Lihat ke Halaman Asli

Biaya Berobat Tinggi ? Cegah dengan JKN BPJS Kesehatan

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam itu wajah Mbak Ita sumringah menampakkan raut kegembiraannya. Tapi binar matanya tak dapat menyembunyikan rasa harunya ketika malam itu kami menjenguk suaminya di RS Imelda Medan. Penyakit Mas Edi memang cukup menyita pikirannya. Terakhir, pria 34 tahun itu harus diopname di RS Imelda Medan karena  menderita Idiopathic Thrombocytopenic Purpura, kadar trombositnya sangat rendah, perdarahan terjadi dimana – mana, hidung, gusi, dan anusnya.

Mbak Ita adalah kakak keduaku, ibu rumah tangga dengan empat orang anak yang masih kecil. Paling besar kelas 2 SD dan paling kecil umur 2,5 tahun. Ujian hidup bertambah ketika November tahun lalu suaminya harus di-PHK karena ikut – ikutan mendirikan serikat pekerja di perusahaannya.

Karena sudah di-PHK, tentu manfaat kesehatan dari kantornya diputus. Enam bulan bekerja serabutan tanpa jaminan kesehatan, hingga akhirnya sakit yang dia coba untuk ditahan berhasil merobohkannya, kamis 1 Mei 2014 ketika sedang bekerja tiba – tiba Mas Edi oyong hampir pingsan, banyak darah mengalir dari hidung seperti orang mimisan.

Mendapat kabar itu, sorenya aku langsung membuka website BPJS Kesehatan di http://www.bpjs-kesehatan.go.id untuk melakukan pendaftaran online. Pendaftaran sangat mudah dan lancar, setelah registrasi berhasil, notifikasi pendaftaran dikirimkan ke email kita. Disana kita bisa mengunduh daftar isian peserta dan lembar virtual account untuk kita lakukan pembayaran iuran di bank, atm, internet banking. Setelah pembayaran dilakukan, kita dapat mengunduh “e-ID” yang fungsinya sama dengan kartu JKN yang dicetak di Kantor.

1421920756134594327

Setelah e-ID ditangan, kami membawa Mas Edi ke RS Imelda Medan. Sudah banyak keluarga, teman, dan tetangga yang berobat ke RS ini. Tak bermaksud promosi, tapi RS ini salah satu RS Swasta terbaik di Medan yang ownernya mudah dihubungi kapan saja. RS ini juga jauh dari kesan materialistis dan sangat fleksibel administrasinya.

Begitu masuk UGD, dengan darah terus mengalir dari hidung, petugas IGD langsung mendorong bed ke ruang triase merah. Dengan cekatan perawat langsung membersihkan hidung yang berdarah, memeriksa semua tempat yang terjadi perdarahan, dan memasang infus. Tanpa menunggu lama, kami diantar ke kamar pasien.

Esok paginya, dokter visit dan menyampaikan kadar trombosit yang terlampau rendah. Rencananya esok hari akan dilakukan transfusi. Mbak Ita disuruh tanda tangan beberapa berkas.

Ternyata jadwal transfusi dimajukan, malam sekitar pukul 22.00 Prof. dr. Azmi S Kar, Sp.PD-KHOM masuk ruangan ditemani 2 orang perawat. Tak banyak berbasa basi, 3 kantong darah ukuran 250 ml dipasangkan ke infus. Esoknya, dokter bilang kalau masih perlu 3 - 4 kantong lagi jadi mohon besok ajak keluarga 4 orang untuk donor karena stok darah di PMI lagi kosong.

Besoknya aku ke rumah sakit bersama om, abang, teman om dan seorang temanku. Jam 11 siang sampai, ternyata donor tidak jadi dilakukan karena darah dari PMI sudah datang. Syukur Alhamdulillah.

9 hari di Rumah Sakit, akhirnya Mas Edi diperbolehkan pulang. Semua sudah normal tinggal pemulihan saja. Tak ada biaya sepeser rupiah pun yang harus kami bayar, bahkan sekedar Kartu Pasien aja pun ditanggung BPJS. Alhamdulillah

Bayangkan, kalau gak ada program semacam ini darimana duit untuk biaya pengobatan yang nilainya puluhan juta itu ? Pesangon dari perusahaan Mas Edi hanya cukup untuk menyambung hidup. 6 kantong darah sudah 2.4jt, 9 hari di Kelas 1 sudah 3.6jt, belum obat, jasa dokter, radiologi, dan tindakan medis lain – lain.

Lain lagi dengan keponakanku Habib, sejak 7 Januari 2014 dia sudah didaftarkan oleh ayahnya menjadi peserta JKN BPJS Kesehatan. Sejak lahir, Habib menderita kelainan bawaan Kaki Pekuk ( clubfoot ). Kedua kakinya bengkok kedalam persis seperti stik golf. Ketika terdaftar di BPJS Kesehatan, kami menanyakan apakah cacat bawaan ditanggung oleh BPJS. Ternyata ditanggung. Mulai saat itu, Habib rutin diterapi seminggu sekali dengan gips oleh dokter spesialis orthopedi yang sangat baik dan ramah, dr. Iwan, Sp.OT. lagi – lagi di Rumah Sakit Imelda Medan.

Sekarang kakinya sudah jauh lebih baik dan sudah tampak normal. Hanya kaki kirinya saja yang masih perlu terapi. BPJS hanya tidak menanggung sepatu Dennis Brown, sepatu itu harus dibeli sendiri oleh Ayah Habib seharga 750 ribu rupiah.

Terima kasih BPJS Kesehatan. Terkhusus kepada Direktur RS Imelda Medan dr. Imelda L. Ritonga, S.Kp, M.Pd, Mn, terima kasih atas pelayanan terbaik yang telah diberikan selama ini.

*M Ricky Rivai*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline