Kondisi Lingkungan Sungai Citarum
Salah satu lingkungan yang paling tercemar di dunia adalah Sungai Citarum, yang berada di Provinsi Jawa Barat dan merupakan bagian dari DAS Citarum. Sungai dengan panjang 269 km ini memiliki tiga permasalahan utama. Lahan-lahan penting yang terletak di bagian hulu DAS sering kali berkontribusi terhadap erosi tanah, yang kemudian bergerak di sepanjang aliran sungai dan mengendap. Selama musim hujan, sedimentasi yang terakumulasi meningkatkan kemungkinan terjadinya bencana banjir.
Sungai Citarum merupakan satu diantara beberapa lokasi terkotor dan terkontaminasi di dunia, menurut penelitian yang dilakukan yakni pada tahun 2013 oleh Green Cross Swizerland dan Blacksmith Institute. Erosi dan polusi dari limbah rumah tangga, limbah pabrik, dan kotoran ternak telah menyebabkan aliran air sungai memburuk.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum juga terbukti mengandung sejumlah bahan berbahaya yang berdampak negatif terhadap daerah sekitarnya dan 35 juta penduduk di 13 kabupaten/kota yang dilewatiya.
Menurut penelitian yang dilakukan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) di Provinsi Jawa Barat dan Greenpeace Asia Tenggara, logam berat dari sisa produksi yang dilakukan pabrik kini menjadi sumber pencemaran di Sungai tersebut.
Kondisi DAS Citarum semakin memburuk akibat urbanisasi yang terus berlanjut dan pertambahan penduduk yang pesat. Sejumlah praktik, seperti penebangan hutan untuk pertanian dan pembangunan perumahan, serta pembuangan sampah secara sembarangan ke sungai, merupakan tanda-tanda tambahan dari sumber degradasi.
Diketahui bahwa masyarakat yang bertempat tinggal di samping-samping sungai memiliki kebiasaan membuang sampah tanpa mengolahnya terlebih dahulu. Kondisi Sungai Citarum semakin memburuk karena kurangnya kesadaran lingkungan dan ketidakpedulian masyarakat terhadap sampah dan kondisi sungai. Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengimplementasikan sejumlah program yang patut dicatat dan efektif.
Contohnya adalah "Citarum Bergetar (2000-2003)" yang berfokus pada pengendalian pencemaran, dan "Citarum Bestari (2013)" yang bertujuan untuk mengurangi masalah pencemaran terhadap air dan memastikan air dari Sungai Citarum aman untuk diminum pada jangka waktu 5 tahun. namun kenyataannya, tidak ada program yang terealisasi sepenuhnya atau dapat dilaksanakan dengan sempurna.
Selain itu, sebuah inisiatif baru yang disebut "Citarum Harum" diperkenalkan di tahun 2018 dan dipromosikan secara pribadi oleh Presiden Republik Indonesia yaitu Joko Widodo. Semua program ini yang dasarnya bertujuan untuk memulihkan dan menyehatkan lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum agar berada dalam kondisi yang sangat baik, namun pelaksanaan program-program ini terkadang terhambat oleh intensifikasi program.
Mengembalikan Sungai Citarum ke kondisi semula adalah pekerjaan yang sulit. DAS Citarum melintasi 13 kabupaten/kota, dengan beberapa titik masih berada di bawah pengelolaan kelompok-kelompok kecil seperti Perhutani dan Perkebunan Nusantara VII.
Banyaknya kabupaten dan kota yang dilintasi oleh Sungai Citarum membuat pengelolaan sampah menjadi seperti permainan pingpong. Inisiatif yang diintensifkan sering kali menghadapi tantangan tambahan, seperti masalah koordinasi, partisipasi yang tidak lengkap dari semua pihak dalam pengembangan solusi, dan kurangnya pemahaman di antara para Individu tentang tanggung jawab untuk pengelolaan pada Sungai Citarum. Untuk memastikan tidak ada lagi ketidaksinkronan dalam pelaksanaan tugas, sejumlah pihak terkait perlu dikumpulkan untuk memberikan solusi yang komprehensif terhadap permasalahan Sungai Citarum yang sudah berlangsung lama.