Ketika masyarakat menyerukan agar para perempuan dan atau korban pelecehan seksual speak up, bagi mereka yang pernah dilecehkan, saran itu sungguh tidak mudah dilakukan. Mengapa? Sebab, yang bermasalah dengan pikiran korban adalah area pikiran bawah sadar (PBS)nya. Sedangkan seruan untuk speak up masih di tataran pikiran sadar (PS) seseorang.
Iya, memang harus speak up. Malah ada yang menyarankan untuk menggampar, meludahi, menghina sehina-hinanya, dll. kepada pelaku. Tetapi, memgapa banyak perempuan yang tak sanggup bertindak apapun ketika tubuh bagian sensitifnya disentuh tanpa persetujuan?
Karena sesungguhnya yang sedang diserang bukanlah tubuhnya melainkan pikiran bawah sadar si perempuan. Dengan melakukan pelecehan seksual, apapun bentuknya, sehalus atau sekasar apapun levelnya, si pelaku sedang "meretas" PBS korban. Sehingga sesudah peristiwa itu, korban menjadi beku, kelu, dan tak dapat berbicara apapun. Konon pula speak up.
Nah, mari kita sekarang 'meretas balik' PBS kita, atau PBS para korban pelecehan seksual, atau jenis-jenis pelecehan lainnya. Setelah pelaku melakukan serangan atau peretasan terhadap PBS korban, ambillah waktu yang cukup untuk "berdialog" dengan subconcious mind (pbs) kita itu, melalui pertanyaan-pertanyaan:
"Apa yang kamu rasakan?"
"Menurut kamu, apa tujuan dia melakukan itu kepada kita? Apa yang dia cari?"
"Kalau dia tahu bahwa melecehkan adalah wujud dari sebuah kepuasan, masalah parah apa yang sedang dia alami?"
"Sekarang, mau kita apakah dia/mereka? Melawan? Oke, dengan apa? Mempermalukan? Melakukan upaya efek jera? Atau merekonstruksi adegan yang sama dengan yang kita alami? Atau apa? Mari kita bicarakan terus sampai kita menemukan cara yang paling jitu. Kalau speak up langkah yang tepat, ayo kita lakukan. Tapi sesudah kita sepakat memang itulah caranya. Kalau masih ada cara lain, termasuk berbicara dengan profesional, ayo kita lakukan itu juga.
Dalam sebuah diskusi buku ttg Trauma yang diselenggarakan komunitas koperasi beberapa tahun lalu, ide tentang melakukan trauma balik kepada pelaku perkosaan bisa menjadi alternatif. Mungkin mirip atau senada dengan ide di atas.
Namun cara ini adalah upaya mandiri yang bisa dilakukan oleh korban pelecehan seksual tanpa mengesampingkan pendampingan yang diberikan kepadanya. Juga bukan sedang meniadakan empati dan kebutuhan untuk mengelola segala emosi yang berkecamuk akibat perlakuan tersebut. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H