Pertama kuucapkan salam sejahtera pada engkau, Bumi. Aku sudah lama ingin menyampaikan sesuatu dan hal tersebut aku lampirkan dalam surat ini.
Di kesempatan ini aku ingin mengutarakan segala hal yang berhubungan denganmu. Dulu, kami mungkin sangat menghargai engkau sebagai alam semesta yang agung, namun di masa-masa kini aku merasa bahwa hal tersebut sudah luntur. Hal tersebut dapat tercermin dari perilaku manusia terhadapmu. Perilaku tersebut antara lain adalah kegiatan yang merusak alam, seperti menebangi pohon secara liar dan tidak terkontrol, sehingga sekarang paru-parumu mengalami gangguan yang hebat, di mana banyak lahan gundul dan gersang di permukaanmu.
Aku sangat prihatin akan hal tersebut. Namun banyak manusia yang mungkin tidak merasakan keprihatinan tersebut karena mereka melakukan hal tersebut demi mendapatkan uang untuk kebutuhan hidup mereka. Mereka dengan seenaknya melakukan hal tersebut semata-mata karena mereka beranggapan bahwa engkau adalah sebagai pelayan bagi manusia, meski begitu mereka tidak memikirkan dampak-dampak yang ada. Jika aku sepertimu maka aku tidak akan dapat bertahan lama dan pastinya aku akan sangat kecewa.
Dan aku juga mengerti bagaimana perasaanmu dan dampak yang akan terjadi bila hal tersebut terus menerus dilakukan terhadapmu. Bencana, ya bencana yang akan segera menghampiri manusia itu sendiri. Engkau pasti akan menunjukkan kepada manusia betapa besarnya kekuatanmu dan betapa dasyatnya amarahmu. Hal tersebut terlihat seperti sebuah bencana yang tidak bisa dihindari oleh manusia, antara lain adalah tanah longsor, banjir, dan lain sebagainya. Namun semua bencana tersebut dapat terjadi antara lain akibat dari ulah manusia sendiri yang sebelumnya memperlakukanmu seenaknya.
Aku pun tidak dapat menyalahkanmu karena hal tersebut sangat pantas diterima oleh manusia yang melakukan hal biadap terhadapmu. Namun yang aku kurang setuju adalah dampak dari apa yang dilakukan manusia terhadapmu juga membuat manusia lain yang tidak bersalah ikut menderita dan merasa kesusahan akibat dari bencana alam yang menimpa mereka, sehingga banyak manusia yang mati, sakit, dan menderita namun dengan tanpa dosa kepadamu. Di sini aku tidak membela siapa pun, karena aku juga tidak setuju akan perbuatan manusia yang berada di dalammu yang di mana mereka datang dan meresahkanmu melalui perbuatan mereka yang kejam.
Namun aku tahu hukum alam pasti berlaku, di mana manusia menabur perilaku, maka manusia juga akan menuai perlakuan yang sesuai dengan apa yang Ia tabur. Jadi apabila manusia tersebut menghargai sesuatu, seperti menghargai alam yang ada di sekitarnya, maka Ia juga pasti akan menuai perlakuan yang baik seperti cuaca pada alam sekitar yang mendukung. Berbanding terbalik dengan manusia yang menabur perbuatan nuruk kepada alam seperti membuang samapah sembarangan pada alam sekitarnya, maka manusia tersebut juga akan menuai sebuah bencana banjir yang mungkin akan melanda di daerah alam sekitarnya.
Di sini aku akan berusaha untuk menjadi contoh bagi manusia lain agar dapat selalu menghargai engkau sebagai sahabat dan selalu mendukung perkembanganmu melalui cara-cara yang baik yang pastinya dengan tidak merugikan pihak manapun, melainkan akan menguntungkan semua pihak di mana terjadi timbal balik di dalamnya.
Dengan membaca surat ini maka aku berharap engkau dapat mengerti segala keadaan yang terjadi dan aku mohon kepadamu untuk selalu mempertimbangkan secara baik jika hendak memberi pelajaran terhadap manusia-manusia yang tidak menghargai keberadaanmu dan aku pun di sini akan berusaha menyadarkan mereka yang selama ini tidak menghargaimu. Aku kira cukup sekian surat dariku dan semoga engkau segera merealisasikannya dalam kehidupan bersama ini, terima kasih !
Pengirim,
Mr. Ripalto
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H