Lihat ke Halaman Asli

Menjawab Tudingan Fahri Hamzah Terkait NTP

Diperbarui: 23 Juli 2018   16:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.instagram.com/akunketansusu

Beberapa waktu lalu, Fahri Hamzah tiba-tiba berbicara tentang Nilai Tukar Petani yang menurun tiga tahun belakangan ini, Entah apa maksud dibalik cuitan Fahri Hamzah di akun twitternya tersebut yang menghubungkan menurunnya Nilai Tukar Petani dengan keberhasilan pemerintah menurunkan tingkat kemiskinan saat dirilis oleh BPS beberapa waktu lama. 

Setelah membaca cuitan pimpian DPR tersebut, saya pun tergelitik untuk menganalisa perihal kebenaran data yang disampaikannya. Apakah hal tersebut benar atau hanya kritik Fahri kepada pemerintah yang selama ini selalu dilakukannya.

Diawal tulisan ini saya akan bahas mengenai Nilai Tukar Petani. Nilai Tukar Petani ( NTP) dan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) bukanlah satu-satunya indikator utama yang dilakukan oleh Kementan untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani. Indikator kesejahteraan petani juga harus dilihat dari tingkat kemiskinan maupun gini rasio di perdesaan.

Mari kita lihat fakta-fakta yang ada berdasarkan rilis BPS dan informasi yang disampaikan oleh Kementan terkait hal tersebut beberapa tahun belakangan ini.

NTUP rata-rata nasional tahun 2016 berada di posisi tertinggi dalam 3 tahun terakhir. Tahun 2016 NTUP mencapai 109,86 atau naik 2,3 persen dibandingkan tahun 2015. Melihat tren tersebut, jika dilakukan komparasi data per tahun, dapat dilihat bahwa terdapat tren positif. NTP tahun 2016 mencapai 101,65 meningkat 0,06 persen dibandingkan NTP 2015 yang sebesar 101,59.

Itu adalah data valid yang bisa kita gunakan untuk melihat NTUP dan NTP secara statistik dari pihak yang memang kredibel untuk menjawab. Jadi agak membingungkan jika seorang Fahri Hamzah yang menggunakan data dalam cuitannya yang tidak valid dan menyesatkan publik.

Perlu diketahui,  NTP dan NTUP baru bisa dibaca sebagai tingkat kesejahteraan petani bila diambil dalam rentang waktu yang tepat, mengingat indeks harga berfluktuasi secara harian dan bulanan. Karena itu, analisis NTP dan NTUP dikaitkan dengan kesejahteraan petani harus minimal dilakukan per satu musim tanam untuk petani tanaman semusim, dan tahunan untuk petani tanaman tahunan.

Hal yang seperti ini mungkin yang tidak disadari oleh seorang Fahri Hamzah dari membaca data statistik. Hanya melihat angka-angka yang ada tanpa melihat latar belakang yang mendasari angka-angka tersebut muncul. Apalagi data tersebut dia dapat dan bisa digunakan untuk nyinyir terhadap pemerintah yang sudah menjadi kegemarannya.

Jika diatas yang saya beberkan adalah data tahun-tahun sebelumnya, mari kita beranjak ke tahun ini. Beberapa waktu lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data Nilai Tukar Petani (NTP) pada bulan Juni 2018. BPS mencatat NTP nasional Juni 2018 meningkat 0,05% secara month-to-month (MtM) ke 102,04. Kenaikan NTP dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) naik sebesar 0,36%, lebih besar dari kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) sebesar 0,30%.

Jika melihat dari statistik dan penjelasan yang sudah saya jelaskan diatas, rasa-rasanya tidak pantas seorang pimpinan DPR seperti Fahri Hamzah mengkritik pemerintah dengan data yang kurang tepat. Terlepas dari apapun motifnya, saya rasa seorang Fahri hanya nyinyir terhadap pemerintah dan menggunakan NTP untuk mengcounter keberhasilan pemerintah mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline