Lihat ke Halaman Asli

Tubuh yang Dilembagakan Performance Art Event Asbestos Art Space.

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

___________________________________________________________________________________

Oleh ; Riyadhus Shalihin

“ Ada yang perlahan terbakar, di meja makan , saat piknik , saat kau berjalan – jalan dikeramaian kota “

Dengan kepala yang dinaungi fry pan terbakar, telor yang dilahap bulat – bulat seniman tersebut menunjuk – nunjuk setiap orang yang di sekelilingnya, para penonton yang menyaksikan peristiwa tersebut tampak menahan nafas dengan cemas.

Itulah satu fragmen yang ditampilkan oleh seniman performance Peri Sandi Huizche sebagai salah satu rangkai pertunjukan “ Tubuh Asia “ yang digagas oleh Asbestos Art Space Bandung pada tanggal 24 Oktober 2011. Perupa Mimi Fadmi menegaskan bahwa ini adalah sebuah kontinuitas eksteriorasi atas resepsi pada bebagai kemungkinan kesenian baru, Direktur Artistik Asbestos W. Christiawan yang juga tampil sebagai salah satu performer menyatakan bahwa acara ini pun merupakan sebuah ruang pertemuan lintas kultur antara para performer Asia dan Indonesia, sebuah testimoni yang menjelaskan “ kebutuhan “ para seniman akan “ ketubuhan “ mereka .

Seiji Shimoda sebagai Direktur NIPAF ( Nippon International Performance Art Festival ) turut menampilkan karya, bunyi jam weker berbunyi dengan repetitif, tubuh menekuk, isolasi bergelantungan, semerbak parfum, hingga korek gas yang menyala, pertunjukan pun selesai. Sebuah tesis rupa yang membutuhkan sublimisme tafsir akan peristiwa metaforis yang tidak dapat mudah dicerna, namun inilah keunikan khazanah perfomance art yang menggabungkan berbagai konvensi seni yang melebur dalam pertunjukan tanpa dikotomi Teater, Seni Rupa ataupun Tari. Foucault menyatakan akan datang sebuh era yang disebut “ Heterotopia “, dimana seluruh elemen seni baku akan luluh tanpa titik inti, Performance Art sebagai sebuah pernyataan keterbukaan akan zaman yang terus bergerak bersama situasi politik, budaya, estetik masyarakatnya, tampak konteks dengan statement filsuf posmo tersebut.

Intan Agustin, Rudi Abdallah, dan seniman lainnya pun turut menyusun teks dalam tubuh mereka sebagai medan rupa, namun yang perlu dicatat dari peristiwa cultural - exchange ini adalah dekontruksi estetik yang digaungkan oleh para seniman masa kini bukanlah lantas menjadi anti - tesis pada kearifan tradisi daerah. Hal ini dapat dilihat dari Performance yang ditampilkan oleh para Seniman asia terutama para Performer jepang yang meluluhkan elemen lokalitasnya bersama enersi seni yang baru, Alunan nada dari musisi Kitaro, teks – teks Hiragana – Katagana dengan bangga mereka usung dalam konstruksi artistik pertunjukan, menjelaskan bahwa tidak sekonyong – konyong kebaruan zaman mudah melunturkan nilai – nilai adiluhung budaya setempat, sebuah ekspresi positif yang masih perlu “ ditubuhkan”oleh para performer indonesia dalam rangka meraba antara formalisme dan realitas seni.

___________________________________________________________________________________

*Mahasiswa Teater, Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline