Lihat ke Halaman Asli

Nilai Diri

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiap-tiap individu adalah unik. Dan masing-masing orang memiliki nilai diri yang berbeda pula. Nilai diri tidak ditentukan oleh latar belakang/ tingkat pendidikan maupun latar belakang status sosial. Seorang Doktor bisa saja memiliki nilai diri yang rendah, sebaliknya seorang pedagang kaki lima bisa saja memiliki nilai diri yang tinggi. Nilai diri juga tidak ada hubungannya dengan kesombongan atau kerendahan hati. Orang yang bernilai diri tinggi mengetahui keunggulan pada dirinya. Tetapi juga mengetahui dan menyadari kelemahannya. Ia tidak malu jika kelemahannya diketahui orang. Orang yang bernilai tinggi bisa menghargai kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh orang lain. Ia dapat dan tidak malu mengagumi keberhasilan orang lain. Sedangkan orang yang bernilai rendah merasa tidak memiliki kelebihan pada dirinya. Yang diketahui hanyalah kelemahan-kelemahannya. Dan kelemahan itu berusaha ditutup-tutupi agar tidak diketahui oleh orang lain. kecenderungan ia juga bersikap iri hati terhadap orang yang memiliki keunggulan, dan ia tidak mau mengakui keberhasilan orang lain. Nilai diri adalah penilaian menyeluruh yang ada pada seseorang tentang dirinya. Membuat penilaian diri memang tidak gampang. Pembentukan Nilai diri seseorang dimulai sejak usia dini. anak membentuk nilai diri dari sedikit demi sedikit, yakni melalui "cerminan" pada orang tua atau lingkungannya. ketika anak berusia 2 th. berlari-lari an, lalu orang tuanya berteriak "jangan lari, nanti kamu jatuh", padahal saat itu anak seperti melihat dirinya sebagai anak yang lemah dan tidak cakap berlari. Ketika anak berusia 5 th. sedang menggambar, lalu ayahnya berkata "tidak begitu, itu salah. tapi begini lho..", pada saat itu anak melihat dirinya sebagai anak yang bodoh dan tidak bisa menggambar. Ketika anak berusia 14 th.  pergi kemana-mana diantar dan dijemput oleh orang tuanya atau sopir, pada saat itu anak akan seperti becermin dan melihat dirinya sebagai anak yang bodoh dan tidak bisa pergi sendiri. anak yag terlalu banyak diatur dan dilindungi serta diberi kemudahan-kemudahan oleh orang tuanya akan tumbuh dengan perasaan bahwa dirinya tidak bisa apa-apa. ia takut terhadap kesulitan-kesulitan dan tantangan. Rasa percaya dirinya kecil. Ia merasa kerdil. Ia menilai dirinya rendah. Akibatnya ia kurang menyukai dirinya dan mencintai dirinya. Padahal Tuhan menghendaki tiap orang mencintai dirinya. Matius 22:39 "Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri..." Dorothy Nolte seorang pendidik Australia mengatakan antara lain : Anak yang hidup dalam suasana permusuhan akan belajara bertengkar. Anak yang hidup dalam dalam kecaman akan belajar mencela. Anak yang hidup dengan ejekan akanmenjadi pemalu. Anak yang hidup dengan suasana iri akan menjadi pembenci. Sebailknya, anakk yang hidup dengan dukungan akan belajar untuk punya yakin diri. Anak yang hidup dengan pujian akan belajar untuk menghargai Anak yang hidup dalam suasana adil akan belajar bersikap adil Anak yang hidup dengan rasa aman akan mempunyai iman Anak yang hidup dengan restu akan menyukai dirinya Anak yang hidup dalam suasana diterima akan belajar menemukan kasih dalam dunia. di sadur dari buku SELAMAT RIBUT RUKUN karya Dr. Andar Ismail salam semangat... ! nico

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline