Lihat ke Halaman Asli

Rive Nurdamayanti

Mahasiswa Sarjana Terapan Kebidanan + Profesi Bidan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Bertemu dengan KTD pada Remaja, Bagaimana Peran Bidan?

Diperbarui: 27 November 2022   23:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pada masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua (dalam Ali.M dan Asrori.M, 2016).

Masa remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak-anak hingga masa awal dewasa, yang dimulai pada usia sekitar 10-12 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun. Masa remaja ini juga biasa dijuluki dengan masa pencarian jati diri dan identitas diri. Para remaja berbondong-bondong mengikuti suatu hal yang mereka rasa benar untuk mencari jati diri mereka. 

Tak jarang karena pembuktian jati diri tersebut malah membuat mereka terjerumus dalam kubangan hitam yaitu pergaulan bebas. Pergaulan bebas dapat terjadi karena beberapa hal diantaranya faktor lingkungan yang ditempati oleh remaja, kurangnya wawasan dan pendidikan, kontrol diri yang rendah, dan kurangnya perhatian serta pengawasan dari orang tua.

Salah satu dampak pergaulan bebas yang sangat berat adalah hamil diluar nikah atau yang kita sebut dengan kehamilan tidak diinginkan. Kehamilan tidak diinginkan (KTD) merupakan keadaan dimana ketika kehamilan terjadi, salah satu pasangan baik dari pihak laki-laki maupun perempuan dan bahkan keduanya tidak menginginkan adanya kehamilan tersebut. 

KTD biasa terjadi pada pasangan yang sudah menikah maupun yang belum menikah dimana keduanya tidak sedang merencanakan kehamilan. KTD yang menimpa pasangan dengan status belum menikah hingga saat ini masih menjadi salah satu bahan perbincangan publik yang tiada habisnya apalagi jika terjadi pada usia remaja.

Dari  hasil Survey Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana  Nasional  (BKKBN)  pada  tahun 2017,  setiap tahun  ada sekitar 15  juta  remaja yang berusia 15-25 tahun melahirkan dan 20% dari sekitar  2,5  juta  kasus  KTD  dan  aborsi di Indonesia yang dilakukan oleh remaja. Hal ini membuktikan bahwa kasus KTD yang ada di Indonesia paling banyak menimpa kaum remaja.

Sebagian kaum remaja yang mengalami KTD akan mengambil jalan pintas dengan aborsi, lalu sebagian dari sisanya memilih melahirkan bayi dalam kandungannya dan menikah dengan ayah biologis dari janin tersebut. 

Namun dengan adanya kasus KTD yang menimpa remaja, masalah yang hingga saat ini masih menjadi PR bagi para bidan dan juga tenaga kesehatan adalah kurangnya kesadaran para ibu hamil ini untuk memeriksakan kehamilannya. Hal ini dapat dipengaruhi karena kurangnya pengetahuan dan wawasan remaja mengenai kehamilan, dan juga karena mereka malu sehingga menyembunyikan kehamilannya dan tidak memeriksakannya sama sekali.

Pemeriksaan kehamilan atau ANC terpadu merupakan Pelayanan antenatal komprehensif dan berkualitas yang diberikan kepada ibu hamil dengan tujuan kehamilan yang sehat, bersalin dengan selamat, dan melahirkan bayi yang sehat. Melakukan pemeriksaan ANC terpadu ini adalah hal yang wajib dilakukan oleh seorang perempuan ketika sedang hamil. Pemeriksaan ANC terpadu ini alangkah baiknya dilakukan dari trimester 1 atau 12 minggu pertama kehamilan. Hal ini dikarenakan proses berkembangnya janin yang paling berpengaruh pada pertumbuhan otak, organ, dan sistem yang lainnya terjadi pada trimester ini. Sehingga harapannya jika pemeriksaan dilakukan pada trimester awal dapat mendeteksi sedari dini keadaan janin yang ada di kandungan ibu dan juga apabila ada kelainan pada janin tersebut.

Rata-rata, para remaja yang mengalami KTD baru berani memeriksakan kehamilannya pada usia kehamilan di atas 20 minggu. Dan tak jarang dari mereka yang melakukan pemeriksaan tersebut karena paksaan dari orang tua dan bukan dari kehendak remaja itu sendiri. Peran seorang bidan sangat penting dalam kasus seperti ini. Peran bidan diantaranya:

  • Bidan harus mampu menempatkan dirinya sebagai seorang yang netral dan tidak menghakimi remaja tersebut atas kehamilannya.
  • Bidan harus selalu memberikan komunikasi, konseling, dan juga informasi (KIE) yang mengenai kehamilan yang mungkin belum diketahui oleh remaja tersebut.
  • Bidan harus meyakinkan, memastikan, dan menguatkan remaja tersebut melalui komunikasi konseling agar dengan kuat hati bersedia menerima kehamilan tersebut dan bersedia merawat kehamilannya.
  • Bidan harus memastikan remaja tersebut mendapatkan pemeriksaan yang seharusnya didapatkan oleh ibu hamil tanpa adanya diskriminasi dan perbedaan perlakuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline