Lihat ke Halaman Asli

Pedagang Pasar Pedati Bogor; Berkata Tidak! Berhubungan dengan Rentenir

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13803592561758819671

Pasar adalah tempat dimana orang mencari berbagai kebutuhan, dari mulai kebutuhan pokok sampai kebetuhan yang sifatnya pelengkap,

Dipojok pasar terdapat penjual bumbu dapur dan sedikit sayuran, yang biasa disapa dengan panggilan ibu juriyah, ibu juriah adalah salah satu pendatang di daerah bogor, asli bumiayu, brebes, sudah berjualan 25 tahunan, tapi 10 tahun sebelumnya ibu juriah berjualan di pasar daerah Jakarta, karena ada beberapa alasan  akhirnya pindah di pasar pedati sampai sekarang. Ibu juriah memulai usahanya dengan bermodal sendiri Rp 300.000 dari tabungannya,

Ibu juriyah tidak pernah berurusan dengan rentenir (pemberi hutang di pasar) dengan alasan “saya mah gak kepengen ngutang ke rentenir, Cuma bikin pusing aja” ujarnya. Ibu dari 13 anak ini memang periang orangnya, dia optimis dengan usahanya, biaya iuaran perharinya yang dibayar beliau sebesar Rp 50.000, beliau juga mempunyai anak yang mempunyai usaha yang sama di pasar yg berbeda didaerah bogor. Karena di pasar tersebut menurutnya banyak anak-anak muda yang berjualan sayuran dan bumbu dapur untuk membantu orang tuanya mereka masing-masing termasuk anaknya ibu juriyah, dan rata-rata anak-anak tersebut berasal dari luar daerah. Ibu juriyah mengambil untung dari setiap kilo yg dijaual mengambil untuk Rp 2000 sampai Rp 3000.

_____________________________________

Disisi lain dari banyaknya hiruk pikuk orang yang berdagang di pasar tersebut, dari mulai sayuran, peralatan rumah tangga, makanan-makanan

Ibu jaenab adalah penduduk asli bogor yang berjualan kembang-kembang kematian dan pernak-pernik sesajen untuk selamatan/hajatan. Sebelumnya ibu jaenab berjualan dengan suaminya yang berdagang kopi didaerah pasar tersebut. Ibu dari 6 anak ini sudah ditinggalkan suaminya karena sudah meningggal 10 tahunan yang lalu. Ibu jaenab juga sudah mempunyai langganan pribadi, dan ibu jaenab mengakui tidak pernah meminjam dengan rentenir, “ saya belum pernah, selama seumur hidup saya untuk meminjam kepada rentenir, karena saya tidak suka” begitu ujarnya.

Ibu jaenab berdagang di pasar tersebut tidak dikenakan biaya apapun, karena suami ibu jaenab yang dulunya pernah menjadi salah satu kurir yang bekerja untuk penarikan iuaran pedagang di pasar tersebut. Dari hasil berjualan pernak-pernik sesajen itu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sisanya ditabung, hingga akhirnya bisa memberikan modal untuk anaknya berdagang sepatu dipasar daerah bogor.

_____________________________________

Ayah dari 2 anak ini sedang sibuk melayani dagangannya, dudun adalah sapaan akrabnya berdagang jengkol yang berdagang dipasar pedati bogor.

Dudun berdagang dari sebelum berkeluarga, dudun membayar sewa perbulan Rp 2.000.000, itu belum termasuk pungutan liar dari preman-preman setempat. “saya dipungut iuaran yang di lindungi oleh jendral, ini salah satu kendala saya harus membayar beberapa preman yg datang” kata dudun. Sebelum menjadi pedagang jengkol, dudun hanya seorang penjual kantong plastik yang berkeliling di pasar. Hingga akhirnya mempunyai usaha sendiri sebagai pedagang jengkol.  Dudun memulai usahanya dengan modal pribadi, hasil dari tabungan menjual kantong plastik. Menurut dudun kebanyakan pedagang disini dimodali oleh beberapa orang yang bukan penduduk asli bogor, dudun lebih memilih tidak menggantungkan usahanya terhadap pemodal atau rentenir. Dia lebih memilih untuk berjualan sedikit tapi menghasilkan dan tidak pusing dengan hutang. “saya males berhubungan rentenir”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline