[caption id="attachment_329832" align="aligncenter" width="511" caption="-Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]
Berita dari koran berbahasa Inggeris Arab saudi, Saudi Gazzete, kemaren Rabu, 2 April 2014 membuat sebuah headline bertajuk "Expat can now marry Saudi female orphans". Komite Eksekutif Peduli Yatim Piatu telah mengeluarkan rekomendasinya bahwa laki-laki warga Non-Saudi dipersilahkan menikahi perempuan Yatim Piatu warga Arab saudi. Para yatim piatu ini pada umumnya berasal dari kalangan warga kulit hitam. Selama ini, mereka kurang dilirik oleh laki-laki Saudi. Kalaupun ada, kebanyakan mereka adalah bujang lapuk yang sudah tua, cacat fisik atau bahkan penderita gangguan jiwa. Diharapkan juga agar sang laki-laki yang berminat, membiayai pernikahan senilai SR60.000 atau setara dengan sekitar Rp150 juta.
Doc: Indo middle East Group/FB
Mahalnya biaya sebuah pernikahan
Sudah menjadi tradisi di Arab bahwa untuk menikahi seorang perempuan bukan perkara gampang. Pertama karena mahalnya mahar (mas kawin). Perempuan merupakan 'aset' termahal yang harus rela diserahkan orangtuanya kepada calon menantu, Untuk itu perlu "tarif" besar untuk mendapatkannya. Setelah perkawinan terjadi maka orangtua tidak berhak laki mengatur hidup anak perempuannya. Kedua, pihak keluarga mempelai wanita pun akan meminta disiapkan rumah dengan seisi lengkapnya. Ketiga, pihak laki-laki juga harus menanggung biaya pesta perkawinan yang tidak murah. Kalau pihak laki-laki tidak mampu memenuhi ini semua, maka keduanya pun terpaksa 'menderita', tidak menikah. Akibatnya, umur semakin tua.
Menikah dengan orang asing
Salah satu cara yang dilakukan agar tetap bisa menikah adalah laki-laki Saudi menikahi warga asing. Itupun tidak mudah karena belum tentu semua perkawinan dengan perempuan Non-Saudi diakui negara. Sehingga kehidupan berumah tangga berlangsung dalam dwi warga negara. Dan tidak enaknya lagi, anak-anak mereka belum tentu bisa ikut status sebagai warga negara Saudi. Bagaimana dengan para perempuan Saudi?
Pilihan Menikah bagi perempuan
Karena banyak syarat berat yang harus dipenuhi laki-laki Saudi untuk menjadi suami, maka ini menjadi penghalang menuju gerbang pernikahan. Akibatnya banyak perempuan yang jomlo sampai tua. Tidak sedikit dari kaum terpelajar, wanita karir, pebisnis perempuan dan kalangan hi-class lainnya jadi perawan tua. Tapi untung juga, ada saja solusi dari kondisi darurat ini yaitu melalui perkawinan Nikah Misyar. Artinya, para perempuan yang umumnya kaya (raya) ini rela menjadi istri dari suami dengan tanggungan semampunya suami. Rela tidak mendapat nafkah, kurang sempurna waktu bersama, yang penting dinikahi dan punya status sah sebagai istri. Atau kalau tidak mau juga menjadi perawan tua, ya bersedia menjadi istri ke dua, ke tiga atau ke empat.
Nilai perempuan seperti barang
Kembali kepada kebijakan di atas, dimana perempuan, sudah yatim piatu, hitam kulitnya, akirnya "dilepaskan" kepada orang asing agar dinikahi. Apakah sudah sedmikian tidak berseleranya atau pedulinya laki-laki Arab Saudi sendiri kepada warga negaranya yang dijadikan 'warga kelas dua' begitu? Bukankah Rosulullah SAW mengatakan bahwa “Janganlah engkau peristrikan wanita karena hartanya, sebab hartanya itu menyebabkan mereka sombong. Dan jangan pula kamu peristrikan wanita karena kecantikannya, karena boleh jadi kecantikannya itu dapat menghinakan dan merendahkan martabat mereka sendiri. Namun peristrikan wanita atas dasar agamanya. Sesungguhnya budak hitam legam kulitnya tetapi agamanya lebih baik, lebih patut kamu peristrikan“. (HR. Bukhori)