Lihat ke Halaman Asli

Riung Laut

CV Riung Laut

Puisi | Cerita untuk Ibu

Diperbarui: 13 Oktober 2017   00:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

: Perantau

Aku menulis kepenatan yang terekam trotoar, pada sore pukul lima
Jalanan itu sulur-sulur mimpi yang ramai
Orang-orang kehilangan rumah di dalam kepala, mengapung diantara keinginan untuk tidur berlama-lama, terjaga di pagi buta dan kerja menjadi sebuah pesta yang membosankan
Kota adalah gerbong kereta ekspres dimana para pejalan dari desa meninggalkan pedati mereka, tapi masing-masing tak pernah bisa melepaskan klenengan di lehernya
Jika gelap sudah menyergap, perayaan menjamur di mana-mana
ah tapi aku lebih suka menyebutnya berkabung bersama untuk sejenak, cuma sejenak, melupakan kesedihan
Dan esok hari adalah kesepian yang sama
Lalu bagaimana caranya aku menceritakan hal yang jauh seperti ini padamu, Ibu?
Tapi aku baik-baik saja,
Oh mungkin ini tak cukup karena belum jua kutemukan perempuan gunung yang nyala matanya dengan bibir merah merekah tanpa gincu
Aku butuh waktu untuk ini, sebab di kota yang dibanjiri hal-hal palsu mungkin
hanya ada satu dari seratus ribu
Jika nanti sudah kutemukan pasti akan kuceritakan dan kuperkenalkan padamu, Ibu
Tunggu saja

LJ, Oktober 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline