Lihat ke Halaman Asli

Belajar dari Seorang Kawan

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Membaca citizen reporter dari seorang kawan, yang saya akui tak pernah kenal dan bertegur secara karib, hanya saja berita yang dia buat di media terlanjur meng-akrab-kan saya dengan sosoknya, sehingga tak berlebihanlah kalau saya menyebutnya sebagai kawan.

Kawan yang baik kata seseorang, bukanhanya menyampaikan apa yang ingin kita dengarkan, melainkan juga apa-apa yang kerap tidak ingin kita dengar, dengan tujuan agar kita dapat memperbaiki diri. Nah, itu jugalah yang dilakukan oleh kawan ini, dia mengeluhkan dan meng-kritik pelayanan di kantor tempat saya bekerja dan menuangkannya pada salah satu media lokal. Laiknya orang yang mendapatkan kritikan dan saya anggap lumayan pedis, saya bersikap defensive, bahkan dengan sedikit sinis, saya berujar kepada salah seorang teman di kantor, “belum tentu kantor dia oke, kita kan sudah berusaha semaksimal mungkin dalam melayani,” ucap saya sekenanya.

Mekanisme pertahanan diri(self defense mechanism) seperti itu ternyata bukan hanya muncul dari saya, rekan-rekan di kantor, meski hanya memaki dalamhati, mereka juga berfikir sama seperti saya. Puncaknya, kami pun membuat rilis ke media yang sama.

Dalam rilis tersebut kami mengoreksi apa yang ditulis kawan tersebut, sebagai instansi publik yang salah satu core business- nya adalah penerbitan Paspor RI, kami mengatakan bahwa pelayanan yang kami berikan terhadap masyarakat termasuk kawan ini tidaklah bertele-tele, tapi telah sesuai dengan prosedur. Kawan ini bermohon secara on-line, banyak hal yang ia keluhkan, mengapa harus mengisi formulir secara manual, mengapa harus membayar biaya tambahan sebesar 15 ribu di kantor dan mengapa tidak tersedia loket khusus bagi pemohon on-line.

Pengisian Formulir (Perdim) secara manual adalah sudah sesuai dengan SOP permohonan Paspor RI, Perdim tersebut selain berfungsi sebagai arsip fisik pada kantor kami, juga sebagai kendali berkas pemohon ybs, memuat persetujuan petugas loket, kasi lalintuskim, catatan hasil wawancara dan persetujuan kepala kantor.

Biaya tambahan tidak ada di Kantor Imigrasi Kelas II Parepare, mulai tanggal09 Desember 2013 pembayaran dilakukan di Bank BNI, adapun biaya 15ribu yang dikeluarkan adalah pembelian Materai dan Sampul Paspor yang dikelola oleh Koperasi dan sifatnya optional (pilihan).

Selanjutnya, Loket Khusus untuk permohonan on-line telah tersedia, namun petugas yang disediakanmasih merangkap tugas melayani loket umum, hal ini dikarenakan permohonan paspor on-line masih sedikit dibandingkan dengan permohonan secara langsung (sebagai tolok ukur rata-rata permohonan paspor on-line tahun 2013 adalah 5 pemohon per-bulan).

Secara umum, kami merasa puas, karena hak jawab telahtersalurkan, namun apakah lantas permasalahan menjadi selesai, ternyata tidak, permasalahan akan terus-menerus ada, sehingga adalah sebuah keniscayaan bahwa kami sebagai instansi pemerintah harus selalu berbenah diri untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Kritikan dan keluhan kawan tersebut adalah bukti bahwa dia adalah kawan yang baik, yang ingin melihat instansi kami berubah menjadi lebih baik. Secara pribadi saya berhutang sebuah “jabatan tangan” sekedar permohonan maaf karenatelah sedikit ber-su’udzon dan ucapan terima kasih karena tulisannya menjadi “trigger” kami untuk lebih memperbaiki kualitas layanan kepada masyarakat. Keep Fight for a Better Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline