Indonesia memiliki pertambangan emas yang sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Aktivitas pertambangan di Indonesia selalu mendapat stigma negatif dikalangan masyarakat. Selain tak ada izin resmi penambangan, aktivitas tersebut juga memicu terjadinya dampak negatif yang seringkali dilakukan manusia.
Semestinya sebagai penguasa sumber daya alam di bumi, manusia berperan dalam menentukan kelestarian demi berjalannya kelangsungan lingkungan hidup.
Namun pada realitasnya, manusia kerap memanfaatkan alam dengan keserakahannya secara ilegal salah satunya dengan melakukan aktivitas penambangan liar emas.
Dibuktikan dengan penemuan jumlah penambangan emas yang kini telah mencapai sekitar 713 titik yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia meliputi Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan berpotensi akan terus bertambah seiring dengan ditemukannya lokasi penambangan baru (Aspinall dalam Hamzah, dkk., 2012).
Dalam tinjauan hukum Indonesia hal ini telah ditetapkan dalam UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai upaya pencegahan praktik penambangan liar yang sifatnya destruktif yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan bahkan membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia.
Aktivitas penambang emas tersebut semata-mata karena ingin memperbaiki kondisi perekonomian mereka. Mengingat akan kondisi ekonomi yang tidak merata mengharuskan mereka untuk melakukannya demi memenuhi kelangsungan hidup.
Pertambangan emas dijadikan sumber mata pencaharian utama karena pendapatan yang dihasilkan dapat dikatakan menjanjikan walaupun terkadang emas yang didapatkan tak menentu.
Penambang emas umumnya didominasi oleh masyarakat setempat yang dilakoni secara turun temurun. Dari berbagai fakta yang ada, mayoritas penambang emas melakukan aktivitas menambang dengan cara tradisional.
Cara tradisional tersebut, dimana proses penggarapan dilakukan menggunakan alat-alat sederhana, seadanya dan tanpa pengaman. Proses penggarapan emas dilakukan melalui beberapa tahapan diantaranya, penggalian batuan, pengolahan dan pembuangan limbah (Sumual, 2009).
Pada tahap penggalian batu, penambang mulai memasuki kawasan lubang tambang dengan bermodalkan cahaya sinar senter, semakin masuk kedalam udara segar semakin berkurang, dan ruang gerak juga semakin terbatas.
Sehingga jumlah, orang harus dibatasi. Hal ini dilakukan demi menjaga keselamatan dan ketersediaan oksigen didalam lubang. Terkadang pipa-pipa menjadi saluran untuk menyuplai udara dari luar kedalam lubang tambang. Teknik penambang dengan memasuki wilayah lubang-lubang horizontal untuk mengorek badan tanah disebut dengan bakodong.