Belakangan ini tengah viral sebuah restoran yang memiliki konsep unik dalam pelayanannya, dengan pelayanan yang tidak ramah bahkan mencaci maki para pelanggannya, restoran tersebut tengah menunjukkan sebuah konsep pelayanan yang begitu berbeda dari kebiasaan pada umumnya, setelah viral di media sosial, ramai orang berbondong bondong mendatangi restoran tersebut, berlomba -- lomba untuk membuat konten atau untuk sekedar menikmati suasananya.
Fenomena viralnya karen's diner dan keviralan lainnya merupakan hal yang mudah didapati di era millenium ini, pasalnya media masa memiliki daya tarik yang cukup kuat untuk mendorong masyarakat mengkonsumsi perilaku yang tengah menjadi perhatian publik, dalam hal ini masyarakat indonesia mulai dirasupi oleh budaya masa, konten karen's diner menjadi sebuah budaya massa yang begerak secara masif dan massal, dan pada akhirnya fenomena ini berujung pada perolehan keuntungan sebesar besarnya bagi produsen. Kontrol dan dominasi terhadap massa memang merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh para pencipta industri budaya. Dalam proses penciptaannya, budaya diproduksi atau direproduksi secara mekanis agar dominasi terhadap massa dapat terus dipertahankan (Subijanto, 2013).
Viralnya karen's diner yang diikuti dengan latahnya masyarakat membuat konten serupa seolah -- olah menjadi manifestasi kapitalisme dalam menciptakan industrialisasi budaya, masyarakat kini tengah hidup dalam dunia yang diliputi identitas identitas global, kebodohan masyarakat semakin terpampang jelas ketika mereka tidak menyadari bahwa mereka diperalat demi untuk kepentingan perusahaan global, masyarakat seolah mencerminkan sikap layak jajah, pasalnya budaya masa yang tumbuh subur dalam suatu masyarakat menandakan bahwa mereka mudah dimanipulasi serta dieksploitasi. masyarakat yang terbawa dalam budaya massa telah dihipnotis terhadap kebutuhan hidupnya, mereka akan menganggap trend baru yang dipublikasikan media sebagai sebuah kebutuhan, sedikit demi sedikit masyarakat dilupakan akan peran media sebagai sarana edukasi dan informasi, hal ini merupaka praktik manipulatif yang dijalankan media dan pemodal dalam menjalankan industrialisasi budaya demi menjadikan media sebagai lahan bisnis. segala hal kebutuhan yang dipenuhi karena adanya dorongan dari konstruksi budaya populer atau budaya massa sesungguhnya adalah "kebutuhan palsu" (Marcuse, 2016: 8).
keberlanjutan industrialisasi budaya yang dimainkan oleh kapitalisme juga mengarah pada apa yang disebut sebagai fetisisme komoditas. Menurut Strinati (2007,101) Fetisisme komoditas adalah merupakan suatu upaya yang dilakukan industri untuk menciptakan pemujaan yang salah terhadap suatu produk industri budaya kepada masyarakat. Masyarakat bukan lagi memuja suatu produk industri budaya yang secara nyata ada, tetapi pemujaan tersebut lebih cenderung dialamatkan kepada simbol. Mereka merasakan kenikmatan semu melalui simbol-simbol dari produk industri budaya dan menganggap hal tersebut merupakan sebuah kenikmatan yang mereka dapatkan dari produk yang memiliki nilai tersendiri. Lebih jelasnya ketika direfleksikan dengan fenomena viralnya karen's diner, banyak masyarakat kemudian mendatangi restoran tersebut, membeli beberapa porsi makanan dengan harga yang menurut saya cukup mahal lalu memamerkannya atau membuat konten, apa yang menjadi kenikmatan masyarakat yang datang tersebut dengan menguras beberapa kocek uang dikantongnya, tak lain bahwa mereka menikmati suasana pelayanan yang viral, bukan menikmati rasa makanannya atau kebermanfaatannya, fetisisme komoditas yang sudah menjangkiti masyarakat , akan mengaburkan cara pandang masyarakat agar menggeser nilai manfaat, norma, kebudayaan dengan memuja viralitas.
Karen's diner sebagai fenomena budaya masa harus menuai kritik didalamnya, masyarakat harus memahami sisi negatif didalamnya bahwa karens diner sebagai budaya massa merupakan hasil dari produk industri dan bukan merupakan budaya yang terhasil dari ekspresi masyarakat yang merujuk pada sebuah pencerahan, pandangan Adorno dan Horkheimer, malah menyebabkan kemunduran terhadap otonomi individu atau regresi terhadap makna sebenarnya dari pencerahan. hal ini sangat sesuai mengingat bahwa karen's diner tampil dengan pelayanan yang tidak sejalan dengan kebudayaan masyarakat indonesia yang serat akan nilai sopan santun.
Fenomena viralitas yang terjadi di masyarakat memicu khalayak ramai untuk mengikutinya, dengan menanamkan stereotype didalam diri terhadap sesuatu yang viral tanpa dilandasi terhadap nilai merupakan sebuah absurditas. Trend baru dalam kata lain viralitas sebagai sebuah proses mencapai kebahagiaan nyatanya hanya bersifat semu, hal ini lantaran viralitas dijadikan standar dalam sebuah haluan untuk mencapai kebahagiaan, eksistensi individu secara sosial seolah -- olah hanya berdasar pada konsumsi viralitas. absurditas juga mengindikasikan hilangnya kebermaknaan akan segala tindakan yang dilakukan, bagaimana mungkin orang dikatakan rasional sedang mereka mengikuti sesuatu hanya karena tengah viral dan tanpa ada alasan logis untuk apa mereka melakukannya.
Diambil dari berbagai sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H