Dengan pesatnya arus informasi di era digital saat ini, tentulah tidak berlebihan jika istilah membaca sebagai jendela dunia diperluas lagi menjadi membaca adalah gerbang dunia. Maksudnya, sebagai gerbang dunia membaca tidak hanya membuka mata kita untuk melihat sekeliling secara lebih kompleks, tetapi juga dengan membaca dapat membuat kita menjadi lebih sensitif dengan hal-hal sederhana yang berpotensi menghasilkan inovasi atau pengalaman baru yang berguna bagi orang lain dan lingkungan dalam bentuk apapun.
Membaca pada hakikatnya merupakan ketrampilan kognitif dalam mengolah informasi, serta bersifat luwes mengikuti perkembangan zaman. Oleh karenanya, saat ini membaca tidak hanya terpaku pada kertas semata dan bahkan dapat dilakukan dimana saja karena masyarakat lebih mudah dalam mengakses sumber bacaan melalui internet. Kemudahan ini tentu berakibat pula pada meningkatnya minat baca masyarakat. Contohnya, penduduk di negara maju seperti Australia, sering menggunakan sarana internet untuk membaca disela-sela aktivitas atau saat liburan, dan bahkan mengalami peningkatan (TechGuide).
Terlepas dari media yang digunakan saat membaca, penduduk negara maju umumnya memiliki minat baca yang tinggi. Dorongan intrinsik akan pentingnya membaca ini membuat mereka meluangkan waktu khusus untuk membaca kira-kira delapan jam per hari. Bahkan dalam dunia pendidikan, siswa-siswa di sekolah menengah umumnya diberikan target buku yang harus dibaca sebagai salah satu syarat utama dalam sebelum menamatkan studinya. misalnya Amerika Serikat memberikan 32 judul buku sebagai bahan bacaan wajib, Jepang 22 buku, dan Singapura sebanyak 6 judul buku (Radar Bangka).
Beberapa fakta ini dapat menuntun kita menuju pertanyaan suatu sederhana; sudah sampai sejauh mana minat baca bangsa kita jika dibandingkan dengan negara lain? Apakah lebih baik, atau lebih buruk? Pada tahun 2012, organisasi dunia yang bergerak di bidang kebudayaan dan pendidikan, UNESCO, merilis data bahwa indeks membaca penduduk Indonesia adalah sebesar 0,001%. Artinya, diantara 1000 orang Indonesia, hanya terdapat satu orang yang memiliki kebiasaan membaca. dengan demikian, frekwensi masyarakat Indonesia yang gemar membaca berjumlah 2.500 orang dari keseluruhan total penduduk Indonesia yang kira-kira berjumlah 250 juta jiwa lebih. Jelaslah bangsa kita bukanlah bangsa yang akrab dengan budaya membaca (Republika).
Angka-angka tersebut tentunya merupakan jawaban mengapa sangat sulit bagi kita untuk bersaing dengan negara-negara lain karena minat baca bersifat paralel dengan kemajuan atau tingkat peradaban suatu masyarakat. Rendahnya minat baca mengakibatkan minimnya pengetahuan dan rasa ingin tahu, kemudian bertumbuh menjadi rasa tidak peduli dan ketertinggalan informasi, sehingga semuanya berakhir pada rendahnya sumber daya manusia dan semakin tertinggalnya bangsa Indonesia.
Sebenarnya, problema mengenai minat baca bangsa Indonesia ini bukanlah hal yang baru dan sudah banyak dibahas oleh banyak pihak, termasuk praktisi pendidikan. Dalam berbagai artikel, salah satu kendala utama yang dianggap sebagai sumber permasalahan tersebut adalah tidak dipupuknya kebiasaan membaca sejak dini. Jika anak sering dilatih dan dimotivasi untuk membaca, maka kebiasaan baik ini akan terus dibawa sampai mereka dewasa.
Kenyataan yang kita temui saat ini adalah anak-anak lebih memilih untuk menghabiskan waktu bersama gadgetnya untuk bermain game daripada membalikan lembaran-lembaran buku untuk mencari hiburan atau informasi. Selain itu, minimnya sarana dan prasarana untuk memperoleh bahan bacaan seperti ketersediaan perpustakaan dan buku-buku juga makin menjauhkan masyarakat dari kebiasaan membaca, karena mereka lebih memilih hiburan-hiburan instant yang ada. semuanya ini berakhir pada rasa malas untuk membaca.
Tak dapat dipungkiri bahwa saat ini minat baca bangsa Indonesia masih sangat rendah jika dibandingkan dengan negara lain, namun hal tersebut bukanlah sebuah alasan untuk membuat kita merasa rendah diri dan melemahkan semangat kita untuk menuju perubahan ke arah yang lebih baik. Dengan demikian, sudah sepantasnya kita menumbuhkan rasa kecintaan pada budaya membaca atau literasi karena tingginya minat baca masyarakat berakibat pada kualitas sumber daya manusia yang lebih teruji. Dalam rangka menumbuhkan minat baca tersebut, setidaknya terdapat beberapa langkah sederhana yang perlu dilakukan, dimulai secara intrinsik dengan mengubah pola pikir.
Faktanya, kebanyakan masyarakat Indonesia masih berpikir bahwa membaca hanyalah sebuah kegemaran semata. Setali tiga uang dengan hal tersebut, dalam dunia pendidikan tak jarang pula ditemukan siswa yang gemar membaca dianggap sebagai kutu buku sehingga sering dijadikan bahan olok-olok dan bahkan dijauhi, sehingga membunuh semangat seseorang yang ingin membaca. Pola pikir seperti ini yang perlu untuk diubah, karena sejatinya membaca merupakan kebutuhan primer bagi jiwa manusia. Melalui kebiasaan membaca dapat membuka wawasan dan membuat diri menjadi lebih cerdas, serta mempunyai prinsip hidup yang lebih kuat.
Yang kedua, menciptakan motivasi juga merupakan salah satu poin utama dalam mengembangkan minat baca. Motivasi yang dimaksudkan lebih ditekankan pada kesadaran akan pentingnya membaca, manfaat apa yang akan diperoleh dan bagaimana dengan membaca akan mengubah cara pandang kita terhadap suatu hal yang ada. selain itu, motivasi juga berperan sebagai katalisator dalam melawan rasa malas saat membaca.
Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah mulai membaca dengan hal-hal sederhana, misalnya tips-tips kesehatan atau artikel singkat berisi informasi yang berguna. Atau membaca dapat juga dimulai dengan hal yang kita sukai, seperti buku fiksi, novel, cerpen, atau buku ilmiah lainnya yang sesuai dengan bidang ilmu yang kita minati. Dengan membaca bacaan sederhana atau hal yang menarik perhatian, hal ini dapat menstimulasi diri kita agar ingin membaca atau mencari informasi lebih lanjut ke depannya.