Lihat ke Halaman Asli

Dua Belas Purnama Dan Hantu

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

1)
Kau adalah dua belas purnama, sedangkan aku adalah orang asing. Aku ini orang asing di duniamu (akulah yang paling asing, datang dari negeri yang tak dikenal), yang kau percaya bahwa aku adalah malaikat yang sengaja Tuhan turunkan untukmu. Lambat laun hati kita berbisik-bisik kecil, seolah mereka menemukan pasangannya. Asal mula bisikan itu mengaku bernama cinta.
Dimensi pikiran sebagian orang-orang tentang cinta adalah sebuah kotoran, debu-debu halus yang melekat pada ingatan. Aku selalu berharap, jika cahaya pagi datang, aku ingin terbangun dari tidur panjang. Lalu tersesat jauh ke dalam hatimu, selamanya. Orang-orang mengabadikannya sebagai cinta, dan bunga-bunga mensabdakannya sebagai rindu.
2)

Aku selalu merekam segala percakapan sederhana, tawa-tawa kecil kita, kenangan yang tak mampu terlukiskan, dan juga senyum indahmu. Dari kedua bola matamu yang bening, seperti mengisyaratkan aku untuk berkata “Aku mencintaimu, lalu kata-kata ini akan ku ulangi setiap pagi.” Setiap pagi, setiap kau membuka mata lalu mencariku.

Aku selalu jatuh cinta ketika kau tersenyum dari bibir mungilmu ataupun ketika kau mengikat rambutmu yang panjang terurai. Seperti biasa, dengan alasan tidak nyaman atau teriknya matahari sedang tidak bersahabat. Kedua momen itu adalah salah satu hal terbaik dalam sepanjang hidupku.

3)

Aku selalu merekam pelukan hangatmu, bibir kita yang saling beradu, belai mesra dari tanganmu yang halus. Seakan-akan kau jatuh cinta kepada pemiliknya. Aku juga selalu mengingat tempat pertama kali kita bertemu, taman itu, sudut-sudut kota, ataupun rumahmu yang nyaman dan sederhana.

Kita duduk di depan teras rumahmu, berbincang sejenak sembari mencicipi secangkir kopi buatanmu. Walaupun kopi buatanku sendiri masih terasa lebih nikmat dibandingkan buatanmu, tetapi aku mencintainya. Lalu malam telah melebur dirinya menjadi kertas-kertas, dan detik terasa memajukan langkahnya sendiri. Waktu paling sempurna untuk merebahkan kepada tubuh yang lelah. Namun kau seolah tak rela dan harus menghadapi dinginnya malam seorang diri.

4)

Kau seperti stasiun kereta, aku merelakan selembar karcis menjadi dua bagian untuk mengantarkan kau kemana saja. Hatimu adalah ruang tunggu, yang datang kemudian pergi, yang pergi dan atau tak kembali. Aku pernah singgah disana hanya untuk sekali dan untuk terakhir kali. Aku selalu memeluk tubuhmu, sebanyak aku mengunjunginya.

Kereta rangkaian listrik, sebuah benda berbentuk balok panjang terbuat dari baja, dengan kecepatan seratus kuda. Segalanya terbuat dari besi baja padat, alat untuk memindahkan tubuh mereka ke sekolah, ke kantor, sebuah tempat rahasia, atau kemana saja. Diatasnya ku ajak kau melihat keangkuhan ibukota negeri ini. Jalanan adalah tempat memamerkan seluruh kekayaan mereka dan juga keangkuhannya. Disini aku membuat seluruh dunia cemburu kepada kita, kita bergandengan tangan sepanjang jalan (yang kau sebut ini bahagia itu sederhana).

5)

Suatu hari, disebuah kedai kopi. Sebuah tempat kita menikmati senja akan beranjak pergi tugas menuju bagian bumi yang lain. Tempat dimana seluruh orang mengabiskan hari liburnya bersama keluarga, bersama kekasihnya atau bukan kekasihnya. Tempat dimana seluruh rahasia dan kebohongan disatukan. Juga tempat dimana aku duduk berhadapan denganmu, melahap roti dan secangkir kopi hangat, habis tanpa sisa. Disini aku mencatat senyummu sebagai kebahagiaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline