Lihat ke Halaman Asli

rivan adi

Mahasiswa

Perlindungan Hak Cipta CapCut: Menghadapi Penjualan Akun Premium di Platform E- Commerce

Diperbarui: 12 Desember 2024   19:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Rivan Adi Prasetya 

222111385

HES-7H

ABSTRAK

     Hak Kekayaan intelektual merupakan hal yang penting, terutama pada aspek hak cipta yang seiring perkembangannya kini isu-isu yang ditimbulkan lebih kompleks. Salah satu isu yang menonjol adalah praktik penjualan akun premium CapCut aplikasi berbayar dengan harga lebih murah melalui platform e-commerce tanpa memperhatikan legalitasnya. Mengingat hal serupa guna mendongkrak penjualan pelaku usaha yang seringkali mengabaikan aspek legalitas dan perlindungan hak cipta. Artikel ini akan membahas bagaimana perlindungan hukum atas hak cipta aplikasi seperti CapCut dalam menghadapi praktik penjualan akun premium secara ilegal. Pembahasan meliputi analisis terhadap kerangka hukum hak cipta di Indonesia, termasuk Undang-Undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014, serta potensi pelanggaran hukum yang terjadi akibat penjualan akun premium ilegal di platform e-commerce. Artikel ini juga menyoroti peran pemerintah dan penyedia platform e-commerce dalam melindungi hak kekayaan intelektual. Di samping itu, akan dikaji solusi strategis untuk meminimalkan praktik pelanggaran tersebut dan memberikan rekomendasi kebijakan yang relevan.

Kata kunci: Hak Kekayaan Intelektual, Hak Cipta, Perlindungan Hukum, Pelanggaran Hak Cipta, Ilegal.

PENDAHULUAN

     Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan salah satu aspek hukum yang memiliki peran signifikan dalam mendukung inovasi, kreativitas, dan perlindungan terhadap hasil karya individu maupun organisasi. Dalam ranah digital, hak cipta menjadi elemen penting karena melindungi aplikasi, perangkat lunak, dan karya digital lainnya dari penggunaan atau distribusi tanpa izin. Namun, seiring perkembangan teknologi dan kemudahan akses di era digital, pelanggaran hak cipta semakin marak, termasuk dalam bentuk penjualan akun premium aplikasi berbayar secara ilegal. Modus pelaku usaha memberikan Klaim-klaim yang diberikan di platform mereka tujuannya hanya semata-mata meyakinkan kepada calon pembeli untuk kemudian melakukan transaksi akun ilegal tersebut tanpa memperhatikan dampak hukum dan etika yang menyertainya. Praktik ini tidak hanya merugikan pemilik hak cipta yang kehilangan pendapatan sah, tetapi juga mengancam kualitas layanan yang diterima oleh pengguna akhir. Selain itu, praktik semacam ini menciptakan ekosistem digital yang tidak sehat, di mana konsumen terbiasa mendapatkan akses secara ilegal tanpa menghargai proses pengembangan dan investasi yang dilakukan oleh pengembang aplikasi. Dampaknya meluas tidak hanya pada aspek ekonomi, tetapi juga pada keberlanjutan inovasi teknologi.

     Dalam ranah global, peranan hak cipta menjadi sangat penting karena mengingat banyaknya karya intelektual yang dihasilkan dan didistribusikan secara lintas negara melalui teknologi digital. Hak cipta tidak hanya melindungi karya seni, literatur, dan perangkat lunak, tetapi juga mencakup berbagai inovasi yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Dalam era globalisasi ini, pelanggaran hak cipta tidak hanya berdampak pada individu atau perusahaan tertentu, tetapi juga dapat memengaruhi ekonomi global secara keseluruhan, terutama dalam industri kreatif dan teknologi. Tanpa perlindungan yang memadai, pengembang atau pencipta akan kehilangan fee untuk terus berinovasi, karena karya mereka rentan untuk disalahgunakan tanpa kompensasi yang adil. Oleh karena itu, perlindungan hak cipta menjadi elemen penting dalam menjaga ekosistem kreatif global, serta memastikan bahwa hak dan kewajiban para pihak yang terlibat diakui dan dihormati. Pengaturan hak cipta terdapat dalam Undang-Undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 yang mengatur berbagai aspek perlindungan karya intelektual, mulai dari hak moral dan hak ekonomi hingga sanksi atas pelanggaran hak cipta.

     Hak cipta sebagai hasil kemampuan berpikir (intellectual) manusia merupakan ide yang kemudian dijelmakan dalam bentuk ciptaan. Pada ide tersebut melekat predikat intelektual yang bersifat abstrak. Konsekuensinya hak kekayaan intelektual terpisah dengan benda material bentuk jelmaannya. Hukum perdata sendiri mengklasifikasikan benda sebagaiamana dimaksud menjadi dua bagian diantaranya benda material (berwujud) dan immaterial (tidak berwujud). Dalam hal ini, hak kekayaan intelektual termasuk bagian dari benda yang tidak berwujud karena ide merupakan bagian dari sesuatu yang abstrak yang kemudian dapat diwujudkan dalam bentuk benda berwujud maupun tidak berwujud. Misalnya, sebuah karya seni rupa berawal dari ide yang kemudian diwujudkan menjadi sebuah lukisan (ciptaannya berwujud), namun, jika seseorang menciptakan sebuah ide yang kemudian diwujudkan dalam bentuk aplikasi edit video, seperti CapCut, aplikasi tersebut termasuk dalam kategori benda tidak berwujud karena berupa perangkat lunak yang tidak memiliki bentuk fisik tetapi memiliki nilai ekonomi dan fungsional. Dalam konteksnya penjualan akun premium ilegal aplikasi CapCut di platform e-commerce seperti Platform e-commerce mencerminkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di bidang perlindungan hak cipta. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum hak cipta terhadap aplikasi seperti CapCut, dengan fokus pada upaya penegakan hukum dan strategi untuk mengurangi praktik pelanggaran tersebut.

Analisis Kerangka Hukum Hak Cipta di Indonesia

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline