Tiga Corak Kehidupan
Oleh : Moh. Rivaldi Abdul
Akal haruslah bisa melampaui Tuhan. Prinsip-prinsip akal budi dan hukum-hukum rasional haruslah bisa melampaui Tuhan, agar akal budi bisa memahami atau mengetahui Tuhan. Namun, mengingat Tuhan adalah Pencipta alam semesta dan Dialah yang menentukan segala hukum yang ada, termasuk prinsip-prinsip akal budi, maka Tuhan selalu melampaui akal budi manusia. Oleh karena itu, Tuhan tidak pernah diketahui atau dipahami oleh akal budi manusia. Dengan kata lain manusia sebenarnya tidak tau banyak tentang Tuhan. (Sobur, Filsafat Komunikasi: 180).
Demikianlah pernyataan Soren Kierkegaard, yang dikutip oleh Alex Sobur dalam bukunya Filsafat Komunikasi. Bahwa akal haruslah melampaui Tuhan jika manusia ingin mengenal Tuhan. Namun nyatanya akal manusia tidak pernah melampaui Tuhan, karenanya manusia sebenarnya tidak tau banyak tentang siapa itu Tuhan.
Semata akal saja tidak cukup untuk mengenal Tuhan. Agar akal bisa mengenal Tuhan ia harus mendapatkan bantuan wahyu, tidak bisa hanya berjalan sendiri. Sebab jika akal terlampau sombong berjalan sendiri. Maka ia bisa tersesat dan berakhir dengan kesimpulan yang terlampau sombong pula bahwa Tuhan tidak pernah ada.
Posisi akal dan wahyu ibarat antara mata dan cahaya. Akal adalah mata, dan wahyu adalah cahaya. Untuk bisa melihat dengan baik saat berjalan manusia butuh keduanya. Yaitu mata yang sehat dan cahaya yang menyinari jalan. Hanya ada mata tapi tidak ada cahaya maka sekitar akan sangat gelap dan kitapun tidak bisa melihat jalan dengan baik. Begitupun dalam hidup, akal harus dibantu wahyu agar bisa berjalan pada jalan yang benar. Sebab demikianlah Tuhan menurunkan wahyu untuk membantu akal dalam kehidupan.
"Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan didalamnya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa". (Al-Baqarah, 2 : 2).
Namun, penulis bukan akan membahas tentang Tuhan, wahyu dan akal. Tapi membahas tentang anugrah yang diberikan Tuhan pada manusia. Yaitu "kehidupan".
Manusia, lahir, hidup dan mati. Tak masalah kita lahir dalam keluarga kaya atau miskin, baik atau tidak. Yang terpenting kita menjalani hidup dengan sebaik mungkin dan mati dalam kaedaan baik. Dengan demikian semoga hadirnya kita di muka bumi ini bukanlah suatu kesia-siaan.
Kehidupan adalah anugrah yang diberikan Tuhan. Ada sangat banyak manusia di bumi ini. Demikianpun setiap manusia menjalani kehidupannya masing-masing. Kierkegaard mengatakan bahwa ada tiga tahap corak kehidupan manusia, yaitu estetika, etika dan religius.
Manusia yang hidup dengan corak estetika adalah manusia yang orientasi hidupnya sepenuhnya diarahkan untuk mendapatkan kesenangan. Pada tahap ini manusia dikuasai oleh naluri-naluri seksual, oleh prinsip-prinsip kesenangan yang hedonistik dan biasanya bertindak menurut suasana hati. (Zainal, Filsafat Manusia : 148). Kiekergaard memposisikan corak hidup estetis sebagai tahapan hidup yang terendah.