Judul buku : Revolusi Dari Desa
Penulis: Dr. Yansen TP., Msi
Penerbit: PT Elex Media Komputindo
Terbit: 2014
Tebal: xix + 180 hal
ISISN: 978-602-02-5099-1
Revolusi Mental itu dimulai dari desa
Media tanah air beberapa hari ini merilis berita yang sungguh membuat kita miris, Kementerian Dalam Negeri tengah mengusut dugaan penduduk di sepuluh desa diKalimantan Timur yang berencana pindah kewarganegaraan ke Malaysia. Semua desa tersebut berada di kecamatan long apari yang berbatasan dengan Malaysia. Menurut Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Marwan Djafar sebanyak73 ribu desa sekitar 41 persen ada di daerah tertinggal. Alasan yang dikemukan tentu sudah bisa kita tebak, yaitu kemiskinan. Kemiskinan di Negara kita ini sudah seperti penyakit kronis yang terus menggerogoti dan tak kunjung sembuh. Kemiskinan pula yang menjadi pendorong utama terjadinya urbanisasi dan tingginya minat penduduk desa untuk menjadi TKI di luar negeri. Fakta ini membuktikan desa nyaris terlupakan oleh pemerintah dan sering dianggap sebagai “anak tiri” dalam pembangunan, bahkan untuk urusan “perut” masyarakat desa terpaksa menggadaikan jiwa nasionalisme mereka untuk pindah kewarganegaraan dengan iming-iming kehidupan yang lebih baik. Sungguh ironis di balik gedung-gedung pencakar langit di ibukota terselip gubuk-gubuk berpelepah daun yang siap diterbangkan angin kapan saja.
Kita tentu tidak boleh melupakan begitu saja ide dan gagasan para pendiri bangsa seperti mohammad Yamin dan Soepomo dalam sidang BPUPKI sebelum proklamasi kemerdekaan yang menyebutkan desa sebagai kaki Negara, di mana jika kaki lumpuh maka tubuh dan kepala tidak akan bisa maksimal karena tidak ditopang kaki yang kuat, bahwa Indonesia harus dibangun dalam tingkatan, pertama pemerintah desa, kedua pemerintah daerah, dan ketiga pemerintah pusat. Sungguh pemikiran yang sangat luhur dan cerdas.
Buku yang ditulis oleh Dr.Yansen ini diilhami pengalaman dan perenungan beliau dalam pengabdian pada masyarakat sejak menjadi Camat Mentarang hingga menjadi Bupati Malinau saat ini. Penulis mengkritisi bahwa pembangunan yangberlangsung sekarang menggunakan konsep yang kurang tepat karena menempatkan masyarakat di pihak yang lemah dan tidak menyentuh aspek dasar. Pengalaman inilah yang menjadi latar belakang Penulis memiliki gagasan untuk mengubah konsep pembangunan yang revolusioner yaitu, gagasan baru, berani dan implementatif. Penulis berkeyakinanperlunya melibatkan masyarakat dalam pembangunan dengan memberikan kepercayaan penuh untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Peran pemerintah hanya membimbing, mengarahkan dan memberikan dukungan dana melalui potensi sumber daya yang dimiliki (hlm 12). Paradigma baru dalam pembangunan ini disebut GERDEMA (Gerakan Desa Membangun).
Buku ini mengingatkan kita sudah waktunya masyarakat desa tidak lagi hanya menjadi objek pembangunan tetapi juga subjek pembangunan, sesuai dengan amanat undang-undang otonomi daerah. Pemerintah harus melakukan gerakan pembangunan di tingkat desa bukan hanya membangun program di tingkat kabupaten dan kota saja. GERDEMA sesuai dengan tujuan nasional kita seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 dan merupakan implementasi dari penerapan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang desa.
Pembaca akan menemukan konsep, implementasi dan capaian GERDEMA secara rinci dan jelas dalam buku ini mulai halaman 136. GERDEMA memiliki nilai capaian yang menggambarkan profil ideal desa yang mandiri dalam kapasitas mental, moral, birokrasi dan pembangunan desa. Penulis mampu membuktikan kepada pembaca bahwa GERDEMA adalah sebuah kebijakan publik yang terukur dan aplikatif.
Kesimpulan dari esensi konsep GERDEMA adalah gerakan itu berasal dari rakyat, gerakan itu dilakukan untuk rakyat, gerakan itu menghasilkan manfaat untuk masyarakat desa (54-55). Strategi yang digunakan untuk keberhasilan GERDEMA adalah percaya sepenuhnya pada rakyat, pelimpahan urusan kepada pemerintah desa, membina dan melatih aparatur Negara, pendampingan pemerintah dan masyarakat desa (hlm 78).
Kita ketahui sebaik apapun sebuah ide, gagasan ataupun konsep pembangunan tanpa kehadiran pemimpin yang tepat tidak ada artinya. Negara ini membutuhkan figur pemimpin visioner yang tulus dan ikhlas melayani masyarakat, berani mengambil inisiatif demi kepentingan masyarakat yang dipimpinnya. Jika kita meminjam slogan yang dicetuskan oleh Presiden Jokowi, yaitu revolusi mental, maka sudah sehararusnya revolusi itu dilakukan mulai dari tingkatan yang paling kecil ataupun level pemerintahan terendah dalam sistem pemerintahan. Penulis banyak mengingatkan dalam lembar buku ini bahwa peran pemimpin sebagai eksekutor pengambil keputusan sangat penting, bahwa nilai-nilai utama yang menciptakan dan memperkuat kepemimpinan GERDEMA adalah nilai spiritual, emosional, intelektual, kecerdasan ekonomi, dan kecerdasan nasionalis kebangsaan (hlm 90-93).
Buku ini menarik dan layak dibaca karena diperoleh dari pengalaman pribadi dan telah diimplementasikan dan menunjukkan perubahan positif pada Desa Malinau sebagai perintis program GERDEMA. Buku ini sejalan dengan semangat visi dan misi pemerintah saat ini sesuai nawa cita agenda prioritas presiden yang salah satunya “membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan”.
Buku ini dapat menjadi “role model” bagi para pemimpin dan pemangku kepentingan sebagai guidance untuk membuat kebijakan publik dalam rangka mengelola daerah yang dipimpinnya. Jika program GERDEMA ini sukses dijalankan dan membawa kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat desa, bukan tidak mungkin berbagai permasalahan sosial masyarakat dapat segera diatasi. Inspiratif dan bernas.
Selamat membaca !!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H