Hammad jatuh sayang padanya. Abu Hanifah akhirnya berguru selama 18 tahun padanya, sampai Syaikh wafat.

Setelah Syaikh Hammad wafat, Abu Hanifah yang ketika itu berusia 40 tahun, menggantikan kedudukannya sebagai pengajar dan pemberi fatwa. Dan ini dijalankannya dengan sangat baik. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline