Lihat ke Halaman Asli

Rivalia Lutfi Ana

Mahasiswa Sosiologi

Mengenal Konflik Sosial Melalui Pengalaman di Divisi SCD

Diperbarui: 18 Desember 2024   17:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto merupakan Dokumentasi saat proses mengajar

Sejak awal perkuliahan, saya memiliki keinginan kuat untuk terlibat dalam organisasi kampus yang dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat. Keinginan ini mendorong saya untuk bergabung dengan Divisi Social Community Department (SCD) di Laboratorium Sosiologi, di mana saya dapat berkontribusi dalam program pengabdian masyarakat. Salah satu program kerja divisi kami yaitu Labsos Mengajar, dimana program kerja tersebut sudah berjalan satu tahun sebelumnya jadi kami meneruskan program tersebut. Di Labsos Mengajar kami bekerja sama dengan Sekolah Gajah Wong yang terletak di Kampung Komunitas Ledhok Timoho, tak jauh dari kampus kami yaitu kampus putih Yogyakarta. Program kerja ini akan berlangsung berbulan bulan lamanya, yang mana itu akan dilaksanan setiap hari Sabtu mulai dari pukul 15.00-17.00. Dalam program itukami mengambil tema yang ramah anak, seperti "Ayo Dolanan", "Mengnal Budaya  Indonesia", "Lingkungan", dll. Karena prosesnya yang panjang dan membutuhkan banyak massa, Program ini melibatkan volunteer dari berbagai latar belakang, termasuk mahasiswa luar kampus. Lebih dari 60 orang mendaftar dengan latar belakang yang beragam, dengan pengalaman yang lebih luar biasa dari kami. Setelah melakukan penyisiran akhirnya sekitan 20 orang kami loloskan tentunya dengan pertimbangan yang berat. Dengan anggota SCD yang berjumlah 8 orang, dan Volunteer sekitan 20 orang akhirnya kami siap menyususn program belajar, dan sudah membagi sistem pengajaran.

Namun, masalah muncul ketika kami menghadapi kendala pendanaan. Sudah beberapa bulan, dana dari pihak Prodi belum juga dicairkan, tanpa ada alasan yang jelas. Kondisi ini mempersulit kami dalam melanjutkan program pengajaran, sementara kebutuhan seperti alat tulis dan logistik semakin mendesak. Menurut saya, pengalaman ini merupakan contoh dari teori konflik sosial Ralf Dahrendorf, karena mencerminkan adanya ketimpangan kekuasaan antara pihak yang mengontrol sumber daya (Prodi) dan pihak yang bergantung pada sumber daya tersebut (Divisi SCD).
Saya mengenal teori konflik Ralf Dahrendorf dari buku Class and Class Conflict in Industrial Society (1959). Dalam buku tersebut, Dahrendorf menjelaskan bahwa konflik sosial terjadi akibat distribusi kekuasaan yang tidak merata dalam struktur sosial. Kekuasaan, menurutnya, adalah kemampuan kelompok tertentu untuk memaksakan kehendak mereka, bahkan jika itu merugikan pihak lain. Dalam kasus saya, Prodi memegang kekuasaan untuk mencairkan dana, tetapi ketidakjelasan mereka menciptakan ketimpangan dan frustrasi di pihak Divisi SCD yang menjadi kelompok subordinat. Pemahaman saya terhadap teori ini menyoroti bahwa konflik seperti ini bukanlah hal yang harus dihindari, melainkan dapat menjadi peluang untuk mendorong transparansi dan perubahan dalam sistem administrasi kampus.
Teori konflik diperkenalkan oleh Ralf Dahrendorf, seorang sosiolog kelahiran Hamburg, Jerman, pada tahun 1929. Dahrendorf awalnya dipengaruhi oleh Karl Marx, tetapi ia mengembangkan pendekatan berbeda dengan menggabungkan elemen dari teori fungsionalisme Talcott Parsons. Dalam pandangan Dahrendorf, masyarakat selalu berada dalam ketegangan antara stabilitas dan perubahan, dengan konflik sosial sebagai motor utama perubahan. Selain Dahrendorf, tokoh lain yang berkontribusi pada teori konflik adalah Lewis Coser, yang melihat konflik sebagai elemen penting dalam mempertahankan keseimbangan sosial, dan Randall Collins, yang mengembangkan teori konflik mikro dengan fokus pada interaksi antarindividu.
Pengalaman saya dalam Divisi Social Community Department (SCD) telah memberikan pemahaman mendalam tentang dinamika kekuasaan dan konflik dalam organisasi. Keterlambatan pencairan dana dari Prodi, tanpa penjelasan yang jelas, menciptakan ketegangan yang nyata antara pihak pengelola sumber daya dan pelaksana program. Situasi ini sejalan dengan teori konflik Ralf Dahrendorf, yang menekankan bahwa ketimpangan kekuasaan dalam struktur sosial dapat memicu konflik dan mendorong perubahan. Melalui pengalaman ini, saya menyadari pentingnya komunikasi yang transparan dan distribusi kekuasaan yang adil dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama secara efektif. Selain itu, keterlibatan dalam program pengabdian masyarakat telah memperkaya pemahaman saya tentang realitas sosial dan memperkuat komitmen saya untuk berkontribusi dalam menciptakan perubahan positif di masyarakat.

Referensi
*Dahrendorf, R. (1959). Class and Class Conflict in Industrial Society. Stanford University Press.
*Coser, L. A. (1956). The Functions of Social Conflict. Routledge.
*Collins, R. (1975). Conflict Sociology: Toward an Explanatory Science. Academic Press.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline