Kalau cinta itu buta kenapa masih ada yg memilih?
Kalau cinta itu indah kenapa masih ada yg menangis?
dan kalau cinta itu ada untuk semua orang kenapa masih ada yg memperebutkan cinta?
Lalu kalau cinta itu hanya kamu dan aku kenapa masih ada dia?
kini semua pertanyaan itu sering memenuhi kepala ku. Ah, mungkin ini hanya fase yang biasa terjadi di masa masa remaja ku. Tapi mengapa selama ini aku gagal mencari jawabannya? Yang terjadi malah semakin bingung dengan yang terjadi saat ini. Mungkin aku bisa menemukan jawabannya nanti.
- beep beep -suara handphone membuatku terbangun dari lamunanku sore itu. Ada pesan baru rupanya. Dan itu dari dia.
'jangan lupa sholat ya dinda, besok ketemu di kampus ({})'
sebuah pesan singkat dari Djanuar yang membuat ku tersenyum. Reflek akupun langsung membalas sms nya.
'iya, pasti gak lupa ko. Kamu juga ya nu.. ({})'
Namanya Djanuar, bisa di bilang dia itu salah satu teman laki laki di kampus yang lumayan dekat dengan ku akhir akhir ini. Karena dia juga semua pertanyaan tentang perasaan sayang, cinta memenuhi pikiran ku. Kita memang sudah hampir setengah semester berada dalam satu kelas di semester kedua ini. Tapi hubungan yang satu ini baru berjalan selama 2 minggu terakhir. Hubungan? Apa mungkin kita sedang berada di dalam suatu hubungan? Suatu ikatan? Tidak pernah ada jawaban yang pasti. Yang aku mengerti saat ini hanyalah rasa nyaman dan senang bila di dekatnya.
Waktu pun berjalan begitu cepat. Hingga akhirnya fajar pun menampakan wujudnya dari ufuk timur. Cahaya kehidupannya pun menembus lembut tirai kamarku, dan menjatuhkan bayangannya tepat di wajahku. Akupun terbangun dari tidur nyenyak ku bersama bayangannya. ku raih handphone di samping bantal, ada pemberitahuan 1 pesan masuk.
'selamat pagi adinda. Jangan lupa sarapan ya, pake jaket! :*'
pesan pertama dari Djanuar pagi ini menjadi moodbooster terhebat. Aku bangkit dari tempat tidur ku, dan bersiap berangkat ke kampus.
***
Kelas di mulai 10 menit lagi. Satu persatu teman teman ku datang dan memenuhi kursi di ruangan ini, namun sampai sekarang aku belum melihat tanda tanda kedatangannya.
semua sms yang aku kirim padanya pun tidak ada jawaban. mungkin dia terjebak macet, pikirku. Dan kelas pun di mulai.
Tok tok tok
terdengar suara pintu di ketuk, muncul sosok laki laki dari balik pintu. sosok yang sudah sangat aku kenal. Dengan gaya 'khas' nya dia melangkah memasuki ruangan lalu duduk di sebelahku.
''maaf aku telat.'' suara lembutnya berbisik kepadaku. Aku pun tersenyum.
''ga apa apa ko'' pandangan ku kembali tertuju pada slide di depan kelas.
***
semua aktifitas kampus hari ini berakhir. Lebih indah ternyata dengan suasana dan 'hubungan' seperti ini memberi warna baru di hidupku. dahulu terasa biasa saja, hanya rutinitas kampus, tugas tugas, teman teman yang sama, dan pacar yang sama.
Pacar? Dierga Nugraha, pacar ku yang terlupakan. Sebenarnya bukan maksudku melupakannya, tapi ini semua karena dia dengan seenaknya datang dan pergi begitu saja. Mengabaikan hubungan yang sudah berjalan lebih dari 1 tahun ini.
Semua perhatian lebih ku padanya mungkin hanya angin yang berhembus di hadapannya. Tak terlihat, mungkin menyejukan, tapi hanya sebentar. Rasa rinduku padanya cukup kuat,
tapi ya sudahlah. Biarkan dia yang mencariku sekarang.
''ndaaaa, dindaaaaa'' suara centil Nisa memecahkan kesunyian. aku tersenyum padanya. Dia berlari ke arah ku.
''lu ko sendirian din, djanuar mana? duduk di pelataran yu, gue nunggu Nata ngejemput nih.'' sambil menarik tanganku dan berjalan menuju pelataran.
''djanuar tadi ke mushola dulu sama ega. Lu di jemput jam berapa nis?''
''ga tau, dia bilang sih udah otw. eh lu jadian sama djanuar? Ko ga bilang bilang sih''
''hah? engga ko. Kita ga jadian yeee.. Dianya juga punya pacar kali.'' jawabku sambil tertawa ringan.
''yaudah sih bee kalo lu suka udah jadian aja, lagian mana coba sekarang si dierga. Ngilangkan? Udah putusin aja terus jadian sama djanuar.''
