Lihat ke Halaman Asli

Tidak, Bukan Wanita Idaman Lain #3

Diperbarui: 27 Juli 2023   09:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

bola.com

Januari 2008

Aku memasuki tahun 2008 dengan berbagai perasaan. Gembira karena diperkenankan memasuki tahun berikutnya, sedih karena ada tantangan yang harus aku lewati. Pada minggu ketiga bulan Januari 2008, aku ditemani oleh Judi mencari rumah sewaan. Tidak gampang, karena kali ini kriterianya lebih banyak. Kamar pribadi, ruangan pertemuan, dan dapur serta kamar mandi yang dekat dengan aktivitasku. 

Tetapi ada beberapa alternatif. Aku menyurvey semua alternatif itu. Judi cukup sabar mengantarku dengan motornya dan sekaligus memberi masukan. Katanya, sebaiknya aku memilih rumah yang tidak jauh dari jalan besar. Sebab, akan ada banyak teman-teman yang datang nantinya. Aku pikir, betul juga.

Di hari ketiga, barulah kami menemukan tipe rumah yang aku cari. Setelah bertanya ini dan itu kepada penghuninya, akhirnya aku diberi nomor telepon pemilik rumah itu, Ibu Haji. Dan aku tidak perlu menunggu waktu lagi, saat itu juga aku mengirim pesan pada Ibu Haji, dan tak lama kemudian beliau menelepon. Kami janjian bertemu di rumah itu besok untuk membuat kesepakatan.

Masih bulan Januari, tapi aku sudah memastikan akan tinggal di rumah itu awal bulan Maret. Aku bersyukur karena Tuhan memberiku jawaban doa begitu cepat. Dan tipe rumah sewa yang aku cari mendekati impianku. Harganya pun tidak terlalu mahal hanya Rp 300 ribu setiap bulannya, tidak termasuk biaya air dan listrik.

***

Selanjutnya, aku harus melewati sekian minggu di rumah Zus Jerita dengan amat berat. Karena beberapa alasan, aku tidak langsung pindah saat itu juga meskipun sudah membayar uang muka. Selama masa jeda ini aku manfaatkan untuk menjelaskan pada Mama Jordan mengenai rencana kepindahanku. Ia sangat terkejut, namun berusaha maklum karena ia tahu bahwa sejak lama aku memang mencari 'rumah' bukan 'kamar'. Tapi ia menyayangkan karena katanya, kami sudah dekat dan harus berpisah. Sayang sekali, aku tidak bisa menanyakan perihal gosip yang disampaikan oleh dia kepada Maria soal aku dan Iwan. Rasanya berat sekali lidah ini. Kenapa ya? Apa aku takut menyinggung perasaannya? Entahlah ... aku merasa lebih baik dipendam saja.

Tetapi karena itu pula relasiku dengan dia tidak lagi hangat. Aku kebingungan bersikap. Kalau mau protes bahwa aku tidak pacaran dengan Iwan, nyatanya aku pernah memiliki perasaan khusus pada lelaki itu. Jadi, aku hanya bisa diam sambil menjaga sikapku pada Iwan sebaik mungkin. Iwan pun pada akhirnya merasa bahwa aku menjaga jarak padanya. 

"Ada apa Mel?" tanyanya suatu kali ketika akhirnya ia tahu bahwa aku akan pindah kos. 

"Nanti deh, aku cerita kapan-kapan," jawabku. Aku tidak tahu harus menjelaskan apa pada Iwan. Masa aku bilang bahwa aku menyukainya? Lalu mengatakan bahwa perasaanku padanya dilihat oleh Zus Jerita, yang kemudian disimpulkan oleh Zus Jerita bahwa kami berpacaran? 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline