Sebelum Saya merasakan bangku kuliah, Saya pernah mencoba untuk mendaftar tes penerimaan taruna. Tentu sebelum mendaftarkan diri, Saya mempersiapkan diri secara maksimal. Mulai dari fisik, mental, hingga berkas-berkas yang diperlukan. Suatu hari, orang tua Saya menyarankan Saya untuk menambah persiapan yang harus dilakukan, yakni mencoba dan mempelajari tes psikologi.
Meskipun Saya saat itu belum mempelajari tentang hal apapun mengenai psikologi, tapi saya paham bahwa mempelajari tes psikologi adalah tidak dibenarkan dan tidak disarankan. Tapi apa lah daya. Saya hanya bisa menuruti perkataan orang tua saya. Meski Saya pada akhirnya tidak lolos hingga ke tahap tes psikologi, tapi saya mendapatkan wawasan baru mengenai tes ini.
Masuk ke dalam bahasan tes psikologi, tes yang biasa dikenal dengan psikotes ini merupakan tes yang berfungsi untuk mengukur perbedaan antara seseorang dengan lainnya mengenai reaksinya terhadap sesuatu. Wilayah tes psikologi terbagi menjadi tes kognitif dan tes non kognitif. Tes kognitif meliputi tes intelegensi, tes bakat, dan tes prestasi, sementara tes non kognitif meliputi tes kepribadian, tes minat, dan tes nilai.
Tes psikologi bisa jadi merupakan alat ukur yang jawabannya terdapat pada testee (orang yang melakukan tes psikologi) itu sendiri. Dalam jawaban yang diberikan oleh testee, tidak ada yang salah maupun benar. Oleh karena itu, testee tidak perlu untuk mempelajari alat tes yang akan digunakan sebelum psikotes berlangsung.
Apabila testee memaksakan diri untuk mempelajari alat tes yang akan digunakan untuk psikotest nantinya, akan ada konsekuensi yang cukup fatal. Sebagai contoh, di dalam satu baterai tes akan digunakan beberapa alat tes kepribadian. Apabila testee sebelumnya mempelajari alat tes tersebut, akan ada kemungkinan terjadi inkonsistensi antara hasil psikotes menggunakan alat tes satu dengan alat tes yang lainnya. Hal tersebut membuat karakteristik yang asli dari testee tersebut tidak telihat. Lebih parahnya lagi, inkonsistensi tersebut dapat memberikan interpretasi secara klinis bahwa testee tersebut bermasalah yang akhirnya membuat lembaga, organisasi, atau perusahaan yang dilamar testee tersebut tidak mau menerimanya.
Daripada mempelajari psikotes, pelamar lebih baik mempelajari visi dan misi lembaga, organisasi, atau perusahaan yang akan dilamar. Hal ini dikarenakan lembaga, organisasi, atau perusahaan tersebut mencari kandidat yang visi dan misinya sesuai dengan visi dan misi mereka. Sehingga dengan mempelajari hal tersebut, kemungkinan pelamar untuk diterima menjadi lebih besar.
Selain itu, pelamar juga dapat mempersiapkan kondisi fisik dan mental yang prima sebelum melakukan proses melamar pekerjaan. Kondisi fisik yang prima dapat dicapai dengan tidur yang cukup dan sarapan sebelum melakukan psikotest maupun wawancara. Sedangkan kondisi mental dapat kita siapkan dengan membuat suasan hati dan pikiran masuk ke dalam keadaan rileks dan bahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H