''gila apa terus apa kabar pacar kita kita? Wuuu se enaknya lu. Haha''
kami pun tertawa dan saling bercerita tentang hari hari kami dan cinta kami. Nisa, sahabat baiku di kampus. hampir kemanapun kami selalu berdua, di kelas, di kantin, dan dimana saja.
''eh gue udah di jemput nih. Balik duluan ya?''
''iya gih, hati hati ya beb.''
''lu sendirian ga apa apa? Atau ga nanti gue sms djanuar buat nemenin lu di sini?''
''eh ga usah di sms. bentar lagi juga gue pulang.''
''oh yaudah, gue duluan yaa..''
''okeey...''
Nisa berjalan menjauh dan menghilang, aku pun menyandarkan badan ku ke dinding.
Sambil tersenyum ku tarik nafas dalam dalam dan terpejam sejenak. Menenangkan pikiranku. Terbayang sejenak tentang diriku, Djanuar, dia, dan Dierga. ada apa dengan ini? apa akhirnya, mengapa perasaan ini aneh.
Tiba tiba aku merasakan ada seseorang yang duduk di sebelahku. Wangi ini, aroma tubuh yang sepertinya aku kenal, ku buka mata ku perlahan. ku lihat Djanuar sudah duduk di sebelah ku dan menyandarkan kepalanya di bahuku.
''aku ngantuk nda, senderan ke bahu kamu boleh kan?'' Dengan nada yg sedikit manja djanuar melihat ke arahku. Aku tersenyum tanda mengiyakan.
''kenapa kamu belum pulang nu? ko tau aku disini?''
''aku pasti tau kamu ada dimana ko. Nanti pulangnya kalau udah teduh. Panas banget hari ini''
''idih gombal. dasar manja, cuman panas segini aja ciut'' dengan nada ejekan aku menyubit lengannya.
''hahaha, abis emang panas kan. Kamu sendiri kenapa belum pulang dinda ku sayaaaaaang?'' dia mengusap rambutku pelan
''hehe, panas. Jadi ga pulang.''
''tuhkan sama, ga mau kepanasan. Dasar manja hahaha''
kami tertawa dan bercanda bersama. Siang ini lebih indah, bersamanya. Waktu terus berlalu, langit yang biru kini mulai berselimut jingga.
''djanuar, kita pulang yu, keburu sore banget nih.'' ajak ku sambil mulai merapihkan barang barang ku.
''yu, kamu pulang sendiri?''
''iyalah, masa berdua. Mau sama siapa coba?''
''hehe, iya sih. Aku anter sampe depan aja ya''
''ga usah di anter ko, sendiri aja''
''udah, bawel. Aku anter sampe depan gerbang'' djanuar bangkit dari duduknya da meraih tas milik ku. Lalu melangkah meninggalkan ku. Aku berlari kecil menyusulnya.
***
Tugas, tugas, tugas. Malam yang penuh tugas, minggu terakhir perkuliahan sangat melelahkan. Deadline tugas pun menumpuk. Minggu terakhir pula aku sekelas dengan Djanuar. Begitu mengingat tentang ini perasaanku berubah menjadi tidak karuan.
Aku akan kehilangan senyumnya, wangi tubuhnya, dan tidak akan mencarinya saat dia tidak ada di kelas. Aaah otak ku mulai merasa tidak baik.
Drrrttt drrtttt.. Suara getar handphone di meja belajar.
'sayang, apa kabar? Baik baik aja kan? Besok kita ketemu ya. Maaf aku baru bisa ngabarin kamu :*'
sms dari Dierga? Tumben ada sms darinya. 1 berbanding 100 dari sms Djanuar yang mungkin setiap menitnya ada. Ada rasa senang di hati, tapi tidak seperti dulu.
'tumben kamu sms ga, aku baik baik aja. Besok jemput di kampus aja ya.'
berselang beberapa menit ada sms baru dari Dierga
'hehehe. Maaf ya, aku jemput jam 3 ya'
aneh, tumben Dierga sms. Mungkin dia sudah merasa jenuhnya kepadaku berkurang. Tapi mengapa aku takut djanuar marah bila melihatku bersamanya? Padahal djanuar kan jelas jelas punya pacar.
Sebenarnya aku tidak suka situasi seperti ini. Ketika aku merasa jenuh dan ada celah antara hubungan ku dengan dierga mengapa harus ada djanuar. Djanuar datang dengan sikap yang berbeda, dan panggilan yang mulai beda. Atmosphire di antara kita pun semakin hari semakin berbeda, perasaan ini semakin kuat.
Aku benci hubungan yang entah kapan awalnya di mulai, dan bagaimana ceritanya. Lalu apa kabar dengan akhirnya. Pasti tidak jelas juga sampai kapan kita akan bertahan seperti ini. Lebih intensif berhubungan dengan djanuar tidak mementingkan pacarku sendiri. Kadang aku berpikir bagaimana hubungan djanuar dengan kekasihnya.
pernah aku memberanikan diri untuk menanyakannya, tapi itu membuatku merasa sakit. akhirnya aku pura pura tidak mau tahu. Memang tidak jelas awalnya, tidak bisa di tebak akhirnya, tapi hubungan ini berjalan sangat sempurna. Penuh kasih sayang, senyum, dan hal hal baru. Menumbuhkan rasa takut kehilangan. Tak pernah mengetahui perasaan Djanuar yang sebenernya meski dia manis, baik, dan berbuat banyak untuk ku. memang benci seperti ini, tapi enggan tuk meninggalkan hal ini.
