Persoalan kemandirian, ketahanan, serta kedaulatan bangsa, termasuk dalam aspek energi, sangatlah krusial dihadapi oleh bangsa Indonesia di dalam era globalisasi yang semakin kompetitif. Kompetisi global yang semakin kompleks, kenyataannya hanya akan dimenangkan oleh negara-negara dan aktor internasional yang melandaskan segala aspeknya kepada pemanfaatan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kapasitas untuk terus melakukan inovasi, kreativitas, dan juga adanya komitmen politik yang mendukungnya.
Dengan tingginya harga minyak dunia, kebutuhan energi sebagian besar penduduk semakin sulit dipenuhi. Semakin menurunnya produksi minyak dalam negeri dan makin tingginya harga minyak dunia, Indonesia mengalami kondisi yang disebut "krisis energi".
Data telah menyebutkan bahwa ketersediaan energi di Indonesia sangatlah melimpah. Indonesia adalah produsen batu bara terbesar ke-4 di dunia, produsen gas terbesar ke-9 di dunia, dan juga memiliki potensi panas bumi (geothermal) terbesar pertama di dunia. Memang sungguh ironis, Indonesia yang memiliki kekayaan sumber alam dan energi melimpah justru merupakan negara yang tidak mengalami pembangunan secara baik. Hal ini sering disebutkan bahwa kekayaan alam dan/atau energi yang dimiliki itu justru menjadi sumber malapetaka, bukannya menjadi keberkahan bagi pembangunan bangsa.
Krisis energi benar-benar menghantui negeri ini. Kelangkaan BBM sudah menjadi hal yang lumrah, pemadaman listrik sudah menjadi jadwal biasa. Itu hanya beberapa contoh fakta bahwa Indonesia sedang mengalami krisis energi. Krisis energi yang lebih disebabkan oleh kesalahan bangsa kita sendiri.
Paling tidak, ada tiga faktor yang menyebabkan bangsa Indonesia mengalami krisis energi. Pertama, manajemen dan tata kelola sumber daya energi yang belum tepat. Hal ini lebih menyoroti tentang kinerja dari pemerintah atau swasta yang bergerak di bidang energi yang masih membangun perangkat-perangkat sumber daya energi tanpa memperhatikan geostrategi Indonesia. Semua hanya berdasarkan permintaan pasar atau komersialisasi serta keuntungan pribadi yang nantinya rakyatlah yang menerima akibat dari hal tersebut. Kedua, kurangnya perhatian pemerintah untuk mengembangkan sumber energi terbarukan (renewable energy). Sampai saat ini, Indonesia masih saja mengandalkan energi minyak bumi dan gas. Padahal ketersediaan dan produksinya berkurang terus menerus.
Ketiga, kesalahan dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. UU No.22 Tahun 2001 tentang migas telah menyebutkan bahwa negara melepaskan tanggung jawabnya dalam pengelolaan sumber daya ini. negara hanya berfungsi sebagai regulator dari pihak yang hanya mencari keuntungan semata, khususnya perusahaan asing. Hal ini tidak sesuai dengan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 telah menyebutkan "Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat".
Optimalisasi sumber energi terbarukan sudah sepatutnya menjadi perhatian lebih pemerintah. Hal ini dapat menjadi solusi dari permasalahan krisis energi yang dialami bangsa Indonesia. Optimalisasi ini juga seharusnya didukung oleh peningkatan kualitas SDM serta kebijakan pemerintah jika memang ingin serius mengatasi masalah krisis energi ini. Sudah seharusnya pemerintah memperhatikan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) demi menciptakan ketahanan dan kemandirian energi nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H