****
Pertemuan ku dengan Dierga cukup untuk mengobati rasa rinduku padanya. Kini dia berubah menjadi pacar yang lebih menyenangkan, bisa membuat ku tersenyum dan aku suka dia yang seperti ini. Aku berharap dia akan selalu bersikap seperti ini. jadi aku tak perlu ragu kepadanya. hubungan ku menjadi lebih baik jika Dierga tetap begini.
Apa kabar dengan hubungan Djanuar dan pasangannya? Entahlah, aku tak pernah bertanya tentang itu lagi. Cukup bagiku tau bahwa dia baik baik saja dengan kekasihnya. Lalu bila Djanuar baik baik saja dengan kekasihnya mengapa dia mencari tempat sandaran lain untuknya, apakah hubungan yang baik belum cukup baginya untuk menjaga perasaannya. Aku berharap suatu saat nanti Dierga dapat memahamiku seperti halnya Djanuar, karena terkadang yg aku butuhkan hanya perhatian yang sederhana. Tak perlu sebuah hadiah yg istimewa atau bertemu setiap hari, cukup dengan komunikasi yang baik. Tapi sayang Dierga bukanlah Djanuar.
****
sikap manis Dierga hanyalah bertahan beberapa hari, setelah itu menghilang lah kembali seperti biasa. Djanuar semakin memperlihatkan perasaannya. Dia semakin meyakinkan ku untuk benar benar meninggalkan Dierga dan tetap bersamanya. Dia meminta agar aku pun membantunya untuk lebih yakin kepadaku.
Ya Tuhan, apakah sikap ini salah? Apa yang ada di otak ku sebenarnya. Ada apa dengan perasaan ini. Ya Tuhan, tolong buat ku mengerti akan hal ini.
Perkuliahan sudah memasuki pekan ujian. Sisa waktuku bersama Djanuar semakin menipis. Kita menghabiskan banyak waktu bersama untuk belajar. Tapi Djanuar sudah mulai tampak berbeda. hampir mengijak 1 bulan hubungan tanpa status ku dengan dia. Tapi aku rasa ini takan bertahan lama lagi karena Djanuar sudah mulai menghilang.
Aku tidak pernah menyangka bahwa dia akan menghilang, maka beberapa waktu lalu ku memberanikan diri untuk menyudahi hubungan ku dengan Dierga. namun aku hanya termakan ucapan manis Djanuar, dia yang meminta ku untuk meyakini bhwa dia yang terbaik dan begitu pun aku dimata nya. Tapi dia kini yang mulai berubah. Perasaan sakit pun tak bisa ku hindari.
-tuuut,tuuut...-
''Halo?'
''halo nis, nis lu dimana? Ini gue dinda.''
''iya nda, ada apa? Gue dirumah, suara lu kenapa? Lu nangis?''
''nis gue butuh lu sekarang, ketemu yu''
''jam 8 malem ini cantik, gpp lu keluar? Kalau gue sih flexibel.''
''engga apa apa ko nis, gue tunggu di cafe biasa ya.''
''oke, lu hati hati ya nda. 20menit lagi gue sampe''
''oke, makasih ya nis. Maaf ngerepotin''
''engga apa apa kali. Wait yaaa. Bye''
''thankyou so, oke. See you''
-20 menit berlalu-
aku duduk sendirian menunggu Nisa, masih terbayang kejadian hari ini yang benar benar tidak mengenakan hati ku.
''hey dindaa, lu kenapa? Sini sini gue peluk'' nisa datang dari arah belakang dan memeluk ku, seketika air mata ku semakin meleleh, tubuhku lemas.
''nis, gue tuh orang paling tolol sedunia ya kan. Gue tuh bodoh banget nis.'' dengan suara yg mulai bergetar aku menceritakan kejadian hari ini.
Jadi ini semua berawal karena Djanuar sudah 3 hari menghilang, dan dia bersikap biasa lagi kepadaku. Mungkin karena harapan yang dulu dia berikan membuatku terlalu tinggi berharap maka kini badan ku terhempas, dan sakit. Aku menceritakan kepada nisa tetang djanuar yg mulai dekat dengan wanita lain, lalu hubungan ku dengan dierga yang berakhir gara gara djanuar, dan djanuar yang sudah mulai berpaling.
Nisa dengan sabar mendengarkan ceritaku. Aku tersadar mungkin dia akan bosan mendengar ceritaku yang begini begini saja. Tapi apa boleh buat ini adalah aku. Ini tentang aku, bukan dia atau mereka. Nisa mengerti yang aku inginkan saat ini hanya mencurahkan seluruh penat ku tanpa harus ada jawaban darinya.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H